Unit Karantina dan Penangkaran Prosedur Karantina di PSSP LPPM-IPB

21 3. Dilakukan uji tuberkulinasi dengan Mamalian Old Tuberculin dosis 1500 IU per ekor secara intra dermal di kolopak mata dan pengambilan sampel feses untuk pemeriksaan bakteriologis Salmonella sp, Shigella sp, parasitologi dan pengambilan darah untuk uji serologis dan virology serta parasit. 4. Hewan diberikan vitamin bila terlihat kurus seperti kombinasi hematopan 0.5 ml per ekor dengan biosalamin 0.5 ml per ekor. 5. Hewan kemudian ditempatkan di dalam kandang-kandang individual di ruang karantina. 6. Selama periode karantina hewan, uji tuberkulinasi dilakukan selama 2 minggu sekali. Jika terbukti positif uji tuberkulinasi hewan harus dieuthanasi. Hewan dengan status dilindungi harus diobati dengan regimen pengobatan TBC manusia. 7. Hewan diberikan prophilaksis anti parasit yaitu ivomec ivormectin 1 200 gkg berat badan secara subkutan. Sekurang-kurangnya 2 kali selama masa karantina dan diulang sebelum hewan dikeluarkan dari karantina. 8. Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali hewan disedasi. Prosedur ini sesuai dengan penerimaan dan karantina menurut Butler et al. 1995. Prosedur Penggunaan Hewan coba di PSSP LPPM-IPB Penelitian yang akan menggunakan hewan laboratorium untuk penelitian, pengujian atau training sebelumnya harus disetujui oleh Komisi Etik atau ACUC Animal Care and Use Committee yang sekurang-kurangnya terdiri dari seorang peneliti Scientisi, seorang dokter hewan dan satu orang awam yang bukan penelitipengguna hewan atau tidak berafiliasi dengan lembaga PSSP. Lamanya persetujuan diterimanya proposal tergantung pada jenis penelitiannya dimana waktu yang paling cepat 1 minggu hingga yang paling lama 3 minggu. Proposal dapat disetujui, disetujui bersyarat, ditolak biasanya berkaitan dengan ketidaktersediaan fasilitas yang memadai, misal biosafety level 3. Pemeriksaan Kesehatan Hewan di Karantina dan Penangkaran Selama hewan berada di karantina, penangkaran maupun di fasilitas penelitian dilakukan pemeriksaan harian dan berkala. Pemeriksaan harian general checking dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi hari jam 07.30-08.00 22 dan pada sore hari jam 13.30-14.00. Pada pemeriksaan tersebut yang diamati adalah : 1. Keadaan umum hewan. Dilihat aktifitasnya apakah hewan lincah, lesu atau meringkuk di kandangnya. Pada kandang kelompok biasanya hewan yang sakit akan memisahkan diri dari kelompoknya dan sering berada di lantai kandang. 2. Pemeriksaan nafsu makan dapat dilihat dari sisa monkey chow atau buah- buahan seperti pisang, jambu yang tertinggal di kandang individual maupun di kandang kelompok gang cage. Pada kandang individual observasi lebih mudah dilakukan dibandingkan kandang kelompok karena hanya berisi 1-2 ekor hewan pair housing tiap kandangnya. 3. Pemeriksaan feses meliputi pengamatan konsistensi fesesnya apakah padat normal N, agak lembek NF ataupun diarrhea water DW. Pada kandang kelompok observasi lebih sulit dilakukan karena banyaknya jumlah hewan. Biasanya observasi pada kandang kelompok dilihat kotor atau tidaknya daerah sekitar anus dan ekornya. 4. Pemeriksaan luka pada tubuh hewan. Hewan pada kandang kelompok lebih rawan untuk terluka dibandingkan yang dikandangkan dalam kandang individual, dimana kejadian untuk dapat terjadi kontak langsung dengan hewan lain lebih kecil daripada berada di kandang kelompok karena itu harus selalu dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya luka akibat berkelahi ataupun ha lainnya. Namun luka pada hewan yang dikandangkan individu masih dapat terjadi akibat abnormalitas perilaku ataupun akibat rusaknya kandang. 5. Keadaan yang juga harus diperhatikan adalah adanya nasal dischrge, batuk, eye discharge, menstruasi, muntah dan sebagainya. 6. Pemeriksaan fasilitas, kerusakan kandang, exhaust, fan, saluran air, lampu, hama pest dan lain-lain. 23 Pemeriksaan berkala dilakukan setiap 2 minggu sekali untuk di karantina dan 3 bulan sekali untuk hewan non-karantina di fasilitas hewan penelitian dan penangkaran yang meliputi : 1. Penimbangan berat badan. Pengecekan kenaikan atau penurunan berat badan seiring dengan pertambahan usia. 2. Pemeriksaan kebuntingan umumnya dilakukan dengan palpasi abdominal. Palpasi dapat dilakukan pada saat umur kebuntingan mencapai 25 hari, seperti dijelaskan dalam Tabel 4. Tabel 4. Interpretasi palpasi dan umur kebuntingan Diameter uterus mm Hari kebuntingan rata-Rata Kisaran Keterangan 20 7-10 0-21 Sukar didiagnosa 25 18 11-33 Uterus terasa lunak hari ke 21 fundus uteri terasa 30 35 28-40 Fundus terasa menyerupai balon 35 42 36-45 Lebih berkembang 40 45 40-53 Hampir sama 45 48 48-65 Balon lebih memenuhi ruang abdomen 50 62 54-70 Bentuk uterus mudah dikenali dengan tekanan 55 70 59-70 Fetus dapat dipalpasi Sumber : Wolff, 1991 a. Pemeriksaan umur dapat ditentukan dengan melihat gigi geligi Tabel 5. Susunan gigi geligi dan estimasi umur Gigi Umur dalam bulan Molar I 18-24 Incisivus I 26-36 Incisivus I 33-40 Molar II 38-48 Caninus 44-48 Premolar I 44-57 Premolar II 44-58 Molar III 78-90 Sumber : Wolff, 1991 Keterangan : I Incisivus : gigi seri P Premolar : gigi geraham depan C Canine : gigi taring M Molar : gigi geraham belakang 24 b. Uji Tuberkulinasi dilakukan untuk mengetahui status infeksi terhadap Mycobacterium penyebab TBC Mycobacterium tuberculosis, M.bovis. uji tuberkulinasi di karantina dilakukan setiap 2 minggu sekali sedangkan di fasilitas hewan penelitian dilakukan setiap 3 bulan sekali. Infeksi terjadi melalui inhalasi, ingesti dan tusukan jarum. Reaksi yang terjadi pada uji ini adalah reaksi delayed hypersensitivity hypersensitivitas tipe IV. Interpretasi pembacaan hasil uji tuberkulinasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Interpretasi hasil uji tuberkulinasi Hasil Tanda-tanda yang terlihat Negatif - Grade 0 Tidak ada kelainan Grade 1 Terjadi memar dan perembesan darah pada kelopak mata, yang disebabkan oleh tujukan jarum biasanya terjadi Grade 2 Terjadi eritema pada sisi tusukan jarum tanpa ada kebengkakan Dibius +- Grade 3 Terjadi kebengkakan minimal tanpa atau dengan eritema Positif + Grade 4 Terjadi kebengkakan pada kelopak mata dengan kelopak mata yang jatuh droopy kebawah sampai hampir menutup dan eritema Grade 5 Terjadi kebengkakan kelopak mata disertai dengan nekrosis dan penutupan kelopak mata. Sumber: Butler, et al 1995. Setelah penyuntikan diamati pada 24, 48 dan 72 jam untuk mengetahui reaksi uji. Jika terjadi hasil yang positif maka hewan tersebut di euthanasia. Hewan yang dilindungi akan diobati. Hasil dubius ulang atau dilakukan uji lain untuk konfirmasi misalnya roentgent. c. Pemberian antiparasit dilakukan pada saat hewan masuk ke karantina sebanyak 3 kali uji TB I, II dan saat karantina berakhir. Pemberian obat cacing di koloni penangkaran dan penelitian dilakukan setiap 6 bulan sekali. Obat cacing yang digunakan adalah ivermectin dengan dosis 200 gkg berat badan. Sistem Perkandangan di Karantina dan Penangkaran PSSP LPPM-IPB Hewan yang berada di karantina PSSP LPPM-IPB ditempatkan dalam kandang individual. Kandang yang digunakan berupa kandang stainless steel yang memiliki sisi belakang yang dapat ditarik sebagai kandang jepit yang akan mempermudah prosedur penangkapan, pembiusan dan pengobatan hewan. 25 Kandang individu ditempatkan dalam bangunanruangang yang tertutup, sehingga terlindungi dari cuaca dan lingkungan luar. Udara yang masuk dan keluar ruangan harus menggunakan sistem tertentu, untuk membatasi paparan bibit penyakit yang akan membahayakan hewan dan manusia. Sistem tertutup ini diperlengkapi dengan exhaust untuk menjaga sirkulasi udara dan menjaga agar perubahan temperatur dan kelembaban tidak terlalu tinggi. Ruangan dilengkapi dengan lampu yang dilengkapi pengatur otomatis agar selama 12 jam menyala dan 12 jam mati. Karantina satwa primata selama 90 hari sesuai dengan syarat dari Code of Federal Regulations tahun 1987 dan waktu ini dinilai cukup untuk mendeteksi adanya penyakit pada primata Butler et al. 1995. Fasilitas Hewan Penelitian menggunakan 3 macam kandang yang berbeda, yaitu kandang koral semi terbuka, kandang kelompok gang cage dan kandang individu. Kandang koral merupakan kandang semi terbuka dengan sebagian tempat beratap sebagai tempat berlindung apabila cuaca buruk. Udara dapat keluar masuk secara bebas termasuk sinar matahari pun dapat masuk ke ruangan ini. Luas minimum kandang koral adalah 2 hektar tanpa adanya penghalang yang permanen, dimana pada kandang koral terdapat 2 macam daerah yaitu yang ditumbuhi rumput dan berupa peralatan bersemen untuk meletakkan makanan monyet. Di dalam kandang disediakan beberapa panggung dan tonggak kayu untuk satwa bermain-main dan terhindar dari hujan serta terik matahari Sajuthi 1983. Luas kandang koral di Fasilitas Hewan Penelitian Lodaya adalah 15 m x 8.5 m untuk menampung kapasitas hewan yang lebih sedikit. Di Fasilitas Hewan Penelitian Lodaya terdapat 2 kandang koral dengan 2 macam lantai yaitu batu pengayaan lingkungan dan daerah berlantaikan keramik yang atapnya tertutup. Dalam kandang ini hewan dibiarkan hidup bebas dan berkembang biak secara alami. Pemberian air minim menggunakan system air otomatis. Pakan ditempatkan di beberapa “feeders”. Kandang kelompok gang cage beralaskan keramik, dinding terbuat dari stainless steel dan beratap dengan luas 5.2 m x 4.15 m = 21.58 m. Didalam kandang ini digantungkan secara bersambung rantai dan mainan yang digunakan monyet untuk bermain-main. 26 Kandang individual dipergunakan untuk hewan yang sakit atau yang menderita abdormalitas perilaku yang membahayakan koloni seperti mencuri anak dari indukan lain infant stealling atau hewan yang terlalu agresif sehingga menyerang anakan bahkan sampai membunuhnya infanticide. Sistem Pembersihan Kandang di Karantina dan Penangkaran PSSP LPPM IPB Sistem pembersihan kandang yang dilakukan adalah dengan sistem basah. Pembersihan kandang dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari jam 07.30 sampai selesai dan sore hari pada jam 13.30 sampai selesai. Lantai kandang dan tempat minum pada umumnya disikat, dan kotoran yang ada dikumpulkan dan dibuang. Limbah yang terkumpul selanjutnya dialirkan ke septic tank. Pembersihan kandang selalu dilakukan sebelum pemberian makan. Lantai kandang juga disemprotkan dengan desinfektan setiap minggu. Sistem Pemberian Makan dan Minum di Penangkaran PSSP LPPM-IPB Pakan yang diberikan adalah pakan yang sudah diketahui komposisi, jumlah dan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan oleh satwa. Pakan yang diberikan berupa biskuit Monkey Chow dengan kandungan serat kasar 5,18, protein kasar 27,20, lemak 4,90, kalsium 1,31 , phosphor 1,09 dan energi bruto 4.386,00 kalkg serta sebagai tambahan diberikan buah-buahan misalnya pisang, jambu batu, pepaya dan lain-lain. Air minum yang diberikan untuk primata adalah air bersih yang dianalisa setiap 3 bulan untuk kelayakan dikonsumsi. Pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 907MenkesSKVI2002 tanggal 29 Juli 2002 mengenai kualitas air minum yang layak untuk dikonsumsi. Air tersebut diperiksa baik secara fisika, kimia maupun mikrobiologi. Analisa secara fisika meliputi pemeriksaan; suhu, warna, kekeruhan, padatan terlarut TDS, bau dan rasa. Analisis secara kimia meliputi pemeriksaan pH, kesadahan total, klorida, nilai permanganat TOM, nitrit, nitrat, sulfat, besi, boron, klorin, arsen, barium, natrium, nikel, mangan, krom hehsavalen, kadmium, perak, selenium, seng, tembaga, timbal, raksa, fluorida, sianida dan aluminium. Analisa mikrobiologi meliputi pemeriksaan total koliform dan fecal koliform. Air minum 27 ini diberikan secara ad libitum selalu tersedia dan diganti setiap pagi dan sore. Hewan di kandang koral dan gang cage dialiri oleh sistem air otomatis. Pada hewan yang sakit memerlukan suplai vitamin maka dapat diberikan secara oral seperti multivitamin biolisin dengan dosis disamakan dengan dosis untuk anak-anak digunakan untuk hewan dewasa, sedangkan dosis untuk anakan ½ dosis hewan dewasa. Hewan dalam keadaan sakit yang serius harus diberikan vitamin dengan rute parenteral, misalnya diberikan injeksi IM kombinasi vitamin hematopan dengan dosis 0.5 ml per ekor dan biosalamin dengan dosis 0.5 ml per ekor. Lokasi 2 3.3. Sejarah Singkat TN Gunung Gede Pangrango TNGP Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGP merupakan salah satu dari beberapa kawasan konservasi yang pertama kali ditetapkan sebagai taman nasional di Indonesia berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980, yang kemudian ditetapkan secara administratif dengan SK Menteri Pertanian No. 736MentanX1982 yang meliputi kawasan hutan seluas 15.196 ha. Kawasan konservasi ini berasal dari penyatuan kawasan-kawasan Cagar Alam Cimungkad 56 ha, Cagar Alam Cibodas 1.040 ha, Kawasan Hutan Gede Pangrango 14.000 ha dan Taman Wisata Situ Gunung 100 ha. Kawasan TNGP merupakan perwakilan hutan hujan tropis dataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000 - 3.019 m dpl TNGP 2005. Sebagai kawasan konservasi yang ditunjuk sebagai taman nasional, TNGP memiliki fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh Balai TNGP berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.6186Kpts-II2002 tanggal 10 Juni 2002 yang selanjutnya diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03Menhut-II2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Pada tahun 1977, MAB- UNESCO menetapkan TNGP sebagai kawasan Cagar Biosfer berdasarkan 28 kekayaan keanekaragaman hayati serta keterwakilan ekologi dan biogeografi dari TNGP Soedjito 2004.

3.3.1. Letak dan Luas

Secara geografis, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGP Gambar 4 terletak di antara 106°51` - 107°02` BT dan 6°41’ - 6°51` LS. Secara administratif pemerintahan, wilayah TNGP tercakup dalam 3 tiga kabupaten, yaitu: Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Dalam pengelolaannya, TNGP dibagi ke dalam 3 wilayah pengelolaan, yaitu Wilayah Pengelolaan I Sukabumi, Wilayah Pengelolaan II Bogor, dan Wilayah Pengelolaan III Cianjur dengan 13 resort pemangkuan taman nasional. Batas kawasan TNGP adalah sebelah utara : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, sebelah barat : Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi, dan sebelah timur : Kabupaten Cianjur. Gambar 5. Peta kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kawasan TNGP pada awalnya memiliki luas 15.196 ha di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur 3.599,29 ha, Kabupaten Sukabumi 6.781,98 ha, dan Kabupaten Bogor 4.514,73 ha. Kawasan konservasi ini kemudian mengalami 29 perluasan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 174Kpts-II2003 tanggal 10 Juni 2003, dimana luas TNGP yang semula 15.196 ha diperluas menjadi 21.975 ha. Areal perluasan tersebut sebelumnya berfungsi sebagai hutan produksi, hutan rawang, hutan lindung, tanah terlantar, lahan garapan masyarakat dan lahan lain- lain yang diperuntukkan bagi keperluan persemaian. Kawasan TNGP hasil perluasan tersebut mencakup 3 kabupaten, yaitu Sukabumi 9.356,10 ha, Bogor 7.155,00 ha, dan Cianjur 5.463,90 ha. Dalam SK yang sama, ditetapkan pula panjang batas luar 375.198 m dan pal batas sebanyak 7.278 buah TNGP 2005.

3.3.2. Bio-Fisik Kawasan Ekosistem

Berdasarkan Rencana Pengelolaan TNGP Tahun 2005-2020, secara umum tipe-tipe ekosistem di dalam kawasan TNGP khususnya resort bodogol dapat dibedakan menurut ketinggiannya, antara lain a ekosistem hutan pegunungan bawah; b ekosistem hutan pegunungan atas; dan c ekosistem sub alpina. Selain ketiga tipe ekosistem utama tersebut, ditemukan pula beberapa tipe ekosistem khas lainnya yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat yaitu ekosistem hutan tanaman. a. Ekosistem Hutan Pegunungan Bawah dan Hutan Pegunungan Atas Tipe ekosistem hutan pegunungan bawah terdapat pada ketinggian 1.000 - 1.500 m dpl, sedangkan ekosistem hutan pegunungan atas terdapat pada ketinggian 1.500 – 2.400 m dpl. Pada umumnya, tipe ekosistem hutan pegunungan bawah dan pegunungan atas dicirikan oleh keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi, dengan pohon-pohon besar dan tinggi yang membentuk tiga strata tajuk hutan. Tinggi tajuk hutan di dalam kawasan TNGP sekitar 30 – 40 m, dan strata tertinggi didominasi oleh jenis-jenis Litsea spp. dan Castanopsis spp. b. Ekosistem Hutan Sub Alpina Tipe ekosistem ini terdapat pada ketinggian 2.400 – 3.019 m dpl, memiliki strata tajuk sederhana dan pendek yang disusun oleh jenis-jenis pohon kecil kerdil dengan tetumbuhan bawah yang tidak terlalu rapat. Keanekaragaman jenis vegetasi pada tipe ekosistem sub alpina ini lebih rendah dibandingkan kedua tipe ekosistem lain ekosisitem hutan pegunungan bawah dan hutan