Motivasi Wirausaha TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Kemiskinan
budaya yang dipegang oleh masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai, yang dianggap baik atau buruk, benar atau salah dan sebagainya pada masing-masing
individu tersebut. Pentingnya mengaitkan analisis kemiskinan dengan budaya diperkuat oleh
pendapat Wignjosoebroto dalam Suyanto 1995 yang dikutip kembali oleh BPS, 2005. Ia pernah mengungkapkan tentang kemiskinan kultural. Menurutnya,
kemiskinan adalah suatu ketidakberdayaan. Sementara, keberdayaan itu sesungguhnya merupakan fungsi kebudayaan. Artinya, berdaya tidaknya
seseorang dalam kehidupan bermasyarakatnya itu dalam kenyataan akan banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh determinan-determinan sosial-budaya seperti
posisi, status dan wawasan yang dimilikinya. Sebaliknya, semua fasilitas sosial yang teraih dan dapat didayagunakan olehnya itu akan ikut pula menentukan
keberdayaannya kelak di dalam pengembangan dirinya di tengah masyarakat. Kota metropolitan Jakarta memiliki ruang lingkup pengaruh untuk seluruh
Indonesia. Kota ini dipenuhi oleh pendatang dari berbagai daerah yang berasal dari sebaran etnis yang beragam multietnik. Sementara itu, di Jakarta ditemui
adanya fenomena bagi penduduk asli kota metropolitan ini Betawi. Penduduk Betawi secara spasial terpinggirkan dengan hadirnya pendatang yang memenuhi
kota ini. Tercatat Jumlah penduduk Betawi di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik BPS tahun 2000, yaitu berjumlah sekitar 5.041.688 jiwa dan hanya
sekitar 45,65 persen dari jumlah tersebut yang tinggal di DKI Jakarta Sisanya menyebar di daerah pinggiran seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Banten.
Persoalan kemiskinan di Kota Jakarta dialami oleh penduduk Betawi maupun pendatang. Tabel 2 menunjukkan persentase penduduk miskin Betawi
vis-a-vis pendatang di DKI Jakarta pada tahun 2004. Keadaan kemiskinan pada Betawi dan pendatang tersebut sebagai langkah awal dapat ditinjau dari ciri-ciri
sosial ekonomi rumahtangga miskin pada Betawi dan pendatang. Ciri-ciri sosial ekonomi yang akan dilihat yaitu jenis kelamin kepala
rumahtangga. Pada umumnya kepala rumahtangga miskin yang wanita, kehidupannya akan lebih terpuruk dibanding kepala rumahtangga laki-laki. Ciri
berikutnya adalah umur kepala rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin besar pula tanggungan
rumahtangga tersebut yang secara ekonomi diduga akan memberatkan. Ciri yang juga dilihat adalah tingkat pendidikan kepala rumahtangga. Semakin tinggi tingkat
pendidikan kepala
rumahtangga, semakin
banyak alternatif
sumber matapencaharian yang dapat dipilih. Pendidikan juga merupakan faktor produksi.
Tingkat pendidikan yang rendah akan menghasilkan balas jasa yang rendah pula. Tabel 2. Persentase Penduduk Miskin Betawi vis-a-vis Pendatang di DKI
Jakarta, Tahun 2004
Penduduk Jakarta
Tidak Miskin Miskin
Total Pendatang
96,9 3,1
100,0 Betawi
96,4 3,6
100,0 Indonesia
96,8 3,2
100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas Kor 2004, diolah.
Ciri-ciri berikutnya yaitu kondisi tempat tinggal luas lantai per kapita, sumber air minum, fasilitas buang air besar dan penguasaan bangunan tempat
tinggal. Fasilitas tempat tinggal yang tidak lengkap merefleksikan tingkat ketidaksejahteraan pemiliknya. Ciri yang juga dilihat adalah jumlah jam kerja per
minggu, sumber penghasilan utama rumahtangga dan status pekerjaan kepala rumahtangga. Sumber penghasilan utama maupun status pekerjaan dapat
menunjukkan ada atau tidaknya kepastian penerimaan pendapatan dalam setiap minggunya atau setiap bulannya.
Penguasaan sains dan teknologi IPTEK merupakan prasyarat pre- requisite dalam meraih kemakmuran prosperity. Teknologi, dalam kancah
perekonomian global sudah dianggap sebagai investasi capital dominan dalam pembangunan ekonomi. Saat ini kekayaan sumber daya alam bukan lagi penentu
keberhasilan ekonomi suatu bangsa, namun bangsa yang menguasai teknologi akan mampu mengusai dunia. Oleh karena itu, membangun masyarakat berbasis
pengetahuan knowledge-based society sangat diperlukan dalam mendorong terciptanya daya dukung teknologi suatu bangsa. Lebih dari itu, pembangunan
yang dulu dipahami sebagai pembangunan ekonomi telah bergeser, teori ekonomi
neo-classical hanya memasukkan parameter tenaga kerja dan kapital dalam faktor produksi. Kini dikembangkan teori dengan memasukkan ilmu pengetahuan
sebagai dasar perkembangan teknologi atau bagian intrinsik dari sistim ekonomi. Ilmu pengetahuan telah menjadi faktor ketiga dalam produksi dan pertumbuhan
ekonomi. Terjadi pergeseran paradigma pertumbuhan ekonomi dari konsep modal dan tenaga kerja kepada penggunaan pengetahuan sebagai komponen utama
pertumbuhan ekonomi dan produktivitas yang dikenal sebagai ekonomi Berbasis Pengetahuan.
Ciri-ciri sosial ekonomi penduduk miskin pada penduduk Betawi vis-a-vis penduduk pendatang dibandingkan untuk dilihat perbedaan apa yang paling
menyolok sehingga dapat diketahui keunikan masing-masing. Pentingnya mengetahui keunikan ini karena hal ini dapat menimbulkan ide bagaimana
mengentaskan kemiskinan yang bersesuaian dengan masyarakat dengan ciri-ciri sosial ekonomi tertentu. Ciri-ciri atau faktor yang paling dominan penyebab
kemiskinan pada penduduk Betawi vis-a-vis pendatang perlu diketahui agar upaya mengentaskan kemiskinan dapat diarahkan pada prioritas masing-masing yang
bersesuaian. Seperti yang diungkapkan oleh Harniati 2007, menguraikan apakah yang
menjadi penyebab kemiskinan atau apakah akibat dari kemiskinan, pada hakikatnya adalah sulit. Kadangkala sebab-sebab kemiskinan dapat dilihat
sebagai akibat-akibat dari kemiskinan. Oleh sebab itu, analisis kemiskinan pada umumnya mencari faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan atau
hubungan-hubungan, bukan sebagai sebab akibat. Faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan pada tesis ini mengadopsi dari hasil penelitian maupun kajian
dari berbagai literatur yang akan diterapkan pada keadaan kemiskinan di DKI Jakarta. Analisis kemiskinan yang ditawarkan dalam tesis ini tidak sekedar
menelaah dari sudut pandang sosial dan ekonomi, melainkan juga menghubungkannya dengan budaya yang dalam hal ini dibatasi pada penduduk
Betawi dan penduduk pendatang. Pada tesis ini, karakteristik kepala rumah tangga yang akan dilihat
korelasinya dengan kemiskinan terdiri dari tingkat pendidikan, status pekerjaan, produktivitas dalam bekerja yang didekati dengan jumlah jam kerja dalam