Menerapkan konsep dalam perhitungan matematis ekstrapolation
yang dicapai terhadap soal-soal tes pemahaman, yang terdiri dari soal translation sebanyak 5 butir, soal interpretation sebanyak 5 butir, dan soal
ekstrapolation sebanyak 2 butir.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata dan Persentase Pemahaman Konsep Perkalian
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kategori
Pemahaman Nilai Rata-rata
Nilai Persentase Kelas
Eksperimen Kelas
Kontrol Kelas
Eksperimen Kelas
Kontrol
Translation 7,39
7,14 92,37
89,25 Interpretation
24,32 22,96
76 71,75
Ekstrapolation 4,89
3,25 61,12
40,62
Jumlah 36,6
33,35 229,49
201,62
Berdasarkan tabel rekapitulasi diatas, diperoleh bahwa pada kelas eksperimen nilai rata-rata tertinggi dicapai pada kategori Interpretation sebesar
24,32 dan nilai rata-rata terendah dicapai pada kategori Ekstrapolation sebesar 4,89. Sedangkan pada kelas kontrol nilai rata-rata tertinggi dicapai pada
kategori Interpretation sebesar 22,96 dan nilai rata-rata terendah dicapai pada kategori Ekstrapolation sebesar 3,25.
Dengan membandingkan perolehan nilai rata-rata tiap kategori pemahaman antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh bahwa nilai
rata-rata pada kategori translation kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol, hal ini dikarenakan pemahaman siswa kelas kontrol kurang mampu
menerjemahkan suatu simbol atau arti dibandingkan dengan kelas eksperimen. Sedangkan nilai rata-rata pada kategori interpretation kelas eksperimen lebih
tinggi dari pada kelas kontrol, hal ini dikarenakan pemahaman siswa kelas kontrol kurang mampu dalam mengkombinasikanmenggabungkan suatu
pemahaman tentang materi yang sudah dipelajari sebelumnya yang masih digunakan dalam pembelajaran materi sekarang.
Nilai rata-rata pada kategori ekstrapolation kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol, hal ini dikarenakan siswa kelas kontrol kurang
mampu dalam memperluas dan mengembangkan rumus-rumus yang sudah diketahui, sehingga ia kurang mampu menyelesaikan soal-soal yang
berkategori pemahaman ekstrapolation dengan baik dan jelas. Selain itu juga, berdasarkan tabel rekapitulasi diatas dapat disimpulkan bahwa kategori
pemahaman yang memperoleh nilai rata-rata paling tinggi adalah kategori translation. Dengan kata lain, siswa kelas eksperimen memiliki pemahaman
dalam menerjemahkan sebuah simbol atau arti yang lebih tinggi dibandingkan dengan kategori interpretation dan ekstrapolation.
Adapun hasil posttest dari kedua kelas itu adalah : Hasil posttes kelas kontrol yaitu:
Hasil LKS siswa dan kegiatan siswa pada kelas kontrol yang tanpa menggunakan alat peraga batang napier dalam pembelajarannya
a Sedangkan hasil posttest kelompok eksperimen yang diajarkan
menggunakan alat peraga batang napier yaitu:
Hasil LKS siswa dan situasi siswa sedang menghitung perkalian dengan menggunakan alat peraga batang napier .
b Dari gambar diatas terlihat bahwa gambar a merupakan hasil posstest
kelas kontrol dan gambar b merupakan hasil posstest kelas eksperimen. Dari gambar a, terlihat siswa masih keliru dalam mengubah bentuk penjumlahan
ke bentuk perkalian dan dalam menghitung perkalian juga siswa masih terjadi kesalahan sehingga hasilnya pun kurang tepat. Hasil LKS siswa untuk
menghitung perkalian yang tanpa menggunakan alat peraga terjadi kesalahan dalam penempatan angka. Hal ini disebabkan siswa kelas kontrol masih kurang
faham dalam menghitung perkalian secara benar. Berbeda dengan gambar b yang dalam pembelajarannya menggunakan alat peraga batang napier ternyata
siswa menerapkan alat peraga itu untuk menghitung perkalian agar lebih cepat dalam menghitungnya dan tidak terjadi kesalahan.
Soal nomor 4a adalah soal yang dibuat untuk menghitung perkalian secara bersusun kebawah, lihat pada gambar a siswa kelas kontrol yang
diajarkan tanpa menggunakan alat peraga terjadi kesalahan dalam menghitungnya. Berbeda pada gambar b, siswa kelas eksperimen menjawab
dengan benar dan tepat. Kelebihan dari alat peraga yang telah dijawab siswa yang terlihat pada gambar b adalah siswa dapat menggunakan alat peraga
batang napier dengan benar dan tepat dalam menghitung hasilnya. Dengan alat
peraga juga siswa dapat bekerja sama secara aktif dan dapat mempunyai kreativitas dalam menjawab soal yang telah diberikan. Siswa juga dapat
menghitung perkalian beberapa angka dengan cara memasukan hasil yang dikalikan kedalam kotak-kotak batang napier dan cara menghitung hasilnya
yaitu dengan cara menjumlahkan angka yang ada didalam kotak dengan melihat garis yang sejajar dengan kotaknya lalu dijumlahkan angkanya.
Namun, dalam alat peraga batang napier ini terdapat kelemahan yaitu siswa sulit untuk membuat garis secara miring untuk hasil dari perkalian itu.
Sehingga hasilnya pun menjadi keliru jika dalam membuat garisnya tidak sejajar. Hal ini disebabkan karena anak belum terbiasa dalam menggunakan
alat peraga batang napier dan membutuhkan waktu agar siswa benar-benar memahami bagaimana cara membuat dan menghitung perkalian dengan
menggunakan alat peraga batang napier secara tepat dan benar. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama penelitian
dalam pembelajaran menggunakan alat peraga batang napier yang dilakukan dikelas eksperimen, siswa menjadi lebih aktif selama pembelajaran
berlangsung. Siswa ikut aktif dalam menemukanmemahami konsep pertanyaan yang diberikan oleh guru sehingga siswa menjawab pertanyaan
dengan tepat dan menggunakan alat peraga batang napier dalam proses pembelajaran, sehingga tidak ada kesalahan lagi dalam menghitung perkalian.
Dengan menggunakan alat peraga dalam proses belajar mengajar dapat membantu dan mempermudah siswa dalam menjawab soal.
Sedangkan kelas kontrol yang dalam proses pembelajarannya tanpa menggunakan alat peraga menjadi lebih pasif. Keterlibatan siswa hanya sebatas
mendengarkan dan mencatat konsep-konsep yang diberikan. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengalamimelakukan sendiri, memahami, membuktikan
konsep-konsep tersebut. Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda menyebabkan terjadinya hasil akhir yang berbeda pula
antara kelas eksperimen yang proses pembelajarannya menggunakan alat perga dengan kelas kontrol yang dalam proses pembelajarannya tanpa menggunakan
alat peraga.
Dengan demikian, maka terbukti bahwa pemahaman konsep perkalian dikelas eksperimen yang menggunakan alat peraga dalam proses
pembelajarannya lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang tanpa menggunakan alat peraga dalam proses pembelajarannya.
Epuk Suswati Rahayu dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan
Teknik Batang Napier Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Operasi Perkalian Bilangan Cacah Siswa Kelas IV SDN Watestani 04 Kecamatan
Nguling Kabupaten Pasuruan
”. Penelitian ini menggunakan rancangan PTK.
Instrumen yang digunakan tes dan lembar observasi. Teknik analisis data yang dipakai rata-rata dan persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan teknik Batang Napier untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Watestani 04 dilakukan dengan cara siswa mengerjakan soal
operasi perkalian dengan teknik batang napier, kemudian ditukar dengan siswa lain. Selanjutnya secara bergilir mengerjakan di papan tulis. Peningkatan
prestasi belajar siswa ditunjukkan dari nilai rata-rata pada pratindakan 52,5, pretes dan postes pada siklus I meningkat dari 55,5 menjadi 64. Sedangkan
pada siklus II nilai pretes dan postes juga meningkat dari 72,5 menjadi 84,7. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini: 1 penggunaan teknik
Batang Napierdapat meningkatkan prestasi belajar matematika operasi perkalian bilangan cacah siswa kelas IV SDN Watestani 04 dilakuan dengan
cara siswa mengerjakan soal perkalian selanjutnya ditukar dengan siswa lain kemudia secara bergilir dikerjakan di papan tulis, 2 peningkatan prestasi
belajar dapat dilihat dari nilai rata-rata pratindakan, pretes dan postes pada siklus I dan siklus II.
Anita Zurnani dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Teknik
Perkalian Nafir Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Pekalian Dalam Pembelajaran Kooperatif Model STAD Pada Siswa Kelas IV
SDN Kaweron 02 Kabupaten
”. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai
berikut; hasil belajar siswa berupa pemahaman konsep secara klasikal mengalami peningkatan dari siklus I 40, siklus II 63,3, dan siklus III
86,67. Kemampuan bekerjasama siswa juga mengalami peningkatan dari
siklus I 33,3 , siklus II 63,3 , dan siklus III 93,3, sedangkan untuk penerimaan terhadap perbedan kemampuan akademik siswa lain juga
mengalami peningkatan dari siklus I 33,3, siklus II 66,67, dan siklus III 86,67. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik
perkalian Nafir dalam pembelajaran kooperatif model STAD dapat memberikan peningkatan hasil belajar siswa tentang perkalian. Dari hasil
penelitian tersebut diharapkan agar guru mencoba menerapkan teknik perkalian Nafir untuk membantu mengatasi kesulitan siswa menyelesaikan perkalian,
sedangkan untuk peneliti lain diharapkan dapat menyempurnakan penelitian ini dengan menerapkannya pada ruang lingkup yang lebih luas.