Bio-Fisik Kawasan Ekosistem Laboratorium dan Kegiatannya

30 pegunungan atas. Pepohonan di puncak Gunung Gede memiliki batang yang lebih kurus, memiliki kerapatan yang lebih tinggi, serta ditumbuhi lumut lebih banyak dibandingkan keadaan hutan di puncak Gunung Pangrango. g. Ekosistem Hutan Tanaman Jenis Damar Agathis lorantifolia merupakan tanaman dominan dalam ekosistem ini. Jenis ini ditanam pada tahun 1920 di wilayah Situ Gunung dengan luas 2,5 ha TNGP 2005. Flora dan Fauna TNGP dikenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan dan peneliti karena memiliki potensi hayati yang tinggi, utamanya keanekaragaman jenis flora. Di kawasan ini hidup lebih dari 1.000 jenis flora, dimana jenis-jenis yang tergolong tetumbuhan berbunga Spermatophyta berjumlah sekitar 900 jenis, tetumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai jenis ganggang, spagnum, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya. Pohon rasamala terbesar dengan diameter batang 150 cm dan tinggi 40 m dapat ditemukan di kawasan ini di sekitar jalur pendidikan pada wilayah Pos Cibodas. Jenis puspa terbesar dengan diameter batang 149 cm dan tinggi 40 m terdapat di jalur pendakian Selabinta – Gunung Gede, sedangkan pohon Jamuju terbesar ditemukan di wilayah Pos Bodogol. Selain pepohonan raksasa, di kawasan ini juga terdapat jenis-jenis tetumbuhan yang unik dan menarik, seperti: Kantong semar Nepenthes gymnamphora, bunga Rafflesia Rafflesia rochusseni dan bunga Sembilan tahun Strobilanthus cernua yang berbunga sekali sembilan tahun TNGP 2005. Keanekaragaman flora di kawasan ini membentuk keanekaragaman habitat bagi berbagai jenis satwaliar, seperti mamalia, reptilia, amfibia, aves, insekta, dan kelompok satwa tak bertulang belakang. Dari kelompok burung Aves, di dalam kawasan TNGP hidup 251 jenis atau lebih dari 50 jenis-jenis burung yang hidup di Jawa. Salah satu diantaranya yang merupakan jenis endemic dan sangat langka adalah elang jawa Spizaetus bartelsi. Dari kelompok mamalia tercatat sekitar 110 jenis yang terdapat dalam kawasan TNGP, di antaranya owa jawa Hylobates moloch yang langka, endemik dan unik; Anjing hutan Cuon alpinus yang sudah semakin langka serta Kijang 31 Muntiacus muntjak. Selain itu, terdapat pula serangga insekta lebih dari 300 jenis, reptilia sekitar 75 jenis, katak sekitar 20 jenis, dan berbagai jenis binatang lunak molusca TNGP 2005. Topografi Kawasan TNGP merupakan rangkaian gunung berapi, yaitu Gunung Gede 2.958 m dpl dan Gunung Pangrango 3.019 m dpl yang merupakan dua dari tiga gunung berapi tertinggi di Jawa Barat. Topografinya bervariasi, mulai dari landai hingga bergunung dengan kisaran ketinggian antara 700 - 3.000 m dpl. Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai pada kedua kawasan tersebut. Sebagian besar kawasan TNGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan daerah rawa, utamanya di daerah Cibeureum yaitu Rawa Gayonggong TNGP 2005. Pada bagian selatan kawasan, yaitu daerah Situ Gunung, memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapat bukit-bukit misalnya bukit Masigit dengan kemiringan lereng sekitar 20 – 80. Kawasan Gunung Gede yang berada di bagian Timur dihubungkan dengan Gunung Pangrango di bagian barat oleh punggung bukit yang berbentuk tapal kuda sepanjang ±2.500 m, dengan sisisisinya yang membentuk lereng-lereng curam berlembah menuju dataran Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Di bawah puncak Gunung Pangrango ke arah Barat laut terdapat kawah mati berupa alun-alun seluas 5 ha dengan diameter ±250 m, sedangkan di Gunung Gede masih ditemukan kawah aktif. Ke arah Timur dari Gunung Gede sejajar dengan punggung gunung terdapat Gunung Gumuruh yang merupakan dinding kawah pegunungan tua yang terpisahkan oleh alun-alun Suryakancana pada ketinggian sekitar 2.700 m. Alun-alun Suryakencana memiliki panjang ±2 km dengan lebar ± 200 m, membujur ke arah Timur laut – Barat daya TNGP 2005. 32 Tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan jenis tanah adalah bahan induk, topografi, iklim dan vegetasi. Bahan induk merupakan bahan batuan yang telah terlapukkan dari bebatuan geologi yang didominasi oleh batuan vulkanik tersier dan kuarter. Kondisi iklim dengan curah hujan yang relatif tinggi 3.000 mmtahun mempercepat proses pelapukan bahan induk dan proses pencucian unsur-unsur hara. Proses ini dipercepat pula dengan keadaan topografi yang curam sampai dengan sangat curam. Dengan merujuk Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat dengan skala 1:250.000, jenis-jenis tanah yang mendominasi kawasan TNGP adalah latosol coklat, asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, kompleks regosol kelabu dan litosol, abu pasir, tuf, dan batuan vulkanik intermediet sampai dengan basis TNGP 2005. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, curah hujan di dalam kawasan TNGP termasuk dalam Tipe A Nilai Q = 5 - 9 . Curah hujan yang tinggi dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 3.000 – 4.200 mm menyebabkan kawasan ini menjadi salah satu daerah terbasah di Pulau Jawa. Suhu udara rata-rata di puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango pada siang hari berkisar 10°C dan di Cibodas berkisar 18°C, sedangkan pada malam hari suhu udara di puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango berkisar 5°C. Pada musim kering atau kemarau, suhu udara di puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango bisa mencapai 0°C. Kelembaban udara cukup tinggi, yaitu antara 80 – 90, sehingga memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis lumut pada batang, ranting dan dedaunan pada pepohonan yang ada. Pada hutan pegunungan berketinggian antara 1.500 - 2.000 m dpl, kelembaban yang tinggi menyebabkan terhambatnya aktivitas biologis dan pelapukan kimiawi tanah sehingga terbentuk jenis tanah yang kh as yaitu “peaty soil”. Secara umum, angin yang bertiup di kawasan ini merupakan angin muson yang berubah arah menurut musim. Pada musim hujan, utamanya pada bulan Desember – Maret, angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan cukup tinggi dan seringkali mengakibatkan kerusakan hutan. Di sepanjang musim kemarau, angin bertiup dari arah Timur laut dengan kecepatan rendah. 33 Hidrologi Merujuk Peta Hidro-Geologi Indonesia skala 1 : 250.000 Dit Geologi Tata Lingkungan 1986, sebagian besar kawasan TNGP merupakan akuifer daerah air tanah langka dan sebagian kecil merupakan akuifer produktif sedang dengan sebaran yang luas. Akuifer produktif ini memiliki keterusan yang sangat beragam. Umumnya air tanah tidak tertekan dengan debit air kurang dari 5 literdetik. Daerah yang paling produktif kandungan air tanahnya adalah daerah kaki Gunung Gede, yaitu Cibadak Sukabumi dengan mutu yang memenuhi persyaratan untuk air minum dan air irigasi. Akuifer terpenting di daerah ini adalah bahan lepas hasil produk gunung berapi, seperti tufa pasiran, lahar maupun lava vesikuler. Secara berangsur, produktifitas akuifer di daerah lereng Gunung Gede makin membesar ke arah kaki gunungnya. Hal ini disebabkan oleh aliran tanah dari daerah puncak bergerak secara alami ke arah kaki gunung, yang didukung pula oleh tahanan batuan sedimen terlipat yang lebih tua di daerah Sukabumi yang bertindak sebagai penghalang aliran air tanah. TNGP merupakan hulu dari 55 sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Aliran-aliran kecil mengalir dari dinding kawah menuju ke bawah dan menghilang pada tanah vulkanik yang mempunyai porositas tinggi. Umumnya, kondisi sungai-sungai di dalam kawasan ini masih terlihat baik dan belum rusak oleh manusia. Kualitas air sungai cukup baik dan merupakan sumber air utama bagi kota-kota yang terdapat di sekitarnya. Lebar sungai di hulu berkisar 1 – 2 m dan di hilir mencapai 3 - 5 m dengan debit air yang cukup tinggi. Kondisi fisik sungai ditandai dengan kondisi yang sempit dan berbatu besar pada tepi sungai bagian hilir TNGP 2005.

3.3.3. Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol PPKAB

Kawasan Resort Bodogol merupakan salah satu kawasan yang termasuk dalam Seksi Konservasi Wilayah II Bogor, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Resort Bodogol memiliki luas keseluruhan lebih kurang 2.600 ha 26 km 2 , sedangkan daerah studi yang digunakan dalam penelitian-penelitian lapangan di Bodogol mencakup 300 ha 3 km 2 . Letak hutan Bodogol secara geografis adalah antara 6 32’ – 6 34’ LS dan 106 56’ BT. Ketinggian berkisar antara 700-1500 m dpl dan memiliki tofografi berupa perbukitan yang berjajar 34 memanjang dari Timur ke Barat. Di studi area Bodogol, curah hujan rata-rata setiap bulan berkisar 312,2 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada Desember yaitu 733 mm dengan suhu minimum rata-rata 180 C dan suhu maksimu rata-rata 320 C. Dalam kawasan Resort Bodogol masih dijumpai satwa- satwa yang dilindungi dan berada di ambang kepunahan seperti Owa Jawa Hylobathes moloch, Surili Presbytis comata, Kukang Jawa Nycticebus javanicus, Elang Jawa Spizaetus bartelsi dan Macan tutul Pantera pardus. Untuk lebih meningkatkan peran TNGGP dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati, maka diperlukan peran serta berbagai pihak untuk turut serta dalam mewujudkannya. Melalui konsorsium pendidikan konservasi alam Bodogol pada tahun 1998 berdiri Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol PPKAB yang diprakarsai oleh Conservation International Indonesia, Balai