Menurut Sax 1957, Toksisitas dapat diartikan sebagai kemampuan racun molekul untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi
organ yang rentan terhadapnya. Sedangkan menurut Sumirat 2003, di dalam pengujian toksisitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan racun dari limbah
yang dapat menimbulkan kerusakan pada produk yang dibuat. Di dalam tujuan taksikologi lingkungan diharapkan mampu menguraikaan perlunya mencari substansi
yang aman, mencegah terjadinya efek yang tidak dikehendaki dari racun terhadap organisme dan kualitas lingkungan, dapat membuat kriteria dasar untuk standarisasi
lingkungan, dan dapat memperbaiki cara pengobatan karena mengetahui mekanisme terjadinya efek, dan keracunan.
Adapun upaya yang dilakukan untuk antisipasi pencegahan terjadinya keracunan toksisitas logam yang lebih luas, perlu dilakukan pengamatan kondisi
lingkungan. Kondisi lingkungan yang menurun baik udara, air maupun yang selalu digunakan penduduk di wilayah pesisir setiap saat perlu diteliti. Bilamana suatu
kawasan lingkungan yang mulai dipergunakan sebagai kawasan industri, maka perlu dipikirkan relokasi pemindahan penduduk ke daerah lain yang bersih.
Adapun yang dimaksud dengan toksisitas dalam penelitian ini adalah tujuan toksisitas lingkungannya, menurut Soemirat 2003 dengan toksisitas lingkungan
diharapkan mampu: 1 menguraikan perlunya mencari substansi yang aman, yang berarti harus mengetahui mekanisme bagaimana racun toksik menyerang organisme,
sehingga timbul efek yang tidak dikehendaki atau terjadi struktur yang tidak normal; 2 Mencegah efek yang tidak dikehendaki dari racun terhadap organisme dan
kualitas lingkungan; 3 dapat membuat kriteria dasar untuk standarisasi kualitas lingkungan, yakni menentukan konsentrasi yang dapat diterima masyarakat; 4 dapat
memperbaiki cara pengobatan karena mengetahui mekanisme terjadinya efek dan keracunan.
5.2.3 Proses Instalasi Pengelolaan Air Limbah
Saat ini beberapa industri hanya sebagian saja yang mempunyai instalasi pengolahan air limbah IPAL yang baik, sedangkan yang lainnya bisa dikatakan
membuang limbahnya sembarangan, sehingga pada akhirnya akan menimbukan berbagai macam dampak. Salah satu dampak tersebut adalah merosotnya kualitas
lingkungan akibat limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri tersebut. Usaha yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menghindari hal tersebut diantaranya adalah
dengan cara mengolah limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air,
sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari.
Untuk mempertahankan efektivitas pengolahan air limbah baja, secara berkala lumpur diangkat dari dasar kolam di instalasi pengolahan air limbah oleh industri dan
selanjutnya ditimbun di area penampungan limbah. Dalam hal limbah baja, penggunaan lumpur baja sebagai bahan campuran substitusi untuk produksi baja
atau produk jenis lain yang telah banyak dilakukan di berbagai negara maju dengan pertimbangan bahwa limbah baja mengandung bahan perekat dan sejumlah elemen
yang mendukung penggunaan limbah ini. Namun logam berat di dalam lumpur limbah dapat juga mengancam rantai makanan di tanah.
Menurut Damanhuri 1997, konsep dasar atau teknologi terapan pengelolaan limbah baja terutama dikaitkan dengan upaya daur ulang mempunyai nilai tambah
added value yang sangat menjanjikan, misal negara Jepang sudah membuat keramik dengan bahan substitusi campuran dari bahan limbah baja dengan nilai ekonomis
yang sangat besar. Di sisi lain penggunaan lumpur limbah sebagai bahan campuran pada produksi baja maupun jenis produk lain merupakan cara yang praktis untuk
memanfaatkan limbah, dan dianggap menguntungkan. Namun lumpur mengandung logam berat, sehingga penggunaan dalam jumlah berlebih dan jangka panjang dapat
berpengaruh buruk terhadap kualitas tanah dan airpesisir dan mengkontaminasi. Logam berat seperti baja ini yang masuk ke perairan lautpesisir secara
fisiologis tidak diperlukan bagi kehidupan makhluk hidup laut. Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan dari proses produksi perlu mendapatkan prioritas penanganan
melalui proses instalasi pengelolaan air limbah IPAL yang distandarisasi, agar limbah baja yang mengalir ke pesisir dipastikan dosisnya memiliki nilai ambang batas
yang memenuhi kualitas air laut yang disyarakatkan. Karena setiap makhluk hidup di perairan seperti ikan memiliki perbedaan sensitivitas terhadap logam berat dan
memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat.
5.3 Metode Analisis Pengelolaan Limbah di Wilayah Pesisir