Kredit Usaha Karakteristik Responden 1. Kelurahan Kebagusan

rumahtangga. Pemahaman tentang karakteristik tersebut dapat memberikan masukan yang mungkin merupakan bagian dari faktor penyebab kemiskinan atau faktor yang menyebabkan mereka sulit untuk dapat keluar dari kemiskinan. Rumahtangga Betawi yang dimaksud adalah rumahtangga dengan kepala rumahtangga berasal dari etnis Betawi, demikian pula dengan pendatang. Dalam sebuah rumahtangga, besarnya anggota mempunyai hubungan yang searah dengan besarnya tanggungan biaya dalam rumahtangga tersebut. Bila pola pengeluaran dianggap konstan, semakin besar jumlah anggota rumahtangga, maka akan semakin besar pula biaya yang ditanggung rumahtangga tersebut. Tabel 39 menunjukkan rata-rata jumlah anggota rumahtangga penduduk miskin dan tidak miskin pada kepala rumahtangga Betawi vis-à-vis kepala rumahtangga pendatang. Terlihat bahwa secara umum pada rumahtangga miskin, rata-rata jumlah anggota rumahtangga yaitu sebesar 6 orang. Keadaan yang sama terlihat pula pada rumahtangga Betawi dan pendatang. Sementara itu, secara umum rumahtangga yang tidak miskin rata-rata anggota rumahtangganya berjumlah lebih sedikit 4 orang. Rata-rata jumlah anggota rumahtangga yang sama juga terlihat pada rumahtangga Betawi dan pendatang yang tidak miskin. Tabel 39.Rata-rata Jumlah Anggota Rumahtangga Penduduk Miskin dan Tidak Miskin pada Rumahtangga dengan Kepala Rumahtangga Betawi vis-à- vis Pendatang, Tahun 2004 Rumahtangga Rata-rata jumlah anggota rumahtangga Miskin Tidak Miskin Betawi 6 4 Pendatang 6 4 Total 6 4 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Pada tabel terlihat bahwa rumahtangga miskin cenderung memiliki anggota rumahtangga yang lebih besar dibandingkan rumahtangga tidak miskin. Keadaan ini mungkin membuat rumahtangga miskin menjadi lebih susah lagi dibandingkan rumahtangga tidak miskin. Dengan kondisi yang penuh dengan keterbatasan pada rumahtangga miskin, sepertinya sulit bagi mereka untuk menanggung beban yang lebih besar dibandingkan rumahtangga tidak miskin dalam memberikan kehidupan yang layak bagi masing-masing anggota rumahtangganya. Tidak mengherankan bila pada akhirnya rumahtangga miskin terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Selanjutnya, persentase jenis kelamin kepala rumahtanggan perempuan pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-à-vis pendatang dapat dilihat pada Tabel 40 Terlihat bahwa secara umum persentase rumahtangga miskin dengan kepala rumahtangga perempuan 11,3 persen relatif lebih rendah dibandingkan rumahtangga tidak miskin 12,5 persen. Tabel 40.Persentase Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga Perempuan Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à-vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumahtangga Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga KRT Perempuan Miskin Tidak Miskin Pendatang 11,1 12,4 Betawi 12,0 12,8 Total 11,3 12,5 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Perempuan sebagai kepala rumahtangga cenderung harus menghadapi peran ganda. Sebagai kepala rumahtangga ia memiliki tanggung jawab secara ekonomi untuk mencukupi kebutuhan hidup anggota rumahtangganya. Pada waktu yang bersamaan, ia cenderung tidak bisa lepas dari kodratnya untuk terlibat dalam kegiatan domestik rumahtangganya. Dengan asumsi demikian, ia cenderung kurang leluasa dalam bekerja yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pendapatan yang diperolehnya. Berkaitan dengan hal tersebut, pada Tabel 40 terlihat bahwa persentase kepala rumahtangga perempuan pada rumahtangga miskin Betawi besarnya sekitar 12,5 persen, sementara pada pendatang besarnya sekitar 11,1 persen. Lebih jauh lagi, pada Tabel 40 terlihat bahwa keadaan rumahtangga dengan kepala rumahtangga yang harus berperan ganda, pada rumahtangga miskin Betawi proporsinya lebih besar 12,5 persen dibandingkan proporsi pada rumahtangga miskin pendatang 11,1 persen. Nampaknya hal ini sejalan dengan keadaan penduduk miskin yang persentase jumlahnya lebih besar pada Betawi dibandingkan pada pendatang lihat pembahasan pada sub bab sebelumnya di atas. Tabel 41.Rata-rata Usia Kepala Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à-vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumahtangga Rata-rata usia kepala rumahtangga Miskin Tidak Miskin Betawi 44 46 Pendatang 44 43 Total 44 44 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Penduduk usia kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas, Badan Pusat Statistik 2007. Namun, usia produktif untuk bekerja yaitu usia 15 – 59 tahun. Tabel 41 menunjukkan rata-rata usia kepala rumahtangga pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-à-vis pendatang. Secara umum, rata-rata usia kepala rumahtangga miskin sebesar 44 tahun. Demikian pula dengan rata-rata usia rumahtangga tidak miskin. Hal yang sama juga dapat dilihat pula pada rata- rata usia kepala rumahtangga miskin Betawi dan pendatang. Terlihat bahwa rata- rata usia kepala rumahtangga tersebut berada pada usia produktif. Usia yang tergolong produktif ini sebenarnya merupakan modal yang menunjang bagi kepala rumahtangga miskin untuk dapat bekerja lebih optimal guna mencapai kehidupan yang lebih baik.

5.3. Karakteristik Pendidikan

Tabel 42 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut kemampuan membaca dan menulis pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-à- vis pendatang. Kepala rumahtangga yang dapat membaca dan menulis huruf latin yang dimaksud termasuk yang mereka yang mampu membaca dan menulis selain huruf latin. Sementara itu, kepala rumahtangga yang dapat membaca dan menulis huruf lainnya, hanya mampu membaca dan menulis huruf tersebut dan yang dimaksud tidak dapat membaca dan menulis yaitu kepala rumahtangga yang tidak mempunyai kemampuan hal tersebut, baik huruf latin maupun huruf lainnya. Tabel 42.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Kemampuan Membaca dan Menulis pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à-vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumahtangga Dapat membaca dan menulis Huruf latin Huruf lainnya Tidak dapat Miskin Betawi 94,0 6,0 Pendatang 93,4 ,5 6,1 Tidak Miskin Betawi 93,3 2,0 4,7 Pendatang 98,5 ,4 1,1 Total 97,4 ,7 1,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Pada Tabel 42 terlihat bahwa pada rumahtangga miskin, besarnya persentase kepala rumahtangga yang tidak dapat membaca dan menulis buta huruf pada Betawi relatif berimbang dengan persentase pada pendatang sekitar 6 persen. Dari segi kemampuan membaca dan menulis, data menunjukkan relatif tidak ada perbedaan antara kepala rumahtangga Betawi dan kepala rumahtangga pendatang. Sementara itu, pada rumahtangga tidak miskin, kepala rumahtangga yang buta huruf pada Betawi relatif lebih besar 4,7 persen dibandingkan pada pendatang 1,1 persen. Tabel 43.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à- vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumahtangga Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Tidakbelum pernah sekolah Tidak tamat SD SD SLTP SLTA PT Miskin Betawi 6,0 9,8 34,9 29,6 19,6 Pendatang 6,0 15,0 30,5 29,5 19,0 Tidak Miskin Betawi 5,7 10,9 25,1 19,1 33,3 6,0 Pendatang 1,4 5,4 16,0 19,8 42,5 14,9 Total 2,3 6,7 18,2 19,8 40,1 12,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Tabel 43 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada rumahtangga miskin dan tidak miskin