18. Dua khayalan
Baik budaya yang cenderung memihak maupun menolak kemajuan memiliki angan-angan. Dalam budaya progresif, dunia bergerak maju secara
perlahan mencapai angan-angan melalui kreativitas dan usaha individu. Dalam budaya yang resisten, individu mencari khayalan awal yang berada di luar
jangkauan.
19. Sifat dasar optimisme
Dalam budaya yang resisten, si optimis adalah orang yang berharap bahwa kemujuran, dewa-dewa ataupun pihak penguasa, memihak kepadanya. Sementara
dalam budaya yang memihak pembangunan, si optimis adalah orang yang berkeputusan untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk menjamin
datangnya takdir yang menyenangkan. Mereka yakin bahwa apa yang dilakukan akan menimbulkan perbedaan.
20. Dua visi demokrasi
Budaya yang menolak pembangunan masih memegang tradisi warisan berupa visi demokrasi absolutisme. Raja memegang kekuasaan yang absolute
dalam mengatur masyarakat. Sementara visi demokrasi dalam budaya maju menganut demokrasi konstitusional yang liberal. Kekuasaan politik menyebar di
antara sektor-sektor yang berbeda dan hukum adalah kekuasaan tertinggi.
2.7. Beberapa Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Penduduk Betawi dan Penduduk Pendatang
2.7.1. Pola Hubungan Sosial Antara Orang Betawi dengan Pendatang
1
Studi mengenai “Pola Hubungan Sosial antara orang Betawi dengan Pendatang“ merupakan studi kasus di Kampung Pulo Kalibata, Kelurahan
Kalibata, Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan, baik yang merupakan kegiatan sehari-hari maupun kegiatan pada
hari-hari tertentu, orang Betawi dan pendatang tetap mempertahankan kebiasaan- kebiasaan mereka masing-masing. Keikutsertaan pendatang dalam kegiatan
keagamaan sebagian besar hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja. Sementara itu, orang Betawi tetap melakukan kegiatan keagamaan menurut
kebiasaan mereka tanpa menghiraukan ikut atau tidaknya pendatang dalam kegiatan tersebut. Demikian juga halnya dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Hubungan yang “erat” hanya terjadi pada masing-masing kelompok, yaitu antar Betawi atau pendatang saja, baik untuk ngobrol maupun untuk suatu keperluan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pola hubungan sosial seperti tersebut di atas adalah pendidikan, pekerjaan, perkawinan campuran,
lokasi tempat tinggal dan umur. Melihat pola hubungan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa walaupun orang Betawi dan pendatang mempunyai latar
belakang sosial, ekonomi serta budaya yang berbeda, tetapi terdapat prinsip saling menghormati pendirian dan kebiasaan masing-masing. Hal ini sebenarnya
membuka kemungkinan bagi masing-masing pihak untuk saling belajar, apabila terdapatdiciptakan pranata-pranata sosial yang efektif yang dapat mengatur
kehidupan masyarakat dimana Betawi dan pendatang itu berbeda. Studi di atas menunjukkan bahwa penduduk Betawi pada dasarnya
menghormati penduduk pendatang, selain itu masing-masing nampaknya mau saling belajar untuk suatu hal yang dianggap lebih baik. Bila dikaitkan dengan
studi pada penelitian ini analisis kemiskinan ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan budaya pola hubungan sosial tersebut seharusnya menghasilkan kondisi
dimana tidak satu pun pihak yang merasa atau pun memang terpiggirkan dari pihak yang lain karena masing-masing berupaya untuk mencapai keadaan yang
lebih baik.
2.7.2. Dampak Perkembangan Kota Jakarta terhadap Kesejahteraan Penduduk Asli dan Pendatang serta Perubahan Fungsi Kawasan
Condet
2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan kota Jakarta memberikan pengaruh dan dampak terhadap permintaan lahan pemukiman
maupun usaha. Terbatasnya lahan tersebut, khususnya di pusat kota, menyebabkan kawasasn Condet menjadi sasaran bagi penduduk. Kedatangan
1
Sri Damayani Mulyandari Sardjono, Pola Hubungan Sosial antara Orang Betawi dengan Pendatang-Studi di Kampung Pulo Kalibata, Kelurahan Kalibata Jakarta Selatan, skripsi sarjana
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984.
2
Wati Nilamsari, “Pengaruh Perubahan Penguasaan dan Penggunaan Lahan terhadap Pola Usaha Ekonomi Rumahtangga Etnik Betawi di Condet Kasus di Kelurahan Condet Balekambang,
Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur”, tesis pascasarjana Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2005.