pada suhu paraffin cair. Sampel diinfiltrasi dengan paraffin paraffin I, II, III pada suhu 65-70
°
b Pembuatan blok embedding
C dalam inkubator masing-masing selama 1 jam.
Sampel yang telah diinfiltrasi dapat dicetak dengan paraffin melalui proses yang disebut embedding. Embedding adalah proses pembuatan
-
c Prosedur trimming
blok jaringan dengan menggunakan paraffin. Proses embedding diawali dengan
menyiapkan cetakan yang ukurannya sesuai dengan sampel jaringan. Cetakan diisi dengan paraffin dari larutan tissue embedding control. Jaringan dari paraffin
III diambil dan dimasukkan pada cetakan dengan posisi bagian yang akan dipotong pada bagian bawah permukaan bagian dalam cetakan paraffin diberi
gliserin untuk mempermudah melepas paraffin. Pada satu cetakan dapat diisi beberapa jaringan. Cetakan dapat didinginkan pada cold plate untuk mencegah
terjadinya pembekuan paraffin bagian atas dulu. Cetakan dapat diinkubasi dalam air dingin setelah paraffin membeku sehingga blok paraffin dapat dikeluarkan
dari dalam cetakan. Blok paraffin dapat langsung di-trimming untuk mempermudah pemotongan dengan microtom rotary.
Trimming adalah penipisan sampel untuk mendapat jaringan atau bagian organ yang benar dan bagus dalam orientasi dan memfasilitasi larutan fiksasi
masuk sampai pada bagian terdalam. Prosedur triming diawali dengan mengeluarkan organ terpilih dari dalam fiksator atau larutan penyimpan. Organ dipotong di atas
alas yang lembut pada bagian yang diinginkan dengan dua mata pisau. Ukuran ketebalan sampel + 3
μm dengan luas permukaan + 1x1 cm
2
. Kemudian, dilekatkan pada gelas objek yang telah dilapisi dengan alkohol 70 atau 0,2
neofren dalam toluen dan disimpan dalam inkubator 40
°
3. 11. Pewarnaan HE Panigoro et al. 2007 yang dimodifikasi
C selama 24 jam. Selanjutnya, sampel dapat diproses lebih lanjut, seperti pewarnaan HE dan IHK.
Metode Panigoro et al. 2007 dimodifikasi dengan metode yang biasa digunakan di Laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi
Anatomik FKUI. Proses pewarnaan HE diawali dengan rehidrasi. Sampel jaringan yang
sudah menjadi histopat diinkubasi ke dalam xylol I selama 5-10 menit untuk
menghilangkan paraffin, kemudian diinkubasi dalam xylol II kembali untuk membilas selama 5-10 menit. Setelah itu, sampel mulai diinkubasi dalam alkohol.
Pada tahap ini sampel mulai berturut-turut diinkubasi dalam alkohol yang menurun konsentrasinya secara bertingkat, yaitu: alkohol absolut 100, alkohol
96, kemudian alkohol 70 masing-masing 5 menit. Konsentrasi yang menurun secara berturut-turut tersebut akan membuat air memasuki sampel jaringan.
Sampel kemudian diinkubasi dalam akuades selama 5 menit dan diinkubasi dalam larutan hematoksilin selama 5-10 menit. Hematoksilin akan mewarnai inti
sel pada sampel jaringan dengan warna biru. Setelah itu, sampel dimasukkan dalam air mengalir secara tidak langsung selama 5-10 menit untuk membilas.
Sampel yang terlalu biru dicelupkan dalam alkohol asam sebanyak 2-3 celupan. Sampel kemudian dibilas dalam air mengalir kembali selama 5-10 menit.
Kemudian sampel dicelup ke dalam larutan Litium karbonat sebanyak 2-3 celupan agar warna biru yang timbul menjadi lebih jelas. Sampel kembali dibilas dengan
air mengalir selama 5-10 menit. Tahap pewarnaan selanjutnya adalah pewarnaan dengan pewarna eosin selama 1-2 menit untuk mewarnai sitoplasma sel pada
sampel jaringan. Setelah tahap ini, sampel memasuki tahap pencelupan alkohol yang meningkat konsentrasinya secara berturut-turut sebagai kebalikan dari tahap
yang sebelumnya, yaitu: alkohol 70, alkohol 96 dan alkohol absolut 100 masing-masing sebanyak 3-4 celupan. Pada akhir tahap pewarnaan, sampel
kembali diinkubasi dengan xylol selama 5-10 menit, kemudian diinkubasi kembali dalam xylol selama 5-10 menit. Setelah itu, sampel jaringan ditutup dengan gelas
penutup dan direkatkan dengan entellan. Preparat histopatologi siap diamati di bawah mikroskop dan difoto secara digital.
Preparat histopatologi didiagnosis berdasarkan perubahan yang terjadi pada jaringan. Hasil pewarnaan HE dinilai dengan cara memberikan skor berupa
angka terhadap jaringan tumor berdasarkan derajat
diferensiasi Spector dan Spector 1993, Twite 2005. Derajat diferensiasi merupakan
gambaran kemiripan sel-sel tumor individu dengan sel-sel dan struktur asal tumor tersebut berdasarkan ciri-ciri sitologis. Ciri-ciri sitologis antara lain meliputi
pembentukan kelenjar, tubuli dan lembaran. Jika ciri-ciri sitologis tidak dapat dibedakan dari jaringan tetua, maka tumor dikatakan berdiferensiasi dengan baik.
Jika sel tidak memiliki keserupaan terhadap sel-sel asalnya dan tidak ada struktur normal yang dapat dibedakan, maka tumor dikatakan tidak berdiferensiasi atau
anaplastik. Derajat diferensiasi dapat bervariasi pada suatu tumor Spector dan Spector 1993. Spector dan Spector 1993 menyatakan bahwa metode diagnosis
jaringan tumor pada dilakukan berdasarkan tiga ciri histologis, yaitu abnormalitas arsitektural pada struktur jaringan, abnormalitas sitologis dan tingkat invasi tumor.
Selanjutnya, Twite 2005 menyatakan bahwa jaringan dengan skor 1 menunjukkan derajat diferensiasi yang tinggi dan skor 4 menunjukkan derajat
diferensiasi yang rendah. Derajat diferensiasi yang tinggi menunjukkan bahwa sel pada jaringan tersebut memiliki kemiripan sel pada jaringan asal. Derajat
diferensiasi yang rendah menunjukkan bahwa sel pada jaringan tersebut sudah mengalami perubahan dari ukuran dan bentuk normal. Dalam kondisi tersebut, sel
pada jaringan sudah seragam. Jaringan yang demikian selanjutnya disebut jaringan tumor ganas kanker.
Pada penelitian ini, perubahan histopatologi yang terlihat pada jaringan dikelompokkan berdasarkan tiga parameter, yaitu rata-rata tingkat kepadatan sel
tumor, rata-rata pleomorfisme inti sel dan rata-rata tingkat mitosis sel. Berikut ini merupakan keterangan terhadap skor yang diberikan pada hasil pewarnaan HE
Spector dan Spector 1993 yang dimodifikasi, Twite 2005 yang dimodifikasi: a
Tingkat kepadatan sel tumor Skor 1: tingkat kepadatan sel tumor rendah, ruang antar sel terlihat kurang
rapat; Skor 2: tingkat kepadatan sel tumor sedang, ruang antar sel terlihat rapat;
Skor 3: tingkat kepadatan sel tumor tinggi, ruang antar sel terlihat sangat rapat.
b Pleomorfisme inti sel
Skor 1: bentuk sel beragam dan dapat dibedakan satu sama lain, ukuran sitoplasma besar, inti sel berukuran kecil meski sudah mulai berlipat
ganda di dalam sel, warna inti sel pada sebagian sel mulai menghitam dan pada sebagian sel yang lain masih berwarna lebih
terang;
Skor 2: bentuk sel mulai seragam, ukuran sitoplasma mulai mengecil, inti sel berukuran lebih besar dan semakin terlihat jelas pelipatgandaannya
di dalam sel, warna inti sel menghitam; Skor 3: bentuk sel seragam, ukuran sitoplasma mulai mengecil, inti sel
berukuran sangat besar dan terlihat jelas pelipatgandaannya di dalam sel, warna inti sel menghitam;
c Tingkat mitosis sel
Skor 1: sel yang membelah ditunjukkan oleh perubahan bentuk sel menjadi memanjang dengan jumlah sedikit + 1-30 sel;
Skor 2: sel yang membelah ditunjukkan oleh perubahan bentuk sel menjadi memanjang dengan jumlah lebih banyak + 31-60 sel;
Skor 3: sel yang membelah ditunjukkan oleh perubahan bentuk sel menjadi memanjang dengan jumlah sangat banyak 61 sel.
3 Pewarnaan IHK Panigoro et al. 2007
a Preparasi gelas objek
Preparasi gelas objek diawali dengan menyiapkan gelas objek yang akan digunakan untuk penempelan afixing preparat. Gelas objek dimasukkan ke
dalam staining jar yang berisi alkohol 70 sampai semua bagian teinkubasi, kecuali bagian yang kasar tempat pelabelan. Staining jar yang berisi gelas objek
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bak electromagnetic cleaner yang telah diisi air sejajar dengan alkohol yang terdapat dalam staining jar.
Electromagnetic cleaner dihidupkan selama 20 menit untuk membersihkan gelas objek dari lemak atau segala kotoran yang menempel yang dapat mengganggu
dalam proses imunohistokimia. Gelas objek dimasukkan ke dalam staining jar dan diinkubasi dengan menggunakan milique air yang sudah disuling berulang-
ulang sebanyak 3 kali, masing-masing 20 menit, dilanjutkan inkubasi staining jar yang berisi gelas objek ke dalam electromagnetic cleaner selama 20 menit.
b Pelapisan coating gelas objek dengan gelatin sebagai agen penempel
Pelapisan coating dilakukan dengan melarutkan 2,50-3,00 g gelatin dalam 300-400 ml air panas bersuhu maksimal 60 °C, kemudian didinginkan
hingga mencapai suhu ruang. Selanjutnya, kromium potasium sulfat CrKSO
4 2
sebanyak 0,25 g dimasukkan dan diaduk. Setelah itu, ditambahkan H
2
O hingga
volumenya mencapai 500 ml. Gelas objek yang bersih diinkubasi dalam larutan tersebut selama 15-30 menit, kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Setelah
kering, gelas objek disimpan di dalam oven dengan suhu + 60 °C untuk menghindari penempelan segala macam kotoran pada gelas objek.
c Pembuatan irisan preparat pada gelas objek sectioning
Tahapan pembuatan irisan preparat meliputi beberapa tahap secara berurutan, yaitu penempatan blok embedding pada holder microtom rotary,
pemasangan pisau pemotong, penentuan ketebalan sayatan, trimming dan penempelan afixing. Preparat diiris dengan microtom rotary pada ketebalan
sayatan +3 μm.
d Penempelan irisan preparat ke gelas objek afixing
Proses penempelan atau afiksasi dengan menggunakan air bersuhu 40
°
C atau dengan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 39-40
°
C selama 24 jam. Sebelum dimasukkan ke dalam air hangat atau bersuhu 40
°
e Pewarnaan IHK
C dengan menggunakan gelas objek atau gelas benda, sampel sayatan jaringan dimasukkan
ke dalam air bersuhu dingin terlebih dahulu. Hal ini bertujuan meregangkan jaringan tidak mengkerut dan lebih mempermudah afiksasi.
Prosedur pewarnaan IHK pada penelitian ini menggunakan protokol IHK paraffin dari Cell Signaling Technology 2007. Metode tersebut meliputi tiga
langkah utama yang meliputi deparaffinisasi rehidrasi, antigen unmasking dan pewarnaan staining. Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaannya.
• Deparaffinisasi rehidrasi
Langkah ini diawali proses inkubasi dengan meinkubasi jaringan pada gelas objek dalam larutan xylol sebanyak tiga kali, masing-masing selama 10
menit. Selanjutnya, dilanjutkan dengan meinkubasi jaringan dalam larutan etanol pro-analysis dengan konsentrasi bertingkat, mulai dari konsentrasi tinggi ke
rendah. Konsentrasi etanol yang digunakan adalah 100, 96, 80 dan 70. Inkubasi dalam masing-masing konsentrasi etanol dilakukan sebanyak dua kali.
Masing-masing inkubasi tersebut dilakukan selama 10 menit. Proses deparaffinisasi diakhiri dengan inkubasi jaringan dalam akuades sebanyak dua
kali, masing-masing inkubasi dilakukan selama 5 menit.
• Antigen unmasking
Antigen unmasking bertujuan untuk membuka epitop antigen, sehingga antigen dapat berikatan dengan antibodi. Antigen unmasking dilakukan dengan
merebus jaringan dalam 10 mM larutan PBST buffer natrium sitrat pada suhu sub-boiling 85°C selama 10 menit. Buffer natrium sitrat dibuat dengan
melarutkan 2,94 g C
6
H
5
Na
3
O
7
•2H
2
• Pewarnaan staining
O dalam 1 L akuades. Pada tahap ini, suhu perebusan harus dijaga agar tidak melebihi atau kurang dari 85°C. Perebusan
dilakukan di dalam wadah stainless-steel yang diletakkan di atas hot-plate. Buffer natrium sitrat harus dijaga agar tidak mendidih menggelegak selama proses
perebusan. Selanjutnya, langkah yang dilakukan adalah proses pendinginan cooling jaringan. Proses pendinginan dilakukan dengan tetap meinkubasi
jaringan di dalam wadah tanpa ditutup pada suhu ruang. Pada proses ini, suhu awal dan akhir perebusan serta suhu awal dan akhir pendinginan harus dicatat.
Hal ini akan memudahkan dalam optimasi suhu proses antigen unmasking selanjutnya.
Proses pewarnaan staining dilakukan setelah proses pendinginan pada antigen unmasking. Pewarnaan diawali dengan menginkubasi jaringan pada gelas
objek dengan akuades. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali, masing-masing 5 menit. Proses inkubasi yang pertama dilakukan dengan menginkubasi seluruh
gelas objek dalam wadah yang berisi akuades. Proses ini segera dilakukan setelah proses pendinginan berakhir. Hal seperti ini akan memudahkan proses
selanjutnya dan jaringan tidak mudah kering. Sebelum berlanjut pada inkubasi berikutnya, jaringan pada gelas objek diberi batas dengan pap-pen yang
mengandung 1-bromopropan. Jaringan yang dibatasi oleh pap-pen akan memudahkan proses inkubasi selanjutnya. Hal ini agar larutan penginkubasi tidak
meluap ke batas luar jaringan tersebut. Selanjutnya, inkubasi dengan akuades yang kedua dan ketiga dilakukan
dengan memindahkan gelas objek ke dalam wadah berbentuk kotak yang di bagian dasarnya terdapat tisu yang dibasahi dengan akuades. Pada bagian atas
tisu tersebut diberi dua penyangga untuk meletakkan gelas objek agar tidak langsung menyentuh tisu yang basah tersebut. Dalam kondisi tersebut, proses
inkubasi jaringan dilakukan dengan meneteskan akuades melalui pipet tetes tepat di atas jaringan.
Inkubasi jaringan dilanjutkan di dalam larutan 3 H
2
O
2
Inkubasi dilanjutkan di dalam larutan blocking blocking solution selama satu jam pada suhu ruang. Larutan blocking dibuat dengan cara melarutkan susu
skim skim milk ke dalam PBS, dengan perbandingan 0,1 g susu skim dalam 100 ml PBS. Larutan blocking sebanyak 100-
400 μL diteteskan tepat di atas jaringan dengan mikropipet.
dengan cara diteteskan. Inkubasi ini dilakukan selama 10 menit. Setelah itu, inkubasi
dilakukan di dalam akuades lagi dengan cara diteteskan tepat di atas jaringan. Inkubasi ini dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing selama 5 menit.
Inkubasi dilanjutkan di dalam larutan PBS phosphate buffer saline selama 5 menit. PBS berperan sebagai larutan pencuci wash buffer, yaitu melarutkan
larutan yang telah direaksikan pada jaringan dengan cara meneteskan PBS tepat di atas jaringan. PBS dibuat dengan cara melarutkan tablet PBS ke dalam akuades,
dengan perbandingan satu tablet PBS dilarutkan dalam 100 ml akuades. Pada pembuatan PBS, ditambahkan Tween 20 sebanyak satu tetes. Tween 20 berperan
sebagai deterjen, yaitu untuk menyatukan antara PBS dengan protein target. Tween 20 juga dapat membersihkan protein-protein lain yang bukan target,
sehingga memperjelas pengamatan protein target.
Inkubasi selanjutnya adalah inkubasi jaringan dalam larutan antibodi primer pada suhu 4°C suhu kulkas selama semalam. Antibodi primer dengan
pengenceran 1:100 sebanyak 100- 400 μL diteteskan tepat di atas jaringan dengan
mikropipet. Inkubasi ini bertujuan mengefektifkan reaksi antara antigen yang terdapat pada jaringan dengan antibodi primer reaksi Ag-Ab. Pada penelitian
ini, antibodi primer yang digunakan ada dua macam, yaitu antibodi anti-CD31 dan antibodi antikaspase-3.
Setelah semalam, larutan antibodi primer dilarutkan dengan PBS dan diinkubasi dalam larutan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit.
Selanjutnya, jaringan diinkubasi dalam larutan antibodi sekunder selama 30 menit pada suhu ruang. Antibodi sekunder dengan pengenceran 1:1000 sebanyak
100- 400 μL diteteskan tepat di atas jaringan dengan mikropipet. Inkubasi ini
bertujuan mengefektifkan reaksi antara antibodi primer yang sudah terikat pada jaringan dengan antibodi sekunder reaksi Ag-Ab. Pada penelitian ini, antibodi
sekunder yang digunakan adalah antibodi goat antirabbit yang dilabel dengan enzim HRP horseradish peroxidase. Larutan antibodi sekunder dilarutkan dan
dilanjutkan dengan menginkubasi jaringan dalam larutan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya, jaringan diinkubasi dengan larutan
DAB diaminobenzidine sebagai substrat bagi enzim HRP. DAB harus disiapkan dalam keadaan segar. DAB dibuat dengan mengencerkan larutan stok DAB
dalam pelarut DAB dengan perbandingan 1:10. Reaksi antara DAB dan enzim HRP menghasilkan warna coklat. Larutan DAB dilarutkan dari jaringan dengan
akuades. Jaringan diinkubasi dalam akuades selama 5 menit. Setelah itu, jaringan diinkubasi dengan larutan hematoksilin selama 5-10 menit. Menurut
Panigoro et al. 2007, hematoksilin merupakan salah satu pewarna yang baik untuk diagnosis histopatologik, karena hematoksilin berperan mewarnai nukelus
dan jaringan terkalsifikasi dengan warna ungu. Inkubasi jaringan berlanjut dalam akuades sebanyak dua kali, masing-
masing 5 menit. Setelah inkubasi dengan akuades, langkah penting lain dalam metode imunohistokimia yang termasuk ke dalam bagian pewarnaan staining
adalah dehidrasi, penjernihan dan penutupan jaringan pada gelas objek mounting Panigoro et al. 2007, Cell Signaling Technology 2007.
Proses dehidrasi dilakukan dengan menginkubasi jaringan dalam larutan etanol pro-analysis dengan konsentrasi bertingkat, mulai dari konsentrasi rendah
ke tinggi. Konsentrasi etanol yang digunakan adalah 70, 80, 96 dan 100. Inkubasi dilakukan masing-masing selama tiga menit. Setelah inkubasi dalam
etanol 100, jaringan diinkubasi dalam larutan xylol selama 3 menit. Selanjutnya, jaringan siap ditutup dengan media penutup dan gelas penutup.
Proses penutupan jaringan dilakukan dengan cara meneteskan media penutup secukupnya pada jaringan di gelas objek, sebelum xylol menguap. Selanjutnya,
gelas penutup diletakkan di atas jaringan dan ditekan perlahan dengan ujung pinset atau kuas kayu untuk mengeluarkan gelembung udara yang masih terdapat
pada gelas objek. Media penutup tersebut akan mengeras sehingga gelas objek
dapat disimpan pada kotak preparat Panigoro et al. 2007. Selanjutnya, sediaan histologis siap diamati di bawah mikroskop dan direkam dengan foto digital.
Perubahan histopatologi yang terlihat pada jaringan berdasarkan pewarnaan IHK dikelompokkan berdasarkan dua parameter, yaitu rata-rata jumlah
dot untuk warna coklat DAB yang terlokalisasi dan rata-rata tingkat kepekatan untuk DAB yang tidak terlokalisasi karena membentuk area berwarna coklat.
Warna coklat DAB yang terlokalisasi dihitung berdasarkan jumlah dot yang teramati pada tiap lapang pandang. Warna coklat DAB yang tidak terlokalisasi
dihitung berdasarkan analisis semikuantitatif. Hal ini dilakukan dengan memberikan skor terhadap tingkat kepekatan warna coklat pada area yang
terbentuk Kanter et al. 2004 yang dimodifikasi, Suja et al. 2009 yang dimodifikasi. Skor IHK pada penelitian ini meliputi 0 tidak terdapat area
berwarna coklat, 0, 1 warna coklat sangat kurang pekat, + 1-20, 2 warna coklat kurang pekat, + 21-40, 3 warna coklat agak pekat, + 41-60, 4 warna
coklat pekat, + 61-80, dan 5 warna coklat sangat pekat, + 81-100. Hal ini sebagaimana Kanter et al. 2004 yang memberi skor pewarnaan IHK secara
semikuantitatif dengan rincian skor 0 tidak ada warna, 1 lemah, 2 cukup kuat, 3 kuat, dan 4 sangat kuat. Suja et al. 2009 memberi skor pewarnaan IHK
dengan perkiraan persentase kepekatan warna coklat hasil reaksi enzim HRP dan DAB yang ditunjukkan dengan tanda positif +. Skor Suja et al. 2009 meliputi
0 tidak ada warna, 1-30 +, 30-60 ++, dan 60-100 +++.
3. 4. Analisis Data