Mendidik bukanlah mencuci otak

daerah pinggiran dan kemudian membandingkannya dengan tingkat kesejahteraan mereka sebelum pindah masih berdomisili di Jakarta. Studi ini mengkaji kesejahteraan dari sudut pandang subjektif. Berdasarkan pandangan objektif, kondisi kesejahteraan orang Betawi diketahui dengan menggunakan berbagai indikator yang meliputi tingkat konsumsi pangan, tingkat daya beli pakaian, kualitas bangunan tempat tinggal, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan. Sedangkan dari sudut pandang subjektif, kesejahteraan diungkapkan berdasarkan penilaian subjektif masing-masing responden terhadap kesejahteraan yang dialaminya atau dirasakannya. Studi tentang kesejahteraan orang Betawi ini dibatasi dengan hanya menggali beberapa bidang kehidupan saja, yaitu bidang pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan bidang kesehatan. Studi ini dilakukan di Desa Rawapanjang Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dengan pertimbangan lokasi ini merupakan daerah pinggiran yang terletak sebelah Selatan wilayah DKI Jakarta. Disamping itu sebagian besar orang Betawi yang ada di wilayah ini merupakan orang Betawi pindahan migran yang berasal dari DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode kuantitatif yang diperkuat data kualitatif. Populasi studi ini mencakup semua rumahtangga etnik Betawi yang berstatus sebagai pendatang di wilayah penelitian. Responden untuk survei diambil secara acak sistematis. Mayoritas responden berasal dari Jakarta 46,67 persen. Alasan utama responden pindah dan memilih Desa Rawapanjang sebagai tempat tinggal barunya adalah karena harga tanahharga rumah lebih murah, dibanding bila membeli tanah atau rumah di Jakarta. Sebagian besar pekerjaan responden adalah buruh 50 persen. Hal ini tidak mengherankan karena ditinjau dari tingkat pendidikannya sebagian besar responden hanyalah tamatan Sekolah Dasar SD. Profesi 50 persen responden lain juga tidak berbeda jauh dengan buruh, misalnya tukang bengkel, satpam, sopir, pedagang kaki lima dan sejenisnya. Tingkat kesejahteraan rumahtangga etnik Betawi yang berdomisili di daerah pinggiran tergolong rendah. Berdasarkan ukuran objektif 63,33 persen tidak sejahtera. Bahkan berdasarkan pandangan subjektif responden mengenai kesejahteraan lebih banyak lagi yang belum sejahtera, yaitu delapan puluh persen. Terdapat lima puluh persen rumahtangga etnik Betawi yang tingkat kesejahteraannya sangat buruk. Dikatakan sangat buruk karena dari dua pendekatan yang dilakukan dalam studi ini untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, tidak ada dari satu pendekatan manapun golongan ini dapat dikatakan sejahtera. Dari ukuran objektif kondisi kesejahteraannya di bawah rata- rata, secara subjektif pun tidak merasa sejahtera. Golongan inilah yang paling parah kondisi kehidupannya. Dari lima bidang kehidupan yang dianalisis dalam studi ini, khusus di bidang pakaian sandang tingkat kesejahteraan rumahtangga responden paling baik. Sebaliknya, di bidang makanan pangan kesejahteraan rumahtangga responden paling buruk. Terbukti berdasarkan indikator objektif dan pandangan subjektif enam puluh persen responden belum sejahtera. Selanjutnya, 66,67 persen responden pendapatannya lebih kecil dari pengeluarannya untuk pangan. Bila dilihat dari kepemilikan tabungan pun mayoritas responden 76,67 persen belum sejahtera. Terjadi peningkatan kesejahteraan Orang Betawi antara keadaan sebelum pindah masih menetap di Jakarta dengan setelah pindah berdomisili di daerah pinggiran, baik dilihat berdasarkan ukuran objektif maupun pandangan subjektif. Berdasarkan ukuran objektif jumlah rumahtangga yang tergolong sejahtera mengalami peningkatan sebesar 26,67 persen. Berdasarkan pandangan subjektif, sebagian besar 66,67 persen merasa lebih sejahtera sekarang. Studi ini menambah referensi bahwa memang terdapat fenomena penduduk Betawi yang pindah ke daerah pinggiran Jakarta.