I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat dunia yang menyediakan hampir seluruh kebutuhan umat manusia.
Oleh karena itu, di beberapa negara maju dan berkembang, sektor tersebut telah mendapat prioritas untuk dikembangkan, begitupun Indonesia.
Menurut Suwandi 2005 pembangunan pertanian terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam terutama lahan dan perairan pada suatu wilayah.
Pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dapat berdampak negatif yang lebih besar daripada
manfaat yang diperoleh. Sejalan dengan semakin intensifnya pembangunan pertanian, terdapat
kecenderungan penggunaan pupuk kimia dan pestisida per hektar meningkat dari tahun ke tahun, dicerminkan dari semakin tingginya jumlah produksi dan
penjualan pupuk kimia dari tahun ke tahun Tabel 1.
Tabel 1 Produksi dan Penjualan Pupuk Kimia Tahun 2000-2005 Revisi dalam 000 ton
Produksi Penjualan Dalam Negeri
Tahun Urea
SP-36 ZA NPK Total
Urea SP-36 ZA
NPK Total
2000 5.748
468 491
30 6.737
4.047 623
507 20
5.197 2001
5.199 654
448 57
6.358 4.340
669 620
35 5.664
2002 5.404
553 420
65 6.442
4.318 581
608 75
5.582 2003
5.425 688
479 114
6.706 4.691
770 676
116 6.253
2004 5.667
738 573
202 7.180
5.007 797
667 194
6.665 2005
5.849 820
644 277
7.590 5.416
818 684
265 7.183
Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia APPI, 2005
Hal inilah yang terjadi pada masa revolusi hijau. Revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan
produksi pangan, mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju. Teknologi yang digunakan antara lain adalah
penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Gerakan Revolusi Hijau di Indonesia tidak mampu menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang
berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni tahun 1984-1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah
menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan Romli 2000.
1
Menurut Romli 2000 revolusi hijau telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan perubahan watak dan persepsi petani. Petani yang semula
mandiri dalam berusahatani, menjadi sangat tergantung kepada produsen pendukung revolusi hijau yang lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek
daripada kelestarian alam jangka panjang. Revolusi hijau membawa dampak buruk antara lain: penurunan produksi protein karena fokus produksi hanya pada
tanaman serealia karbohidrat; penggunaan pupuk yang terus menerus menyebabkan ketergantungan; penggunaan pestisida menyebabkan munculnya
hama strain baru yang resisten; serta penurunan keanekaragaman hayati.
2
Untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani namun tetap menjaga kualitas lingkungan, dikembangkan suatu alternatif bertani yang
menerapkan konsep berkelanjutan. Salah satu penerapan dari konsep ini adalah usahatani integrasi Integrated Farming System yaitu suatu usahatani yang
memungkinkan adanya integrasi antar komoditas usahatani. Integrasi antara usaha tanaman dan peternakan, usaha tanaman dan perikanan, maupun usaha
perkebunan dan peternakan merupakan contoh bentuk integrasi yang dapat diaplikasikan pada komoditas-komoditas usahatani. Sistem usahatani integrasi
1
http:www.fspi.or.idindex.php?option=com_contenttask=viewid=21Itemid=37 [11Maret 2007]
2
http:free.vlsm.orgv12sponsorSponsor-PendampingPrawedaBiologi014620Bio203-6a.htm [11 Maret 2007]
dimaksudkan agar peternakan, perikanan, dan budidaya tanaman dapat dilaksanakan secara sinergi dimana masing-masing usaha yang diintegrasikan
saling mendukung, saling memperkuat, saling ketergantungan satu sama lain, dengan memanfaatkan secara optimal seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki.
Sumberdaya yang ada di Indonesia sangat mendukung pelaksanaan usahatani pola integrasi, karena ketiga komoditas yang diperlukan tersedia dan
mudah untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 dimana nilai PDB Indonesia untuk hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan
peternakan sangat tinggi tiap tahunnya, dan disertai dengan persentase pertumbuhan yang sangat baik yaitu masing-masing 8,08 persen, 13,13 persen,
15,89 persen, 15,64 persen, dan 18,05 persen per tahunnya.
Tabel 2 Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Tahun 2000–2004 Milyar Rp
Tahun Sub Sektor
2000 2001
2002 2003
2004 Pertumbuhan per
Tahun Hortikultura
41.731 47.521
51.000 53.885
56.844 8,08
Perkebunan 31.720
36.759 43.956
48.830 57.419
15,89 Kehutanan
17.215 17.594
18.876 20.202
21.717 5,97
Perikanan 30.945
36.938 41.050
48.297 55.266
15,64 Peternakan
25.627 34.285
41.329 44.499
49.122 18,05
Tanaman Pangan 73.266
94.428 106.631
115.007 119.399
13,13 Total
220.504 267.525 302.842 330.720
351.178 12,45
Sumber: Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian RI 2006 diolah
Selain itu menurut Chan 2003 sistem usahatani integrasi dapat memberikan manfaat tambahan bagi petani kecil, menengah, maupun besar
yaitu berupa daur ulang limbah tak terpakai sebagai sumberdaya yang dapat menyediakan sumber penting bagi produksi seperti pupuk, pakan, dan bahan
bakar yang membuat aktivitas bertani berjalan ekonomis dan berkelanjutan secara ekologis. Manfaat lain yang didapatkan adalah peningkatan keuntungan
petani karena dengan input hasil daur ulang, petani dapat menghemat biaya produksi yang dikeluarkannya.
1.2 Perumusan Masalah