Keberlanjutan Development model for regional conservation of coastal and small islands case study of Weda Bay

149 mempertimbangkan empat dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya dan dimensi kelembagaan. Nilai indeks keberlanjutan pada setiap dimensi keberlanjutan, ditentukan dengan cara memberikan nilai skoring pada masing-masing dimensi yang merupakan hasil pendapat pakar. Nilai skoring indeks berkelanjutan pada setiap dimensi berkisar antara 0-100 dengan kriteria antara lain : nilai indeks terletak antara 0 –24.99 tidak berkelanjutan, nilai indeks terletak antara 25–49.99 kurang berkelanjutan, nilai indeks terletak antara 50 –74.99 cukup berkelanjutan, dan nilai indeks terletak antara 75 –100 berkelanjutan. Analisis keberlanjutan untuk setiap dimensi terdiri dari beberapa atribut yang diukur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, kemudian diberi bobot menggunakan metode Multi Dimensional Scaling MDS. Analisis dilakukan dengan software Rapfish. Pemberian skor atribut pada masing-masing dimensi disesuaikan dengan kondisi riil pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Weda.

5.8.1 Status keberlanjutan dimensi ekologi

Dimensi ekologi merupakan dimensi utama dalam menjaga keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat dikelola secara berkelanjutannya untuk generasi yang akan datang. Tanpa adanya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, maka akan terjadi degradasi sumberdaya alam dan lingkungan di Teluk yang merupakan habitat bagi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Dimensi ekologi dibutuhkan untuk mewujudkan bagaimana pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil berdampak secara ekologis terhadap keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan serta ekosistem tersebut sehingga kegiatan pemanfaatannya dapat berlangsung secara berkelanjutan pula. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rapfish terhadap sembilan belas atribut dimensi ekologi diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 61,68 dengan status cukup berkelanjutan. Hasil analisis yang diperoleh menggambarkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan kawasan untuk kegiatan ekowisata dan minawisata akan berkelanjutan tanpa adanya tekanan degradasi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Atribut-atribut yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi yang berdampak positif tetap harus dijaga dan ditingkatkan sedangkan atribut yang berdampak negatif harus ditekan. Atribut ekologi yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil : 1 Kesesuaian minawisata budidaya rumput laut, 2 daya dukung minawisata budidaya rumput laut, 3 daya dukung minawisata budidaya rumput laut kapasitas perairan, 4 daya dukung budidaya rumput laut kapasitas asimilasi, 5 kesesuaian minawisata keramba jaring apung, 6 daya dukung minawisata keramba jaring apung, 7 daya dukung minawisata keramba jaring apung kapasitas perairan, 8 kesesuaian ekowisata pancing, 9 daya dukung ekowisata pancing, 10 kesesuaian ekowisata selam, 11 daya dukung ekowisata selam, 12 kesesuaian ekowisata snorkeling, 13 daya dukung ekowisata snorkeling, 14 kesesuaian ekowisata pantai, 15 daya dukung ekowisata pantai, 16 kesesuaian ekowisata mangrove, 17 daya dukung ekowisata mangrove, 18 kesesuaian ekowisata lamun, dan 19 daya dukung ekowisata lamun. Adapun 150 atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dapat diketahui dengan melakukan analisis Leverage. Gambar 51 Indeks keberlanjutan dimensi ekologi Hasil analisis Leverage diperoleh lima atribut ekologi yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan antara lain : 1 kesesuaian minawisata keramba jaring apung, 2 daya dukung ekowisata pancing, 3 daya dukung ekowisata selam, 4 daya dukung ekowisata snorkeling dan 5 daya dukung ekowisata pantai. Hasil analisis Leverage disajikan pada Gambar 52. Peran atribut dimensi ekologi dengan nilai Root Mean Square menjelaskan bahwa atribut daya dukung ekowisata selam merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam dimensi ekologi, sehingga apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi secara keseluruhan. Hasil analisis menunjukkan bahwa daya dukung ekowisata selam, daya dukung ekowisata snorkeling dan daya dukung minawisata pancing termasuk relatif rendah karena sangat terkait dengan besarnya tutupan karang. Hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga keberlanjutan ekologi pada ekosistem terumbu karang adalah melakukan penetapan kawasan konservasi sesuai dengan persyaratan pengelolaan kawasan konservasi yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sesuai peruntukkannya. Dimensi ekologi juga terdapat dua atribut sensitif yang mempengaruhi indeks keefektifan pengelolaan kawasan yaitu kesesuai minawisata keramba jaring apung dan daya dukung ekowisata pantai. Kedua atribut tersebut berhubungan langsung dengan atribut lainnya pada dimensi ekologi, hal ini menunjukkan bahwa setiap perubahan luasan akan berdampak pada kualitas objek wisata dan kualitas perairan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kunjungan wisata ke wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Weda. 151 Gambar 52 Peran atribut dimensi ekologi dengan nilai Root Mean Square

5.8.2 Status keberlanjutan dimensi ekonomi

Dimensi ekonomi merupakan dimensi pendukung untuk menjaga keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat mempertahankan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan dimensi ekonomi berarti sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki nilai positif dan bernilai ekonomis penting untuk menunjang keberlanjutan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rapfish terhadap sepuluh atribut dimensi ekonomi diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 55,98 dengan status cukup berkelanjutan. Gambar 53 Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi 152 Hasil analisis yang diperoleh mengambarkan bahwa posisi indeks keberlanjutan ekonomi berada pada kuadran negatif maka ini menunjukkan bahwa pemanfaatan kawasan selama ini kurang optimal. Adapun untuk meningkatkan nilai indeks keberlanjutan tersebut maka atribut-atribut yang berdampak negatif terhadap nilai indeks harus lebih diperbaiki dan atribut-atribut yang berdampak positif tetap dipertahankan. Atribut ekonomi yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pualu kecil: 1 budidaya keramba jaring apung, 2 budidaya rumput laut, 3 daerah penangkapan ikan pelagis, 4 daerah penangkapan ikan demersal, 5 wisata pantai, 6 wisata bahari, 7 wisata sejarahbudaya, 8 spesies penting, 9 spesies endemik, dan 10 bentuk ancaman. Adapun atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dapat diketahui dengan melakukan analisis Leverage. Hasil analisis Leverage diperoleh enam atribut ekonomi yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan antara lain : 1 wisata pantai, 2 daerah penangkapan ikan demersal, 3 wisata bahari, 4 daerah penangkapan ikan pelagis, 5 budidaya rumput laut, dan 6 budidaya keramba jaring apung. Hasil analisis Leverage disajikan pada Gambar 54. Gambar 54 Peran atribut dimensi ekonomi dengan nilai Root Mean Square Peran atribut dimensi ekonomi dengan nilai Root Mean Square menjelaskan bahwa atribut wisata pantai merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam dimensi ekonomi, sehingga apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi secara keseluruhan. Hasil analisis menunjukkan bahwa daerah penangkapan ikan demersal dan wisata bahari memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap besarnya nilai indeks keberlanjutan, hal ini dipengaruhi kawasan penangkapan ikan karang telah mengalami degradasi akibat rusaknya terumbu karang, sedangkan untuk wisata pantai juga dipengaruhi oleh abrasi pantai yang terjadi di pesisir Teluk Weda akibat pembangunan. 153 Dimensi ekonomi juga terdapat tiga atribut sensitif yang mempengaruhi indeks keefektifan pemanfaatan kawasan yaitu daerah penangkapan ikan pelagis, budidaya rumput laut dan budidaya keramba jaring apung. Ketiga atribut tersebut berhubungan langsung dengan atribut lainnya pada dimensi ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa setiap perubahan luasan akan berdampak pada kualitas perairan yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap kegiatan minawisata bahari di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Teluk Weda.

5.8.3 Status keberlanjutan dimensi sosial budaya

Dimensi sosial budaya merupakan dimensi pendukung yang dilakukan oleh masyarakat dan stakeholder yang menjaga dan melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kepentingan masnuisa di masa yang akan datang. Dimensi ini menunjukkan bahwa tanpa campur tangan manusia yang memiliki kepedulian terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, maka akan terjadi degradasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, untuk itu diperlukan pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta adat istiadat yang masih dipertahankan oleh masyarakat setempat. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rapfish terhadap sembilan atribut dimensi sosial budaya diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 68,06 dengan status cukup berkelanjutan. Gambar 55 Indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya Hasil analisis yang diperoleh mengambarkan bahwa posisi indeks keberlanjutan sosial budaya mengindikasikan adanya pengelolaan dan pemanfaatan kawasan yang dilakukan selama ini masih kurang, namun untuk kategori keberlanjutan masih dalam taraf cukup berkelanjutan. Adapun untuk meningkatkan nilai indeks keberlanjutan tersebut maka perlu memperbaiki atribut-atribut yang berdampak negatif terhadap nilai indeks, sedangkan atribut - atribut yang berdampak positif tetap dipertahankan dan harus ditingkatkan. Atribut sosial budaya yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat 154 keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pualu kecil : 1 tingkat dukungan masyarakat, 2 kepedulian masyarakat, 3 penelitian dan pendidikan, 4 estetika, 5 perlindungan situs budaya, 6 keamanan, 7 aksesibilitas, 8 tempat rekreasi, 9 konflik kepentingan. Adapun atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dapat diketahui dengan melakukan analisis Leverage. Hasil analisis Leverage diperoleh empat atribut sosial budaya yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan antara lain : 1 tempat rekreasi, 2 estetika, 3 perlindungan situs budaya, dan 4 penelitian dan pendidikan. Hasil analisis Leverage disajikan pada Gambar 56. Gambar 56 Peran atribut dimensi sosial budaya dengan nilai Root Mean Square Peran atribut dimensi sosial budaya dengan nilai Root Mean Square menjelaskan bahwa atribut tempat rekreasi merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam dimensi sosial budaya, sehingga apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya secara keseluruhan. Hasil analisis menunjukkan bahwa estetika, dan perlindungan situs budaya memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap besarnya nilai indeks keberlanjutan, hal ini dipengaruhi karena kawasan ini oleh masyarakat masih dianggap kurang penting untuk dikembangkan, padahal estetika dan situs budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat yang masih memegang teguh adat istiadat yang selama ini masih dipertahankan. Untuk lebih meningkatkan atribut estetika dan perlindungan situs budaya, maka perlu secara terus menerus melakukan perbaikan terhadap cagar budaya yang masih ada untuk dikelola sebagai kawasan wisata. Dimensi sosial budaya juga terdapat atribut sensitif yang yaitu penelitian dan pendidikan, atribut ini merupakan atribut yang berhubungan langsung dengan atribut lainnya, karena dengan adanya penelitian dan pendidikan yang dilakukan di daerah ini, maka tingkat pemahaman masyarakat tentang manfaat wisata 155 sejarah dan wisata alam akan memberikan dampak positif terhadap tingkat pemahaman masyarakat tersebut pada perlindungan situs budaya di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Weda.

5.8.4 Status keberlanjutan dimensi kelembagaan

Dimensi kelembagaan juga merupakan dimensi pendukung yang dapat mengikat masyarakat dan stakeholder dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan adanya dimensi kelembagaan berarti masyarakat dan pemerintah dapat bekerjasama dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rapfish terhadap sepuluh atribut dimensi kelembagaan diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 76,01 dengan status berkelanjutan. Gambar 57 Indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan Hasil analisis yang diperoleh mengambarkan bahwa posisi indeks keberlanjutan kelembagan mengindikasikan adanya pengelolaan dan pemanfaatan kawasan yang dilakukan selama ini baik, karena untuk kategori keberlanjutan berada pada posisi berkelanjutan. Adapun untuk meningkatkan nilai indeks keberlanjutan tersebut maka perlu peningkatan terhadap atribut-atribut yang masih rendah terhadap nilai indeks, sedangkan atribut -atribut yang berdampak positif tetap dipertahankan dan harus ditingkatkan. Atribut kelembagaan yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pualu kecil : 1 pemerintah pusat pelaku, 2 wisatawan dalam negeri pelaku, 3 perguruan tinggi pelaku, 4 mewujudkan pengembangan wisata tujuan program, 5 meningkatkan industri pariwisata tolok ukur, 6 meningkatnya produktifitas pemanfaatan sumberdaya alam tolok ukur, 7 meningkatnya mutu produk perikanan tolok ukur, 8 meningkatnya pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tolok ukur, 9 meningkatnya jumlah permodalan kegiatan perikanan tangkap tolok ukur, 10 nelayan kurang berdaya 156 dalam penentuan harga ikan kendala utama, 11 lemahnya kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau kecil kendala utama, 12 peraturan investasi daerah yang kurang mendukung kendala utama, 13 kebijakan pemerintah yang tidak konsisten kendala utama, dan 14 membuat kebijakan yang konsisten aktifitas. Adapun atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dapat diketahui dengan melakukan analisis Leverage. Hasil analisis Leverage diperoleh lima atribut kelembagaan yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan antara lain : 1 meningkatnya pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tolok ukur, 2 lemahnya kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau kecil kendala utama, 3 perguruan tinggi pelaku, 4 kebijakan pemerintah yang tidak konsisten kendala utama, dan 5 wisatawan dalam negeri pelaku. Hasil analisis Leverage disajikan pada Gambar 58. Peran atribut dimensi kelembagaan dengan nilai Root Mean Square menjelaskan bahwa atribut meningkatnya pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tolok ukur merupakan atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan. Atribut yang sensitif ini merupakan faktor pengungkit dalam dimensi kelembagaan, sehingga apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini akan mengungkit nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan secara keseluruhan. Gambar 58 Peran atribut dimensi kelembagaan dengan nilai Root Mean Square Hasil analisis menunjukkan bahwa lemahnya kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau kecil kendala utama dan 157 perguruan tinggi pelaku, memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap besarnya nilai indeks keberlanjutan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih terfokus melakukan kegiatan di daratan dibandingkan di pesisir dan pulau- pulau kecil, demikian juga kurang adanya peran perguruan tinggi dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan sumberdaya alam pesisir dan pulau- pulau kecil. Untuk itu perlu adanya dukungan pemerintah terhadap perguruan tinggi dalam melakukan kerjasama berbagai penelitian yang berhubungan dengan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkesinambungan untuk masa yang akan datang. Dimensi kelembagaan juga terdapat atribut yang sensitif yaitu kebijakan pemerintah yang tidak konsisten kendala utama, dan wisatawan dalam negeri pelaku, atribut ini merupakan atribut yang berhubungan langsung dengan atribut lainnya, karena dengan adanya kebijakan pemerintah yang konsisten, maka kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil akan terwujud, dan kegiatan ekominawisata bahari akan diminati oleh wisatawan dalam dan luar negeri. Sedangkan kunjungan wisatawan dalam negeri akan lebih meningkat lagi, jika dilakukan promosi yang lebih baik dalam rangka peningkatan kunjungan wisata dan peningkatan pendapatan masyarakat di pesisir dan pulau- pulau kecil Teluk Weda khususnya dan Kabupaten Halmahera Tengah Umumnya.

5.8.5 Status keberlanjutan multidimensi

Status keberlanjutan akan mencapai optimal jika nilai status keberlanjutan dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap dimensi tersebut. Dari ketiga dimensi ekologi, ekonomi dan sosial budaya yang cukup berkelanjutan ditingkatkan menjadi berkelanjutan, sedangkan untuk dimensi kelembagaan atribut-atribut lainnya harus ditingkatkan lagi untuk mencapai optimal, terutama pemerintah pusat sebagai pelaku utama. Adapun nilai status keberlanjutan secara keseluruhan disajikan pada Gambar 59. Gambar 59 Diagram layang-layang status keberlanjutan multidimensi 158 Hasil analisis Rapfish multidimensi keberlanjutan pengelolaan kawasan Teluk Weda berdasarkan kondisi yang ada, diperoleh nilai 57,24 yang berarti termasuk kedalam status cukup berkelanjutan. Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian 52 atribut dari 4 dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Posisi titik nilai indeks keberlanjutan tersebut berada pada kwadran negatif yang berarti pengelolaan berjalan ke arah yang kurang baik. Hasil analisis keberlanjutan multidimensi disajikan pada Gambar 60. Gambar 60 Indeks keberlanjutan multidimensi Nilai indeks keberlanjutan multidimensi cukup berkelanjutan, namun karena berada pada kuadran negatif, maka tetap harus ada upaya untuk memperbaiki atribut-atribut yang berdampak negarif terhadap nilai indeks keberlanjutan serta mempertahankan dan meningkatkan atribut-atribut yang telah berdampak positif terhadap nilai indeks keberlanjutan kegiatan pengelolaan kawasan ekominawisata pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Weda. Adapun atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dapat diketahui dengan melakukan analisis Leverage. Hasil analisis Leverage diperoleh lima atribut multidimensi yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan antara lain : 1 Estetika, 2 perlindungan situs budaya, 3 penelitian dan pendidikan, 4 budidaya rumput laut, dan 5 budidaya keramba jaring apung. Atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan multidimensi berdasarkan hasil analisis Leverage dari keempat dimensi sebanyak 20 atribut Gambar 61. Untuk meningkatkan status keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Teluk Weda perlu perbaikan pada atribut-atribut tersebut. Atribut-atribut yang berdampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan ditingkatkan kapasitasnya dan sebaliknya menekan kapasitas atribut-atribut yang berdampak negatif terhadap nilai indeks keberlanjutan. 159 Gambar 61 Peran atribut multidimensi dengan nilai Root Mean Square Hasil analisis Monte Carlo pada taraf kepercayaan 95 menunjukkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Teluk Weda tidak banyak berbeda dengan hasil analisis Rapfish. Dalam hal pemberian skoring yang dilakukan terhadap setiap atribut dapat diperkecil kesalahannya, hal ini dapat dilihat dari proses analisis data yang dilakukan berulang-ulang menjadi stabil dengan pemberian skoring karena perbedaan relatif kecil, sehingga kesalahan dalam menginput data dan data yang hilang dapat dihindari. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis MDS dan Monte Carlo disajikan pada Tabel 49. Tabel 49 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo Indeks keberlanjutan Nilai indeks keberlanjutan MDS Montecarlo Perbedaan Ekologi 61,68 59,42 2,26 Ekonomi 55,98 55,75 0,23 Sosial budaya 68,06 67,63 0,42 Kelembagaan 76,01 73,71 2,30 Multidimensi 57,24 56,38 0,86 160 Hasil analisis Rapfish menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji terhadap status keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Teluk Weda dapat dipercaya. Hal ini terlihat pada Tabel 50 dengan nilai stress yang berkisar antara 0,08-0,13 8-13 dan nilai koefisien determinasi R² berkisar antara 0,96-0,98. Hal ini menunjukkan bahwa nilai stress diperoleh lebih kecil dari 0,25 25 dapat diterima, karena nilai R² mendekati nilai 1.0 Fisheries 1999. Tabel 50 Nilai stress, koefisien determinasi R² dan iterasi hasil analisis Rapfish Indeks keberlanjutan Stress Koefisien Determinasi R² Iterasi Ekologi 0,12 0,96 2 Ekonomi 0,11 0,97 3 Sosial budaya 0,11 0,98 3 Kelembagaan 0,13 0,96 3 Multidimensi 0,08 0,98 3 161 6 PEMBAHASAN UMUM Teluk Weda yang terdapat di Kabupaten Halmahera Tengah sebagai teluk yang luas di Provinsi Maluku Utara merupakan daerah yang harus direncanakan pengelolaan secara baik. Untuk mewujudkan semua ini maka harus dilakukan penataan ruang secara terpadu antara daratan dan lautan. Pengelolaan kawasan teluk yang berkelanjutan perlu ditetapkan dengan melakukan penetapan kawasan yang sesuai dengan peruntukkannya, terutama kawasan yang akan dijadikan kawasan konservasi yang bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.

6.1 Kawasan Konservasi Kecamatan Weda Utara

Inventarisasi dan identifikasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil menjelaskan bahwa kawasan Kecamatan Weda Utara memiliki tiga buah pulau kecil, namun yang dapat dijadikan kawasan konservasi adalah pulau Tumnya dan pulau MesaMintu. Pulau Tumnya adalah pulau karang dan pulau MesaMintu adalah pulau mangrove. Pulau Tumnya memiliki bentuk pertumbuhan life-form terumbu karang yang lengkap. Berdasarkan hasil kesesuaian kawasan konservasi, maka pulau Tumnya ditetapkan sebagai zona inti pada kawasan konservasi. Pulau MesaMintu adalah pulau yang ditumbuhi oleh mangrove, selain itu pulau tersebut juga merupakan habitat dari hewan kelelawar. Berdasarkan hasil kesesuaian kawasan konservasi, maka pulau Mesa ditetapkan sebagai zona inti pada kawasan konservasi. Zona pemanfaatan terbatas ditetapkan pada kawasan pulau Mesa dan pulau Tumnya. Zona pemanfaatan terbatas pada kawasan pulau Mesa dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata mangrove, sedangkan zona pemanfaatan terbatas pada kawasan pulau Tumnya dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata selam dan ekowisata snorkeling. Zona perikanan berkelanjutan pada pulau Mesa dan pulau Tumnya dimanfaatkan sebagai minawisata pancing. Kawasan konservasi di Kecamatan Weda Utara dapat meningkatkan pendapatan masyarakat disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kunjungan wisata di kawasan konservasi lebih tinggi dibandingan dengan nilai produksi perikanan, dengan perbandingan yang demikian dapat memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk meningkatkan kreatifitas dan kualitas dalam menangani wisatawan yang datang berkunjung ke kawasan wisata, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah PAD di kawasan tersebut.

6.2 Kawasan Konservasi Kecamatan Weda Tengah

Inventarisasi dan identfikasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan Weda Tengah adalah kawasan pesisir yang didominasi oleh ekosistem terumbu karang dan karang berpasir, kawasan ini tidak terdapat pulau-pulau kecil. Kawasan yang dijadikan kawasan konservasi berada di Tanjung Ulie yang berdekatan dengan keberadaan perusahaan PT Weda Bay Nickel sampai dengan Lelilef Waibulan. Walaupun kawasan ini berdekatan dengan perusahaan 162 pertambangan, namun kawasan ini memiliki terumbu karang yang masih baik dan kawasan tersebut merupakan daerah ruaya hewan hiu endemik. Zona inti ditetapkan pada terumbu karang yang terdapat di ujung Tanjung Ulie. Zona pemanfaatan terbatas berada ditetapkan di sekitar zona inti, zona pemanfaatan terbatas sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata selam dan ekowisata snorkeling. Zona perikanan berkelanjutan ditetapkan didepan zona pemanfaatan terbatas mengarah ke laut dari Tanjung Ulie sampai Lelilef Waibulan. Zona perikanan berkelanjutan ditetapkan sebagai kesesuai kawasan untuk kegiatan minawisata pancing. Kawasan konservasi di Kecamatan Weda Tengah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah PAD, hal ini di dukung dengan keberadaan tempat wisata Weda Resort yang terdapat di Sawai Itepo yang berdekatan dengan Lelilef Waibulan. Dengan adanya tempat wisata tersebut dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat di sekitarnya untuk kegiatan wisata, karena hasil analisis menunjukkan bahwa nilai kunjungan wisata di kawasan konservasi lebih tinggi dibandingan dengan nilai produksi perikanan dan nilai kunjungan wisata dari kawasan konservasi yang lainnya.

6.3 Kawasan Konservasi Kecamatan Weda

Kawasan di Kecamatan Weda merupakan kawasan yang memiliki ekosistem yang lengkap, hal ini dapat dilihat dari hasil inventarisasi dan identifikasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa terdapat 24 dua puluh empat buah pulau kecil yang di kelilingi oleh mangrove, lamun dan terumbu karang. Kawasan yang tetapkan sebagai zona inti adalah kawasan pulau-pulau kecil yang lebih dekat ke daratan mainland. Hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan daerah pemeliharaan nursery ground, memijah spawning ground dan tempat mencari makan feeding ground bagi biota yang ada disekitarnya. Zona pemanfaatan terbatas berada di depan zona inti, yaitu zona yang dimafaatkan untuk kegiatan ekowisata selam, snorkeling, pantai, mangrove dan lamun. Adapun zona pemanfaatan perikanan berkelanjutan kawasan lebih luas lagi dan mengarah ke Weda Tengah, kawasan ini dimanfaatkan sebagai kegiatan minawisata pancing, budidaya rumput laut dan keramba jaring apung. Kawasan konservasi di Kecamatan Weda dapat meningkatkan pendapatan masyarakat disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kunjungan wisata di kawasan konservasi lebih tinggi dibandingan dengan nilai produksi perikanan, dengan perbandingan yang demikian dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah PAD di kawasan tersebut.

6.4 Kawasan Konservasi Kecamatan Weda Selatan

Kawasan di Kecamatan Weda Selatan merupakan kawasan yang memiliki ekosistem yang lengkap, namun hanya terdapat satu buah pulau kecil yang terletak di ujung Tanjung Tilope. Hasil inventarisasi dan identifikasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang masih cukup baik.