Karakteristik Tempat Tinggal Perumahan

VI. Kecenderungan Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya yang mempengaruhi Kemiskinan di DKI-Jakarta

6.1. Kecenderungan Keadaan Sosial, Ekonomi yang Mempengaruhi Kemiskinan di DKI Jakarta

Hasil pengolahan data Susenas Kor DKI Jakarta tahun 2004, dengan regresi logistik dengan menggunakan metode entered dan reference category: First yang ada dalam paket pengolahan SPSS versi 13.0 for Window menunjukkan bahwa kesepuluh karakteristik sosial, ekonomi, budaya kepala rumah tangga di DKI Jakarta ternyata berpengaruh secara nyata terhadap keadaan kemiskinan pada rumah tangga mereka. Untuk mengetahui tingkat taraf nyata masing-masing faktor sosial, ekonomi, budaya dalam model dapat dilihat pada Tabel 51 Hasil Pengolahan Model Regresi Logistik menurut Variabel dan Parameter Statistik. Dari nilai p-value dapat dilihat tingkat signifikan dari kesepuluh faktor resiko yang masuk dalam model. Semakin kecil nilai p-value yang diperoleh dari suatu faktor, maka semakin besar pengaruhnya terhadap keadaan kemiskinan suatu rumahtangga. Pada tabel terlihat bahwa seluruh faktor mempunyai p-value sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari nilai =0,01. Kesepuluh karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya kepala rumah tangga tersebut sangat nyata berpengaruh terhadap keadaan kemiskinan suatu rumahtangga. Hasil ekspektasi dari koefisien masing-masing faktor atau estimasi parameter  diperoleh nilai Odd Ratio OR. Tabel 51 menunjukkan bahwa kepala rumahtangga yang tidak bersekolah atau bersekolah hanya sampai pada tingkat pendidikan dasar, nilai OR tercatat sebesar 4,268, yang berarti kepala rumah tangga kelompok pendidikan ini mempunyai peluang sebesar 4,268 kali untuk menjadi miskin dibandingkan kepala rumahtangga dengan tingkat pendidikan menengah ataupun tingkat pendidikan tinggi, dengan asumsi faktor lainnya tetap. Kepala rumah tangga kelompok tingkat pendidikan dasar cenderung memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang terbatas sehingga kompetensi yang mereka miliki pun akan terbatas. Dengan kualifikasi tersebut, maka mereka memiliki kesempatan yang relatif terbatas dalam upaya memperoleh penghidupan yang lebih baik. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa pendidikan mempunyai andil besar dalam kemiskinan. Kepala rumah tangga memiliki peran diantaranya bertanggung jawab secara ekonomi bagi anggota rumah tangganya. Dengan peran tersebut maka pada umumnya kepala rumah tangga berusaha untuk bekerja. Berkaitan dengan status dalam pekerjaan, terdapat beragam status dalam bekerja misalnya sebagai pekerja bebas, karyawan, berusaha sendiri, bahkan berusaha dibantu oleh pekerja atau berkiprah sebagai wirausahawan yang justru menciptakan lapangan pekerjaan. Pada Tabel 51 terlihat bahwa nilai OR kepala rumah tangga yang tidak bekerja sebesar 2,790 yang berarti mereka mempunyai peluang sebesar 2,790 kali untuk menjadi miskin dibandingkan kepala rumah yang bekerja dibantu oleh buruh tetaptidak tetap. Kepala rumah tangga yang tidak bekerja ini kehilangan kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk membeli berbagai keperluan, termasuk kebutuhan dasar, bagi rumah tangganya. Berkaitan dengan status pekerjaan, Robert Kiyosaki dalam bukunya yang sangat terkenal “Rich Dad Poor Dad”, membagi kategori hidup orang dalam empat kuadran cashflow quadrant, yaitu kuadran I E employeepegawai, II S self-employedpekerja lepas, kuadran III B business ownerpemilik usaha, dan kuadran IV I investorpenanam modal. Kiyosaki menganggap kudran E yang paling miskin dan kuadran I yang paling kaya. Pendapat seorang investor yang juga seorang motivator tersebut tampak sejalan dan memperkuat hasil penelitian ini. Pada Tabel 51 terlihat bahwa kepala rumah tangga yang status pekerjaannya sebagai pekerja bebas di sektor pertaniannon pertanian atau pekerja keluarga pekerja tidak dibayar kecenderungan menjadi miskin sebesar 1,152 dibandingkan kepala rumah tangga yang berusaha dibantu buruh tetaptidak tetap. Sementara kepala rumah tangga yang status pekerjaannya sebagai buruhkaryawanpegawai kecenderungan menjadi miskin sebesar 1,616. Di sisi lain, pada Tabel 51 terlihat bahwa hubungan antara kepala rumah tangga yang status pekerjaannya sebagai berusaha sendiri tanpa dibantu buruh tetaptidak tetap adalah negatif. Kecenderungan rumah tangga dengan status pekerjaan KRT ini menjadi miskin adalah sebesar 0,535 kali dibandingkan kepala rumah tangga yang berusaha dibantu buruh tetaptidak tetap. Bila dihubungkan dengan cashflow quadrant, status berusaha sendiri maupun berusaha dibantu buruh tetaptidak tetap di sini tergolong kategori kuadran III B. Unsur kewirausahaan yang tercermin dalam kategori status pekerjaan ini tampak merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan keadaan miskin atau tidak miskinnya suatu rumah tangga. Jam kerja dalam seminggu dapat memberikan gambaran kasar tentang produktivitas kepala rumah tangga dalam bekerja. Pada Tabel 51 terlihat bahwa nilai OR kepala rumah tangga yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu sebesar 1,260 yang berarti mereka mempunyai peluang sebesar 1,260 kali untuk menjadi miskin dibandingkan kepala rumah yang bekerja dibantu bekerja lebih besar atau sama dengan 35 jam dalam seminggu. Hubungan antara usia produktif dan kemiskinan terlihat negatif Tabel 51. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala rumah tangga pada usia produktif 15 – 64 tahun belum tentu berpeluang lebih besar untuk tidak dalam kondisi miskin. Nilai OR kepala rumah tangga dengan bukan usia kerja sebesar 0,626. Artinya, peluang suatu rumah tangga dengan kepala rumah tangga berumur bukan usia kerja untuk menjadi miskin sebesar 0,626 kali dibandingkan rumah tangga dengan kepala rumah tangga usia kerja. Keadaan ini sejalan hasil penelitian Muhammad Nasir, et. al., 2008. di Purworejo yang menyebutkan bahwa setiap ada kenaikan umur satu tahun kepala rumah tangga, maka akan semakin kecil kecenderungan rumah tangga untuk menjadi miskin. Diduga kepala rumah tangga pada umur muda belum mempunyai tabungan yang banyak dan cenderung konsumtif sehingga tidak memberikan tambahan pendapatan dan kekayaan. Seorang perempuan tidak tertutup kemungkinan untuk menjadi kepala rumah tangga. Pada sisi lain, perempuan, khususnya yang telah menikah, tidak dapat lepas dari perannya sebagai ibu rumah tangga yang juga mempunyai kodrat untuk mengurus anak. Dengan demikian, perempuan yang bekerja untuk mencari nafkah untuk rumah tangganya cenderung mempunyai peran ganda. Tabel 51 menunjukkan bahwa kepala rumah tangga perempuan mempunyai nilai OR sebesar 1,068. Hal ini menunjukkan bahwa peluang suatu rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan menjadi miskin yaitu 1,068 kali dibandingkan rumah tangga dengan kepala rumah tangga laki-laki, dengan asumsi faktor lainnya tetap. Kondisi kesehatan erat kaitannya dengan produktivitas. Kepala rumah tangga yang terganggu kesehatannya dalam waktu lama sakit kronis cenderung tidak maksimal dalam bekerja yang pada gilirannya tidak maksimal memperoleh pendapatan. Hal ini terlihat pada nilai OR sebesar 1,716 untuk kepala rumah tangga dalam kondisi sakit sepanjang waktu pada sebulan yang lalu. Angka ini mempunyai arti bahwa rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang mengalami keluhan kesehatan dan terganggu kegiatan sehari-harinya mempunyai kemungkinan menjadi miskin 1,716 kali dibandingkan kepala rumah tangga yang sehat. Sementara kepala rumah tangga yang sakit namun hanya beberapa hari tidak kronis, hasil pengolahan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan. Jaminan perlindungan kesehatan yang dimiliki oleh kepala rumah tangga cenderung mempengaruhi kemiskinan. Pada Tabel 51 terlihat bahwa nilai OR kepala rumah tangga yang memiliki jaminan kesehatan sebesar 1,090, yang berarti rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang tidak mempunyai jaminan tersebut memiliki peluang miskin sebesar 1,090 dibandingkan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang memiliki jaminan kesehatan. Apabila kepala rumah tangga yang sakit, jaminan kesehatan akan memberikan kemudahan dalam biaya pengobatan sehingga mereka berpeluang untuk kembali sehat dan kembali bekerja dengan biaya yang lebih ringan bahkan tidak mengganggu stabilitas ekonomi rumah tangga. Hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dan kemiskinan adalah positif. Ini berarti bahwa setiap ada penambahan jumlah anggota rumah tangga sebanyak satu orang, maka akan semakin besar kecenderungan rumah tangga menjadi miskin. Kecenderungan rumah tangga menjadi miskin dengan bertambahnya jumlah anggota rumah tangga adalah sebesar 1,667 kali. Semakin besar jumlah anggota keluarga, apalagi bila tidak ada anggota rumah tangga yang membantu kepala rumah tangga dalam bekerja, maka penambahan anggota tersebut hanya menambah pembagian biaya beban tanggungan. Kecenderungan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang tidak memiliki kredit usaha menjadi miskin lebih besar 1,496 kali dibandingkan rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang memiliki kredit usaha. Kredit usaha cenderung memberikan peluang pengembangan usaha, terutama bagi kepala rumah tangga yang ingin berwira usaha namun keuangan rumah tangga tidak cukup memadai. Hal ini pada gilirannya cenderung dapat memberikan peningkatan pendapatan sehingga dapat meningkatkan kondisi ekonomi maupun kesejahteraan rumah tangga. Hubungan antara kepala rumah tangga yang berasal dari suku Betawi dan kemiskinan adalah negatif. Kecenderungan rumah tangga dengan kepala rumah tangga Betawi menjadi miskin adalah sebesar 0,728 kali dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala rumah tangga pendatang. Namun hasil pengolahan mengungkapkan hubungan yang signifikan antara suku bangsa kepala rumah tangga dengan kemiskinan. Tabel 51.Analisis Regresi Logistik antara Keadaan Rumah Tangga Miskin dengan Peubah Sosial, Ekonomi, dan Budaya Peubah respon X i Estimasi parameter  Stan-dar kesalahan Statistik Wald De- rajat be- bas p- value Sign. Odd Rasio  Keterangan Kode Label Pendidikan X 1 X 10 =0 Jenjang pendidikan menengahtinggi X 11 =1 Jenjang pendidikan dasar 1.451 .012 13515.951 1 .000 4.268 Status pekerjaan X 2 X 2 5181.940 4 .000 X 20 =0 Berusaha dibantu buruh tetaptdk tetap X 21 =1 Berusaha sendiri -.625 .026 562.366 1 .000 .535 X 22 =2 Buruhkaryawanpegawai .480 .021 519.019 1 .000 1.616 X 23 =3 pekerja bebas di sekt pertaniannon pertanianpekerja keluarga .141 .022 40.489 1 .000 1.152 X 24 =4 tidak bekerja 1.026 .027 1495.945 1 .000 2.790 Jumlah jam kerja X 3 X 30 =0 Bekerja 35 jam seminggu X 31 =1 Bekerja = 35 jam seminggu tidak bekerja .231 .017 181.593 1 .000 1.260 Umur X 4 X 40 =0 Usia produktif X 41 =1 Bukan usia produktif -.468 .020 550.153 1 .000 .626 Jenis Kelamin X 5 X 50 =0 Laki-laki X 51 =1 Perempuan .066 .016 16.240 1 .000 1.068