Karakteristik Pendidikan GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

dibayar 7,4 persen. Hanya sekitar 0,3 persen yang memiliki status pekerja tidak dibayar. Tabel 45.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Status Pekerjaan pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-à-vis Pendatang, Tahun 2004 Status Pekerjaan Berusaha sendiridiban- tu buruh tdk tetaptdk dibayar Berusaha dibantu buruh tetapdibayar Buruhkarya- wanpegawaip ek bebas pertaniannon pertanian Pekerja tidak dibayar Tidak Bekerja Miskin Betawi 35,6 3,3 47,0 0,0 14,1 Pendatang 37,5 4,2 37,7 0,0 20,6 Tidak Miskin Betawi 30,9 3,6 44,9 ,4 20,1 Pendatang 24,0 8,5 52,8 ,2 14,5 Total 25,7 7,4 50,9 ,3 15,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Pola dengan persentase tertinggi pada status pekerjaan sebagai buruh,karyawan,pegawai atau pekerja bebas pertaniannon pertanian, diikuti dengan persentase status berusaha sendiri atau dibantu buruh tidak tetapburuh tidak dibayar dan persentase yang cukup rendah pada yang berstatus berusaha dibantu buruh tetapburuh dibayar, juga dapat dilihat baik pada rumahtangga miskin dan tidak miskin, Betawi maupun pendatang. Tabel 46.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Rata-rata Jam Kerja dalam Seminggu pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-a-vis Pendatang, Tahun 2004 Rata-rata jam kerja dalam seminggu Miskin Betawi 48,2 Pendatang 49,6 Tidak Miskin Betawi 48,7 Pendatang 48,8 Total 48,8 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Tabel 46 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut rata-rata jam kerja dalam seminggu pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis- a-vis pendatang. Secara umum kepala rumahtangga di DKI Jakarta mempunyai rata-rata jam kerja sebesar 48,8 jam selama seminggu. Pada penduduk miskin, rata-rata jam kerja kepala rumahtangga sebesar 48,2 jam dalam seminggu, sementara kepala rumahtangga pendatang rata-rata jam kerjanya sebesar 49,6 jam dalam seminggu. Pada sisi lain, rata-rata jam kerja dalam seminggu rumahtangga tidak miskin, pada Betawi sebesar 48,7 jam dalam seminggu. Sementara itu, pada pendatang, rata-rata jam kerjanya sebesar 48,8 jam dalam seminggu. Dari Tabel 46 terlihat bahwa pada kepala rumahtangga Betawi, rata-rata jam kerja yang mereka habiskan dalam seminggu lebih rendah dibandingkan pada kepala rumahtangga pendatang. Hal ini terjadi baik pada rumahtangga miskin maupun pada rumahtangga tidak miskin. Lebih jauh lagi, dari tabel dapat terlihat pula bahwa rata-rata jam kerja kepala rumahtangga pada rumahtangga miskin pendatang, lebih besar dibandingkan rata-rata jam kerja tersebut pada rumahtangga tidak miskin, baik Betawi maupun pendatang. Nampaknya kepala rumahtangga pendatang miskin harus bekerja lebih keras di tempat perantauannya agar dapat memberikan penghidupan bagi anggota rumahtangganya.

5.5. Karakteristik Tempat Tinggal Perumahan

Salah satu kebutuhan pokok setiap manusia adalah tempat tinggal. Namun, bila sekedar memiliki atau menguasai tempat tinggal tanpa memperhatikan kelayakannya nampaknya belum cukup untuk dapat dikatakan terpenuhi salah satu kebutuhan pokoknya.. Seseorang yang bertempat tinggal mungkin belum merasa nyaman bila harus tinggal berjubel dengan banyak anggota rumahtangga lainnya dengan luas tempat yang sangat terbatas. Tabel 47 menunjukkan persentase kepala rumahtangga menurut luas lantai per kapita pada rumahtangga miskin dan tidak miskin Betawi vis-à-vis pendatang. Terlihat bahwa lebih dari 70 persen rumahtangga miskin hidup dalam tempat tinggal yang relatif sempit = 8 m 2 per kapita. Keadaan ini dialami baik oleh rumahtangga pada Betawi maupun pendatang . Sementara itu, tempat tinggal yang relatif sempit ini masih ditemui pula pada rumahtangga tidak miskin. Keadaan tersebut dialami oleh 23,7 persen rumahtangga dengan kepala rumahtangga Betawi. Pada rumahtangga dengan kepala rumahtangga pendatang, keadaan tersebut dialami oleh sekitar 31,4 persen dari mereka. Tabel 47.Persentase Kepala Rumahtangga menurut Luas Lantai Tempat Tinggal per Kapita pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-a-vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumahtangga Luas lantai per kapita = 8 m 2 9-15 m 2 = 16 m 2 Miskin Betawi 73,3 26,2 ,5 Pendatang 78,2 15,1 6,8 Tidak Miskin Betawi 23,7 32,1 44,2 Pendatang 31,4 28,8 39,8 Total 30,8 29,3 39,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Dari Tabel 47 tersebut juga terlihat bahwa ternyata cukup banyak kepala rumahtangga Betawi sebagai penduduk asli DKI Jakarta yang tidak memiliki lagi lahan tempat tinggal yang luas di kampung halamannya sendiri. Bahkan untuk luas tempat tinggal lebih besar atau sama dengan 16 meter persegi relatif luas, persentase kepala rumahtangga miskin pada pendatang lebih besar 6,8 persen dibandingkan pada kepala rumahtangga Betawi 0,5 persen. Tabel 48.Persentase Kepala Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum pada Rumahtangga Miskin dan Tidak Miskin Betawi vis-a-vis Pendatang, Tahun 2004 Kepala Rumah Tangga Sumber Air Minum Air Bersih Lainnya Tidak Miskin Bukan Betawi 99,4 0,6 Betawi 98,9 1,1 Miskin Bukan Betawi 99,7 0,3 Betawi 97,6 2,4 Total 99,3 ,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas KOR 2004, diolah. Air minum yang berasal dari air dalam kemasan, air PAM, pompa, sumur, mata air dengan penutup merupakan air yang relatif terjamin kebersihannya. Sementara air yang bersumber dari mata air terbuka, sungai, air hujan, dan sebagainya selain sumber air bersih yang telah disebutkan relatif belum terjamin kesehatannya. Tabel 48 menunjukkan persentase kepala rumah tangga menurut