penduduk Betawi. Tabel 37 menunjukkan persentase pembagian pengeluaran per kapita rumahtangga menurut kelas kuantil dan penduduk Betawi vis-à-vis
penduduk pendatang. Pada tabel terlihat bahwa proporsi jumlah pengeluaran dari rumahtangga kategori 40 persen terendah terhadap total pengeluaran seluruh
rumahtangga mencapai 32 persen. Proporsi tersebut semakin besar pada kuantil pengeluaran yang lebih tinggi, dengan masing-masing proporsi yang relatif tidak
jauh perbedaannya. Hal ini lebih jelas dapat dilihat dari rasio kuatil satu terhadap kuantil 5 sebesar 1,8, merupakan angka yang jauh lebih rendah dibandingkan rasio
yang sama pada rumahtannga penduduk pendatang 6,8 maupun rumahtangga secara keseluruhan 5,5.
Dari Tabel 37 dapat diketahui pula bahwa jumlah pengeluaran yang lebih rendah kuantil 1 dan 2, lebih banyak pada rumahtangga Betawi dibandingkan
rumahtangga pendatang. Namun, jumlah pengeluaran yang tertinggi kuantil 5 lebih banyak dinikmati oleh rumahtangga pendatang daripada rumahtangga
Betawi. Keadaan ini sebenarnya tidak mengherankan karena sejalan dengan lebih besarnya jumlah penduduk miskin Betawi 3,7 persen dibandingkan dengan
jumlah penduduk miskin pendatang 3,1 persen, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 38 persentase penduduk miskin menurut penduduk Betawi vis-à-vis
penduduk pendatang. Nampaknya, sumber penghasilan yang memberikan pendapatan yang lebih besar lebih banyak dimiliki oleh penduduk pendatang
dibandingkan penduduk Betawi. Tabel 38.Persentase Penduduk Miskin menurut Penduduk Betawi vis-à-vis
Penduduk Pendatang, Tahun 2004
Penduduk Miskin
Betawi 3,7
Pendatang 3,1
Total 3,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah.
5.2. Karakteristik Sosial Demografi
Untuk melihat keadaan rumahtangga Betawi dan pendatang lebih jauh akan dilihat karakteristik sosial demografi yang mencakup rata-rata jumlah anggota
rumahtangga, jenis kelamin kepala rumahtangga dan rata-rata usia kepala
rumahtangga. Pemahaman tentang karakteristik tersebut dapat memberikan masukan yang mungkin merupakan bagian dari faktor penyebab kemiskinan atau
faktor yang menyebabkan mereka sulit untuk dapat keluar dari kemiskinan. Rumahtangga Betawi yang dimaksud adalah rumahtangga dengan kepala
rumahtangga berasal dari etnis Betawi, demikian pula dengan pendatang. Dalam sebuah rumahtangga, besarnya anggota mempunyai hubungan yang
searah dengan besarnya tanggungan biaya dalam rumahtangga tersebut. Bila pola pengeluaran dianggap konstan, semakin besar jumlah anggota rumahtangga, maka
akan semakin besar pula biaya yang ditanggung rumahtangga tersebut. Tabel 39 menunjukkan rata-rata jumlah anggota rumahtangga penduduk
miskin dan tidak miskin pada kepala rumahtangga Betawi vis-à-vis kepala rumahtangga pendatang. Terlihat bahwa secara umum pada rumahtangga miskin,
rata-rata jumlah anggota rumahtangga yaitu sebesar 6 orang. Keadaan yang sama terlihat pula pada rumahtangga Betawi dan pendatang. Sementara itu, secara
umum rumahtangga yang tidak miskin rata-rata anggota rumahtangganya berjumlah lebih sedikit 4 orang. Rata-rata jumlah anggota rumahtangga yang
sama juga terlihat pada rumahtangga Betawi dan pendatang yang tidak miskin. Tabel 39.Rata-rata Jumlah Anggota Rumahtangga Penduduk Miskin dan Tidak
Miskin pada Rumahtangga dengan Kepala Rumahtangga Betawi vis-à- vis Pendatang, Tahun 2004
Rumahtangga Rata-rata jumlah anggota rumahtangga
Miskin Tidak Miskin
Betawi 6
4 Pendatang
6 4
Total 6
4
Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah.
Pada tabel terlihat bahwa rumahtangga miskin cenderung memiliki anggota rumahtangga yang lebih besar dibandingkan rumahtangga tidak miskin. Keadaan
ini mungkin membuat rumahtangga miskin menjadi lebih susah lagi dibandingkan rumahtangga tidak miskin. Dengan kondisi yang penuh dengan keterbatasan pada
rumahtangga miskin, sepertinya sulit bagi mereka untuk menanggung beban yang lebih besar dibandingkan rumahtangga tidak miskin dalam memberikan