Pengkayaan Objek Pengkayaan Lingkungan Enrichment
17
kemungkinan agresi atau traumatik akibat agresi oleh individu lain. Penyediaan barang-barang seperti tongkat, bola, mainan plastik diketahui mampu mengurangi
stres, timbulnya agresi dan traumatik pada satwa dalam kandang. Fitur tambahan dapat dibuat sealami mungkin atau dengan modifikasi
yang benar-benar tidak ditemui ketika satwa berada diluar habitat alaminya. Penyediaan fitur alami seperti kayu atau pohon-pohonan dalam kandang luar
memungkinkan satwa untuk bereksplorasi dengan fitur tersebut. Fitur buatan yang bersifat artifisial dibuat dengan maksud menciptakan kesenangan pada satwa
sehingga satwa terhindar dari rasa bosan, sebagai contoh adanya fitur seperti box kecil yang dimodifikasi sebagai tempat pakan memberikan manfaat dalam hal
terciptanya kondisi satwa yang tetap mampu melakukan aktivitas mencari makan foraging, selain itu penggunaan feeding puzzle atau mekanisme pemberian
hadiah berupa makanan merupakan salah satu cara terbaik untuk menghindarkan
satwa dari kebosanan Bloom Cook 1989 2.3. Persiapan Pelepasliaran
Terancamnya kelestarian Owa Jawa Hylobates moloch menyebabkan satwa endemik tersebut memerlukan upaya konservasi yang bermanfaat bagi
peningkatan jumlah populasinya di alam. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melepasliarkan Owa Jawa yang telah melalui proses rehabilitasi ke habitat
alaminya. Menurut Cyne 2004 rehabilitasi tidak dapat menggantikan proses pembelajaran seperti di alam, namun melalui rehabilitasi Owa Jawa dapat belajar
berbagai kemampuan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di alam. Baker 2002 menyatakan bahwa terdapat dua strategi pelepasan satwa liar ke habitat
alaminya reintroduksi yaitu soft release dan hard release. Strategi soft release atau uji coba pelepasan yang dilakukan dengan menempatkan satwa pada atau
berdekatan dengan titik pelepasan dan memberikan post monitoring support sebagai slah satu upaya mendukung aklimatisasi satwa. Strategi hard-release
dilakukan dengan menempatkan satwa di titik pelapasan tanpa disertai dengan post monitoring support.
Chebey 2004 menyatakan bahwa terdapat tiga kriteria keberhasilan rehabilitasi dan pelepasan Owa Jawa. Kriteria pertama yaitu satwa dapat hidup di
habitat alami yang diindikasikan dengan kemampuan mencari dan menemukan
18
pakan. Kriteria kedua yaitu terjaganya ikatan antar pasangan yang ditandai dengan terjadinya kopulasi. Kriteria ketiga yaitu dihasilkannya keturunan yang mampu
bertahan hidup. Tingkat keberhasilan pelepasan Hylobatidae yang telah dilakukan relatif rendah, yaitu hanya 11 dari 145 pelepasan. Fischer and Lindermayer
2000 melaporkan bahwa 87 pelepasan Hylobatidae yang telah dilakukan memiliki tingkat keberhasilan sebesar 25. Tingkat keberhasilan yang rendah
menunjukkan banyak individu yang tidak mampu bertahan hidup setelah pelepasliaran dilakukan. Menurut Cheyne 2004 tingkat keberhasilan rehabilitasi
dan pelepasan owa yang rendah disebabkan satwa tidak memenuhi kriteria kesiapan perilaku pelepasan dan tidak dilakukannya post monitoring support.
Ravasi 2004 menyatakan bahwa rehabilitasi Hylobates lar ungko lengan putih di Thailand telah melakukan pelepasan satu kelompok ungko lengan putih
yang terdiri atas 14 individu reintroduksi dalam rentan waktu 1993 hingga 1995. Berdasarkan post released monitoring diketahui bahwa satu individu mati dan 13
individu lainnya berpisah. Hasil serupa juga diperoleh saat melakukan post released monitoring terhadap sepuluh individu yang dilepaskan pada tahun 1996
hingga 2002, yaitu tiga individu dipindahkan dari lokasi pelepasan, tiga individu mati, dan empat individu berpisah. Ravasi 2004 dan Cheyne 2004 menyatakan
bahwa ikatan pasangan yang kuat merupakan syarat utama bagi Owa yang dilepaskan. Oleh karena itu, harus dipastikan pasangan yang akan menjalani uji
coba pelepasan harus dapat melakukan kopulasi. Cheney 2004 juga menambahkan bahwa salah satu perencanaan
menjelang pelepasan adalah memastikan pasangan yang akan dilepaskan telah memiliki kemampuan hidup. Hal tersebut dapat diketahui dengan mengetahui
pemenuhan parameter kesiapan perilaku menjelang uji coba pelepasan. Pusat penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa Javan Gibbon Centre,
telah berhasil melepasliarkan satu pasang Owa Jawa ke habitat alami di blok Hutan Patiwel, Taman Nasioanal Gunung Gede Pangrango pada awal Oktober
2009. Peristiwa tersebut merupakan palepaslliaran Owa Jawa rehabilitan yang pertama dilakukan. Informasi mengenai kehidupan Owa Jawa rehabilitan sangat
dibutuhkan karena tidak ada referensi sebelumnya mengenai kehidupan Owa Jawa rehabilitan setelah dilepasliarkan.
19
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi 1 3.1. Sejarah Singkat Pusat Studi Satwa Primata PSSP
Pusat Studi Satwa Primata IPB didirikan tahun 1990 melalui SK Rektor No. 080C1990. Pembentukan pusat studi ini merupakan respon terhadap kebutuhan
akan suatu institusi yang dapat berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan manajeman yang berhubungan dengan satwa primata
serta dapat berperan pada tingkat nasional maupun internasional. Tujuan didirikannya PSSP, antara lain :
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan pendidikan,
penelitian, pelatihan, seminar dan publikasi yang berhubungan dengan primatologi.
2. Memberi pertimbangan dan menghasilkan panduan dalam menunjang
kebijakan pembangunan berkelanjutan untuk kepentingan konservasi dan pemanfaatan satwa primata di bidang biologi, life-science, biomedis dan
kedokteran. 3.
Membina dan mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri untuk memajukan alih teknologi, pertukaran informasi dan tenaga
ahli, serta penelitian dan pendidikan primatologi. 4.
Menangkarkan satwa primata Indonesia baik secara alami maupun eks-situ sebagai upaya mendukung program konservasi dan memanfaatkannya untuk
kepentingan penelitian biologi dan biomedis. Program
– program yang terdapat di PSSP sebagian besar adalah program riset dan pendidikan. Penelitian utama dibagi kedalam 3 kategori, yaitu :
1. Konservasi jenis primata Indonesia.
2. Studi biologi dan genetik jenis primata Indonesia.
3. Penggunaan jenis primata Indonesia dalam penelitian biomedis sebagai hewan
model.
20
Dalam upaya mewujudkan program-program PSSP yang berfokus pada konservasi primata Indonesia, biologi, dan penelitian biomedis, enam
laboratorium atau unit utama didirikan sebagai pendukung program-program tersebut, yaitu :
1. Laboratorium hewan penelitian 2. Laboratorium mikrobiologi dan imunologi
3. Laboratorium patologi 4. Laboratorium biologi dan reproduksi
5. Unit penangkaran 6. Unit karantina