Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM PKPS-BBM dan Perlindungan Sosial Ekonomi

adanya peluang kerja yang lebih baik di kota dengan cara melakukan migrasi ke kota, baik secara permanen maupun non-permanen. Dengan makin berkurangnya perbedaan antara desa-kota, misalkan dalam hal gaya hidup, karakteristik ekonomi, sosial dan demografi, ragam fasilitas yang tersedia, dan kemampuan mobilitas individu. Hugo 1992 dalam Rusli, Wahyuni, et al, 2004 berpendapat bahwa antara desa dan kota bukan lagi suatu dikotomi tetapi suatu kontinum, dan bahkan perbedaan desa dan kota tersebut sudah makin menjadi samar akhir-akhir ini. Pada sisi lain dapat kita lihat bahwa sejak dulu hingga kini, peradaban manusia selalu menunjukkan adanya perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Perpindahan tersebut awalnya menempuh jarak yang relatif dekat, namun seiring dengan perjalanan waktu, jarak yang ditempuh semakin jauh. Semua itu terjadi berdasarkan motivasi dan tujuan tertentu. Perpindahan penduduk atau migrasi terjadi dari satu lokasi pemukiman ke lokasi pemukiman, baik secara permanent maupun semi permanent. Menurut Lee 1966 yang dikutip kembali oleh Ismani 1991, terdapat empat faktor yang menimbulkan perpindahan penduduk, yaitu: 1 faktor-faktor yang berkaitan dengan daerah asal; 2 faktor-faktor yang berkaitan dengan daerah tujuan; 3 faktor-faktor lain yang berpengaruh, seperti kebiasaan merantau; 4 faktor-faktor pribadi. Faktor-faktor yang berkaitan dengan daerah asal biasanya berupa kekurangan-kekurangan yang dirasakan tidak memberikan harapan yang lebih baik pada masa yang akan datang. Misalnya, sikap ingin merubah nasib yang dilakukan oleh petani yang memiliki lahan sempit karena hasil pengolahan lahan tersebut tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Sikap yang sama juga dapat terjadi pada seseorang yang bekerja pada berbagai bidang lainnya, ketika keadaan bidang pekerjaan di tempat asal sudah jenuh. Dengan demikian pada umumnya faktor- faktor tersebut berkaitan dengan usaha mencari nafkah. Faktor-faktor yang berkaitan dengan daerah tujuan menyangkut kesempatan dan harapan yang dianggap lebih cerah. Anggapan keadaan yang lebih baik pada daerah tujuan menjadi daya tarik yang cukup kuat untuk pindah meskipun pada kenyataannya, hidup mereka selanjutnya mengecewakan. Faktor-faktor lain yang berpengaruh dapat berupa lancarnya komunikasi dan transportasi, integrasi nasional, kebiasaan untuk merantau, dan sebagainya. Kebiasaan merantau sering dimiliki oleh beberapa etnik bangsa di Indonesia, misalnya etnik Minangkabau. Mereka tidak segan meninggalkan kampung halamannya, bahkan sebagian pemuda merasa malu bila tetap berada di kampung halamannya. Demikian halnya dengan suku Batak, kebiasaan meninggalkan kampung halaman sudah merupakan kebiasaan sejak dulu. Bahkan menjadi suatu kebanggaan kalau anggota marga clan maupun kerabatnya subclan yang merantau tersebut berhasil dalam hidupnya dan hal ini menjadi inspirasi bagi yang lain untuk bermigrasi pula. Untuk suku bangsa lain seperti Banjar, Ambon, Bugis, Jawa dan sebagainya, kebiasaan merantau semakin hari semakin meresap di kalangan mereka Naim, 1976 dalam Ismani, 1991. Sementara itu, faktor-faktor kepribadian sangat dominan pengaruhnya untuk menimbulkan perpindahan penduduk. Termasuk dalam hal ini adalah keberaniaan seseorang untuk menanggung resiko, kemampuan dalam berbagai bidang, kemampuan menyesuaikan diri dengan kehidupan di daerah baru dan ketrampilan serta keahlian. Selanjutnya, migrasi dari desa ke kota disebut urbanisasi. Gejala urbanisasi banyak terjadi di berbagai tempat di seluruh dunia. Terlebih lagi negara berkembang seperti Indonesia, arus urbanisasi semakian hari semakin meningkat. Keadaan urbanisasi di sini tidak bisa dipisahkan dari pola pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia. Orientasi pembangunan yang bias urban telah menimbulkan ketimpangan-ketimpangan antar sektor dan antar lokasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa urbanisasi itu timbul karena ketimpangan keruangan spatial imbalance, termasuk didalamnya ketimpangan penduduk dan ekonomi Bintarto, 1984 dalam Ismani, 1991. Namun seperti yang telah dikemukakan di atas, perbedaan desa dan kota tersebut sudah makin menjadi samar akhir-akhir ini. Menurut Ismani 1979 dalam Ismani 1991, penduduk yang melakukan urbanisasi umumnya memiliki keluarga atau teman dekat yang sudah tinggal di kota dan bersedia membantu mereka untuk memberikan informasi ataupun pertolongan lainnya. Para pendatang baru itu ditampung dan dibantu mendapatkan