Standar Desain Manajeman Penangkaran PSSP

92 bentuk pengkayaan lingkungan dapat ditambahkan pada kandang penangkaran. Penambahan bentuk pengkayaan lingkungan tersebut dapat berupa : a. Penambahan aksen-aksen seperti bambu, batang pohon yang melintang secara horizontal dengan ukuran yang cukup besar di kedua kandang dimaksudkan untuk membiasakan Owa Jawa untuk melakukan pergerakan pada bentuk batang pohon atau melakukan istirahat pada bentuk pengkayaan tersebut b. Penumbuhan tumbuhan bawah pada lantai kandang dengan pemotongan tinggi tumbuhan bawah secara teratur, hal ini dimaksudkan untuk dapat meminimalkan pergerakan bipedal beberapa individu pada lantai kandang. c. Peletakan perangkat auditory pada kandang, upaya memperdengarkan rekaman suara individu Owa Jawa di alam perlu dilakukan sebagai bagian dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan melalui proses ini setiap inividu akan mencoba meniru stimulus tersebut. d. Penanaman pohon pakan disekitar kandang, pohon pakan diprioritaskan berupa jenis buah-buahan hutan yang dapat dimanfaatkan buah dan daunnya. Pada ketinggian tertentu dilakukan maintenance dengan melakukan pemotongan pada cabang-cabang pohon tertententu sehingga pertumbuhan tajuk akan lebih mengarah ke kandang dan Owa Jawa dalam kandang dapat meanfaatkan jenis tumbuhan tersebut sebagai pakan melalui pengambilan pada sela-sela kawat kandang. 2. Manajeman pakan Terkait dengan manajamen pakan, pengaturan pemberian pakan komersil dan non komersil harus segera diupayakan. Pengaturan pemberian pakan kedua jenis ini secara rutin dilakukan dengan maksud meningkatan proporsi konsumsi pakan non komersil pada Owa Jawa dari waktu ke waktu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan : a. Mengurangi kuantitas pemberian pakan komersil menurut ritme waktu tertentu. Sebagai contoh pada tahun pertama dan kedua pemberian pakan non komersil dapat diupayakan dengan mencampurnya pada jenis pakan komersil. Perbandingan pakan komersil dan non komersil adalah 75 pakan komersil dan 25 pakan non komersil. Memasuki tahun ketiga dan 93 keempat, proporsi pemberian pakan komersil dan non komersil dibuat sama yaitu 50 pakan komersil dan 50 pakan non komersil. Pada tahun ke lima proporsi dibuat terbalik, pemberian pakan dilakukan dengan membalik proporsi pakan seperti tahun ke satu dan kedua. Namun pemberian pakan tambahan seperti vitamin perlu juga diupayakan. b. Pemberian pakan dilakukan sealami mungkin, pembelajaran dilakukan dengan meminimalisir penyiapan pakan oleh petugas. Sebagai contoh pada tahap pertama jenis pakan-pakan yang memiliki kulit buah dibiarkan masih mengandung kulit buah, setengah kulit dikupas dan setengahnya lagi dibiarkan aktivitas pemotongan terhadap pakan tetap dilakukan. Pada tahap selanjutnya, kulit buah dikupas sedikit atau tidak sama sekali, pemotongan pakan tidak dilakukan dan pakan dibiarkan dengan ukuran sebenarnya. Namun sebelum masuk pada tahap-tahap tersebut, sebaiknya dicobakan penggunaan alat simualsi seperti peletakan pakan dalam kotak atau botol berisi air, hal ini dimaksudkan untuk melihat dan membiasakan pembelajaran mengolah pakan dengan cara mengambil pakan pada kotak tertutup atau botol air tersebut. c. Pengupayaan penggantian formulasi pakan berupa monkey chow dilakukan dengan pakan hidup berupa serangga, namun sebelum mencobakan pakan berupa serangga tersebut, hendaknya penggantian pakan dicobakan dengan membuat formulasi pakan yang mudah didapatkan, misalnya pemberian pakan yang tinggi akan kandungan protein nabati berupa tempe dan telur puyuh protein hewani. d. Penimbangan bobot pakan sebelum diberikan hendaknya dilakukan berdasarkan kebutuhan kualitas dan kuantitas pakan perbobot badan individu Owa Jawa. 3. Manajeman kesehatan Pemantauan kesehatan individu terutama bagi individu yang hingga saat ini diketahui negatif hepatitis harus lebih diprioritaskan, hal ini terkait dengan ketidaklayakan individu Owa Jawa yang memiliki penyakit seperti hepatitis untuk dilepasliarkan ke habitat alaminya. 94 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari kegiatan penelitian ini adalah : 1. Urutan aktivitas yang ditunjukkan oleh kelompok Owa Jawa yang terdapat di PSSP dan hutan rasamala hampir sama, namun aktivitas bersuara rendah pada kelompok Owa Jawa di PSSP. Perbedaan perilaku lain yang signifikan adalah perilaku bergerak, beberapa Owa Jawa di PSSP sering melakukan pergerakan secara bipedal Individu OJ dan JLO dan hal ini jarang terjadi pada Owa Jawa di hutan rasamala. Proporsi terbesar aktivitas dan perilaku di PSSP dan hutan rasamala yaitu pada aktivitas dan perilaku makan, dengan presentase mencapai 15,63-39,72 di PSSP dan 15,43-42,57 di hutan rasamala. Aktivitas dan perilaku terendah yaitu pada aktivitas bersuara, dengan presentase aktivitas dan perilaku bersuara di PSSP 0- 0,14 dan di hutan rasamala mencapai 0-0,75. 2. Jenis pakan yang paling disukai di PSSP yaitu jeruk dan di Hutan rasamala yaitu daun rasamala. Konsumsi bahan kering BK, lemak dan energi di PSSP lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Owa Jawa di hutan rasamala. Namun dalam hal konsumsi gizi berupa serat kasar dan protein kelompok hutan rasamala mengkonsumsi zat gizi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Owa Jawa di PSSP. Berdasarkan data bobot badan pada kelompok Owa Jawa di PSSP, dapat diestimasi konsumsi BK pada kelas umur dewasa mencapai 3 dari bobot badan dan 7 dari bobot badan untuk kelas umur anak. Konsumsi energy pada kelas umur remaja dan dewasa mencapai 30-50 Kalkg BB, kebutuhan ini untuk menunjang aktivitas harian remaja serta aktivitas reproduksi pada kelas umur dewasa. Walaupun demikian kedua kelompok ini masih menunjukan kecukupan zat gizi, hal ini tampak dari kemampuan tumbuh, reproduksi dan merawat anak menyusui. 95 3. Kesiapan pelepasliaran individu atau kelompok yang terdapat di PSSP masih membutuhkan berbagai tindakan manajeman yang lain untuk siap dilepasliarkan terkait aspek perilaku, pakan dan kesehatan.

6.2. Saran

Saran yang dapat diberikan sebagai pertimbangan dalam rangka program pelepasliaran Owa Jawa ke habitat alaminya dalam manajeman PSSP adalah : 1. Perumusan mengenai tujuan program yang diusung harus jelas, lebih dititik beratkan pada breeding atau release program atau kombinasi dari kedua program tersebut. Jika merupakan kombinasi keduanya, hendaknya disiapkan sedini mungkin proses pengenalan pakan, kelompok sosial dan aktivitas dan perilaku bersuara bagi individu muda OO dan calon anakan lainnya seperti manajamen di Javan Gibbon Center. 2. Pemantauan kesehatan individu terutama bagi individu yang hingga saat ini diketahui negatif hepatitis harus lebih diprioritaskan, hal ini terkait dengan ketidaklayakan individu Owa Jawa yang memiliki penyakit seperti hepatitis untuk dilepasliarkan ke habitat alaminya. 3. Individu OJ dan JLO harus dipisahkan satu dengan lainnya termasuk dengan kelompoknya. Pembuatan kandang baru merupakan salah satu solusi terbaik untuk meminimalisir kemungkinan inbreeding perkawinan sedarah antara dua individu ini atau konflik sosial dengan kelompok lainnya. 4. Perumusan desain penangkaran dengan tujuan pelepasliaran diarahkan pada aspek-aspek kesiapan bertahan hidup dialam. Desain dibuat melalui tiga sistem perencanaan, yaitu manajeman perencanaan tapak dalam hal ini terkait pengkayaan lingkungan, manajeman pakan dan kelompok serta manajeman kesehatan.