Karakteristik Sosial Demografi GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Tabel 42.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Kemampuan Membaca dan Menulis pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à-vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumahtangga Dapat membaca dan menulis Huruf latin Huruf lainnya Tidak dapat Miskin Betawi 94,0 6,0 Pendatang 93,4 ,5 6,1 Tidak Miskin Betawi 93,3 2,0 4,7 Pendatang 98,5 ,4 1,1 Total 97,4 ,7 1,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Pada Tabel 42 terlihat bahwa pada rumahtangga miskin, besarnya persentase kepala rumahtangga yang tidak dapat membaca dan menulis buta huruf pada Betawi relatif berimbang dengan persentase pada pendatang sekitar 6 persen. Dari segi kemampuan membaca dan menulis, data menunjukkan relatif tidak ada perbedaan antara kepala rumahtangga Betawi dan kepala rumahtangga pendatang. Sementara itu, pada rumahtangga tidak miskin, kepala rumahtangga yang buta huruf pada Betawi relatif lebih besar 4,7 persen dibandingkan pada pendatang 1,1 persen. Tabel 43.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à- vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumahtangga Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Tidakbelum pernah sekolah Tidak tamat SD SD SLTP SLTA PT Miskin Betawi 6,0 9,8 34,9 29,6 19,6 Pendatang 6,0 15,0 30,5 29,5 19,0 Tidak Miskin Betawi 5,7 10,9 25,1 19,1 33,3 6,0 Pendatang 1,4 5,4 16,0 19,8 42,5 14,9 Total 2,3 6,7 18,2 19,8 40,1 12,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Tabel 43 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-a-vis pendatang. Terlihat bahwa secara umum pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumahtangga di DKI Jakarta yaitu SLTA 40,1 persen. Pola tertinggi pada tingkat SLTA ini lebih jauh dapat dilihat pada rumahtangga tidak miskin, baik pada kepala rumahtangga Betawi 33,3 persen maupun kepala rumahtangga pendatang 42,5 persen. Sementara itu, pada rumahtangga miskin, sebagian besar kepala rumahtangga hanya berhasil menamatkan pendidikan dasar. Keadaan ini dapat dilihat baik pada kepala rumahtangga Betawi 34,5 persen maupun pada kepala rumahtangga pendatang 30,5 persen. Pada Tabel 43 terlihat bahwa persentase kepala rumahtangga miskin semakin menurun seiring dengan semakin tingginya pendidikan. Tak mengherankan bila jenis pekerjaan yang dapat mereka geluti terbatas pada pekerjaan yang tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan yang tinggi.

5.4. Karakteristik Ketenagakerjaan

Tabel 44 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut jenis lapangan usaha pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-à-vis pendatang. Pada tabel terlihat bahwa secara umum sebesar 17,6 kepala rumahtangga di DKI Jakarta bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan sektor jasa, sebesar 15,8 persen pada sektor industri pengolahan, 15,8 persen sektor perdagangan, rumah makan, jasa akomodasi sektor perdagangan, sebesar 14,7 persen pada sektor lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan sektor keuanganpersewaan, dan 6,6 persen bekerja pada sektor lainnya. Sementara secara umum kepala rumahtangga yang tidak bekerja sebesar 17,5 persen. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 44, lebih dari seperempat 25,6 persen kepala rumahtangga miskin pada Betawi bekerja pada sektor keuanganpersewaan, sebesar 19,9 persen bekerja pada sektor jasa dan sisanya bekerja pada sektor perdagangan, sektor industri pengolahan dan sektor lainnya masing-masing 15,7 persen, 13,4 persen dan 11,2 persen. Sementara itu, lebih dari sepertiga kepala rumahtangga 32,7 persen kepala rumahtangga miskin pada pendatang bekerja pada sektor perdagangan, 21,1 persen bekerja pada sektor jasa dan 13,6 persen bekerja pada sektor keuanganpersewaan. Sisanya, sebesar 8,0 persen bekerja di sektor industri pengolahan dan 4,0 persen bekerja di sektor lainnya. Tabel 44.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Jenis Lapangan Usaha pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à-vis Pendatang Kepala Rumahtangga Tidak Bekerja Jenis Lapangan Usaha Perdagang- an, rumah mkn, jasa, akomodasi Lembaga keu, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaa Jasa kemasyara- katan sosial dan perorangan Lainnya Industri Pengolah- an Miskin Betawi 14,1 15,7 25,6 19,9 11,2 13,4 Pendatang 20,6 32,7 13,6 21,1 4,0 8,0 Tidak Miskin Betawi 20,1 24,6 16,4 18,2 6,8 13,8 Pendatang 14,5 28,7 14,1 17,3 6,6 18,8 Total 17,5 15,8 14,7 17,6 6,6 15,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar kepala rumahtangga miskin Betawi memilih bekerja pada sektor keuanganpersewaan. Dalam hal ini, mungkin masih banyak kepala rumahtangga yang mengandalkan usaha kontrakan rumah petak sebagai sumber mata pencaharian rumahtangganya. Sementara itu, pada sebagian besar pendatang memilih untuk bekerja pada sektor perdagangan. Tabel 44 juga menunjukkan persentase kepala rumahtangga yang tidak bekerja. Terlihat bahwa pada rumahtangga miskin, kepala rumahtangga miskin Betawi yang tidak bekerja sebesar 14,1 persen. Sementara pada pendatang, persentasenya lebih besar 20,6 persen. Pada rumahtangga tidak miskin, keadaannya terlihat sebaliknya. Persentase pada Betawi 20,1 persen justru lebih besar dibandingkan pada pendatang 14,5 persen. Tabel 45 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut status pekerjaan pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-a-vis pendatang. Secara umum sebagian besar kepala rumahtangga di DKI Jakarta 50,9 persen yang bekerja, memiliki status pekerjaan sebagai buruh,karyawan,pegawai atau pekerja bebas pertaniannon pertanian. Sekitar 25,7 persen dari kepala rumahtangga tersebut memiliki status berusaha sendiri atau dibantu buruh tidak tetapburuh tidak dibayar. Sisanya berstatus berusaha dibantu buruh tetapburuh dibayar 7,4 persen. Hanya sekitar 0,3 persen yang memiliki status pekerja tidak dibayar. Tabel 45.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Status Pekerjaan pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à-vis Pendatang, Tahun 2004 Status Pekerjaan Berusaha sendiridiban- tu buruh tdk tetaptdk dibayar Berusaha dibantu buruh tetapdibayar Buruhkarya- wanpegawaip ek bebas pertaniannon pertanian Pekerja tidak dibayar Tidak Bekerja Miskin Betawi 35,6 3,3 47,0 0,0 14,1 Pendatang 37,5 4,2 37,7 0,0 20,6 Tidak Miskin Betawi 30,9 3,6 44,9 ,4 20,1 Pendatang 24,0 8,5 52,8 ,2 14,5 Total 25,7 7,4 50,9 ,3 15,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Pola dengan persentase tertinggi pada status pekerjaan sebagai buruh,karyawan,pegawai atau pekerja bebas pertaniannon pertanian, diikuti dengan persentase status berusaha sendiri atau dibantu buruh tidak tetapburuh tidak dibayar dan persentase yang cukup rendah pada yang berstatus berusaha dibantu buruh tetapburuh dibayar, juga dapat dilihat baik pada rumahtangga miskin dan tidak miskin, Betawi maupun pendatang. Tabel 46.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Rata-rata Jam Kerja dalam Seminggu pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-a-vis Pendatang, Tahun 2004 Rata-rata jam kerja dalam seminggu Miskin Betawi 48,2 Pendatang 49,6 Tidak Miskin Betawi 48,7 Pendatang 48,8 Total 48,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Tabel 46 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut rata-rata jam kerja dalam seminggu pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-