Gambar 11 tersebut di atas, terlihat bahwa struktur yang dibangun terdiri atas 5 level atau hirarki. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada analisis
AHP adalah sebagai berikut: 1 Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan, 2 Membuat matrik perbandingan berpasangan untuk setiap elemen
dalam hirarki, 3 Memasukkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matrik, 4 Mengolah data dalam matrik perbandingan
berpasangan sehingga didapatkan prioritas setiap elemen hirarki, 5 Menguji konsistensi dari prioritas yang telah diperoleh. Sedangkan menurut Marimin 2004,
penentuan pemilihan prioritas pengelolaan limbah industri baja menggunakan model AHP – criterium decision plus
dengan langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: 1 Jalankan program criterium decision plus dengan perintah
startprogram criterium decision plus, lalu double klik criterium decision plus. 2
Buat file bainstorming dengan perintah filenew, lalu buat atruktur masalah. Setelah selesai simpan dengan perintah filesave as dan beri nama file.BST. 3 Buat struktur
hierarki dengan perintah viewgeneral hierarchy. 4 Tentukan model AHP dengan perintah modeltechniqueAHP. 5 Lakukan penilaian terhadap kriteria dengan
perintah: a.
Klik kotak memilih b.
Lakukan perintah: block rate subcriteria c.
Penilaian kriteria dengan jalan: i. Lakukan perintah: methodsfull pairwase
ii. Isikan nilai seperti yang ada pada contoh d.
Lakukan penilaian perbandingan antara dua alternatif untuk setiap kriteria yang bersedia, tetapi untuk teknologi proses, harus diubah menjadi pengisiannya
perintah methoddirect, lalu dimasukkan secara langsung data efisiensi dari masing-masing teknologi proses.
e. Setelah selesai klik OK
6 Untuk melihat hasil akhir, gunakan perintah result decisiondecision scores. Grafik hasilnya dapat diperoleh. 7 Untuk melihat hasil akhir dalam bentuk tabel
gunakan perintah viewresult data. Hasilnya dapat diperoleh.
3.11.4 Pemodelan Interpretasi Struktural
Menurut Marimin 2004, penentuan parameter kunci dalam pengelolaan limbah industri baja menggunakan teknik pemodelan interpretasi struktural ISM-
interpretative structural modelling , dengan langkah-langkah adalah: a Identifikasi
elemen yaitu elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Hal ini dapat diperoleh melalui penelitian, brainstorming, dan lain-lain. b Hubungan Kontekstual: Sebuah
hubungan kontekstual antar elemen dibangun, tergantung pada tujuan dari pemodelan. c Matriks interkasi tunggal tersetruktur structural self interaction matrixSSIM.
Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap elemen hubungan yang dituju. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara
dua elemen dari sistem yang dipertimbangan, adalah: V … hubungan dari elemen E
i
terhadap E
j
, tidak sebaliknya. A ... hubungan dari elemen E
j
terhadap E
i
, tidak sebaliknya. X ... hubungan interrelasi antara E
i
terhadap E
j
dapat sebaliknya O ... menunjunjuk bahwa E
i
dan E
j
tidak berkaitan. d Matriks reachabilita reachabilita matrixRM. e Tingkat partisipasi dilakukan
untuk mengklasifikasikan elemen-elemen dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM. f Matriks canonial: Pengelompokan elemen-elemen dalam level yang
sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultan memiliki sebagian besar dari elemen-elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. g Digraph:
adalah konsep yang berasal dari directional graph, sebuah elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung, dan level hirarki. Digraph awal dipersiapkan
dalam baisis matriks canonical. Graph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitif untuk membentuk digarph akhir. h
Interpretative structural model : ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh
jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya.
3.11.5 Pemodelan Sistem Dinamik
Untuk membuat model pengelolaan limbah industri baja menggunakan sistem dinamis melalui analisis kebutuhan dan black box. Sebagai tahap awal dalam
melakukan pengkajian menggunakan pendekatan sistem adalah analisa kebutuhan. Analisis ini dinyatakan dalam kebutuhan stakeholders yang berpengaruh terhadap
sistem yang dikaji. Analisis kebutuhan stakeholders terhadap upaya pengendalian pencemaran kelestarian wilayah pesisir yaitu: 1 Pemerintah daerah: sebagai
pengendali yang melibatkan partisipasi masyarakat, bantuan dana dan kerjasama dengan instansi lain. 2 Masyarakat: pengendalian yang berkeadilan secara
menyeluruh. 3 Pengusaha: pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan. 4
Lembaga swadaya masyarakat: pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat dan berkeadilan. 5 Perguruan tinggi: sebagai pengendalian yang efektif dan efisien.
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis
Kota Cilegon merupakan kota otonomi yang secara yuridis dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 151999. Sebagai kota yang berada di ujung barat
Pulau Jawa, juga bagian dari wilayah Provinsi Banten. Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Secara geografis, Kota Cilegon yang berada pada koordinat 5
o
52’24”– 6
o
04’07” Lintang Selatan dan 105
o
54’05” – 106
o
05’11” Bujur Timur, dibatasi oleh: - Sebelah Barat
: Selat Sunda - Sebelah Utara
: Kabupaten Serang - Sebelah Timur
: Kabupaten Serang - Sebelah Selatan
: Kabupaten Serang Kota Cilegon yang luasnya 175,45 Km
2
dibagi kedalam delapan kecamatan yakni Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Pulomerak,
Kecamatan Grogol, Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Cilegon, Kecamatan Jombang, dan Kecamatan Cibeber serta 43 kelurahan. Kota ini memiliki iklim tropis
dengan temperatur berkisar 21,1
o
C – 34,1
o
C dan curah hujan rata-rata 114 mm per bulan.
Kota Cilegon dilalui beberapa sungai antara lain Sungai Kahal, Tompos, Sehang, Gayam, Medek, Sangkanila, Cikuarsa, Sumur Wuluh, Grogol,
Cipangurungan, dan Sungai Cijalumpang. Diantara sebelas sungai tersebut Sungai Grogol merupakan yang terbesar dan hampir semuanya bermuara di Selat Sunda.
Selain beberapa sungai, di Kota Cilegon juga terdapat sebuah waduk yang cukup luas yakni Waduk Kerenceng yang membelah Desa Kebonsari, Lebakdenok, dan
Tamansari di Kecamatan Ciwandan dan merupakan sumber air PDAM yang dialirkan ke rumah tangga untuk sebagian wilayah di Kota Cilegon. Waduk Krenceng juga
dimanfaatkan oleh industri-industri di wilayah kawasan industri Krakatau Cilegon yang pengelolaannya oleh PT. Krakatau Tirta Industri KTI yang merupakan anak
perusahaan PT. Krakatau Steel. Kondisi geografis Kota Cilegon disajikan pada Gambar 12.