114
Gambar 8 Pengetahuan tentang pengelolaan lahan hubungannya dengan kegiatan pertanian padi dan sistem sosial di lahan rawa pasang
surut
6.1.3 Pengetahuan tentang pemeliharaan dan kelestarian lingkungan
Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang bersifat rentan fragile terhadap penanganan yang salah. Terbakarnya gambut dan
peningkatan kemasaman tanah merupakan dua hal yang harus dihindari dalam pengelolaan lahan rawa pasang surut untuk kegiatan pertanian. Bagi petani,
pengetahuan tentang kemasaman tanah dan upaya penangannya serta sifat- sifat tanah gambut merupakan hasil dari pengalaman dan percobaan-percobaan
yang sejak ratuan tahun telah dilakukan. Sifat tanah gambut yang penting adalah bahwa gambut menampung air hingga 300-800 dari bobot beratnya
Kedudukan lahan terhadap sungai
atau anak sungai Kondisi Lahan
Tata air Kondisi Fisik
Tanah V
t i A
l
Kelembagaan handil
Organisasi sosial Kepemimpinan
Pembuatan saluran
handil
Karakteristik tanah subur dan tanah masam
Pembuatan surjan Saluran cacing
Peralatan kerja Sistem tanaman
campuran
115 dan berfungsi sebagai penampung air di wilayah ini serta adanya sifat “kering
tak balik’ Radjagukguk 1997. Sifat-sifat khas ini membuat petani paham betul bahwa gambut harus diperlakukan dengan hati-hati. Seperti yang dituturkan
oleh Mhd 65 tahun seorang petani di Desa Tinggiran Darat: “Tanah nang ada gambutnya, apalagi nang tabal hampai samitir atau labih
kada baik diulah gasan pahumaan. amun gusang ngalih mamajahinya, wan amun gambut ini habis tanahnya kada baik lagi gasan pahumaan.
Nang bagus gasan pahumaan itu tanahnya kada banyak bagambut wan banyak ditumbuhi kalakai. Amun banyak bagalam, kada tapi baik jua
gasan dijadiakan pahumaan.” [Tanah yang mengandung gambut, terutama dengan ketebalan satu meter
atau lebih tidak sesuai dijadikan sebagai sawah. Jika terbakar sulit untuk memadamkannya, dan jika gambut ini habis terbakar maka tidak baik lagi
untuk areal persawahan. Yang cocok untuk dijadikan sebagai sawah adalah yang tidak banyak gambutnya dan banyak ditumbuhi Kelakai. Jika
banyak tanaman Galam, juga tidak baik dijadikan sebagai sawah]
Begitu juga halnya dengan gambut dan lahan yang memiliki kemasaman tinggi diupayakan untuk selalu dalam kondisi tergenangi air untuk mencegah
naiknya lapisan pirit bersifat masam dan beracun bagi tanaman ke permukaan
tanah. Gambut yang telah mengalami kekeringan karena proses pembukaan lahan atau kelebihan drainase tidak akan dapat lagi berfungsi seperti semula
sebagai penampung air sifat ‘kering tak balik’. Pembuatan surjan dan tukungan serta pengaturan keluar masuknya air merupakan langkah yang harus
ditempuh dalam mengurangi dan mencegah munculnya kemasaman yang tinggi di persawahan.
Upaya-upaya untuk mempertahankan kelestarian lingkungan di wilayah pasang surut ini juga dilakukan dengan pemberian pupuk organik dari hasil
pelapukan rumput atau gulma yang ditebas pada saat pengolahan tanah. Bahkan sekarang petani telah menggunakan kapur pertanian untuk
mempercepat proses pelapukan tersebut serta sekaligus sebagai bahan yang mampu mengurangi kemasaman tanah. Waktu persiapan lahan yang relatif
panjang 3-4 bulan memungkinkan proses pelapukan gulma dan rumput- rumputan hasil tebasan ini berlangsung baik sehingga sifat-sifat fisik serta kimia
tanah menjadi lebih baik. Pengetahuan petani tentang bagaimana mempertahankan keberlanjutan
usaha pertanian di lahan rawa pasang surut merupakan hasil pengalaman dan uji coba
trial and error yang juga terkait dengan sistem sosial dalam kehidupan masyarakat. Sistem gotong royong dalam pengolahan tanah dan penggunaan
116 peralatan adaptif alat
tajak yang mampu mencegah terbongkarnya lapisan tanah masam merupakan respon sistem sosial untuk menyesuaikan dengan
kondisi biofisik lahan rawa pasang surut. Masa pengolahan tanah yang relatif lama Des-Feb memungkinkan kegiatan gotong royong dalam pengolahan
tanah dilakukan secara bergiliran sistem handipan. Kegiatan gotong royong ini
biasanya dilakukan oleh petani dalam suatu kelompok handil.
Terkait dengan upaya pencegahan kerusakan lingkungan akibat kebakaran lahan, petani tiak dibenarkan untuk melakukan pembakaran lahan
atau gambut di areal persawahan. Hal ini bukan hanya dapat merusak lahan sawah tetapi juga dapat menjalar ke lahan sawah di sekitarnya. Membakar
lahan atau gambut merupakan bentuk pelanggaran norma dan dapat diberikan sanksi jika sampai merusak lahan petani lain. Kepala handil memiliki peranan
penting dalam hal ini jika sampai terjadi konflik antar petani akibat kebakaran lahan tersebut. Penyelesaian biasanya dilakukan secara musyawarah antar
pihak yang terlibat dan ganti rugi harus ditanggung pihak yang menjadi penyebab kebakaran tersebut. jika proses pembakaran lahan tersebut
dilakukan secara sengaja. Upaya penyelesaian ini kadang tidak sederhana dan sulit dilakukan
karena api dapat menjalar ke lahan di sekitarnya melalui bawah permukaan tanah dan muncul di tempat lain setelah beberapa hari kemudian. Untuk hal-hal
seperti ini maka selain kepala handil maka tokoh masyarakat lain juga sering dilibatkan. Tokoh yang sering dilibatkan dalam penyelesaian konflik-konflik antar
petani ini seperti kepala desa, ketua RT, ulama atau guru agama. Penyelesaian secara musyawarah ini bertujuan agar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
dapat saling memahami dan memaafkan satu sama lain. Kerugian yang ditimbulkan dapat diganti rugi sesuai dengan kesepakatan dan kesanggupan
pihak yang menanggungnya. Oleh karena itulah pembakaran lahan ini sangat dihindari oleh petani setempat karena mengandung potensi konflik antar petani.
Secara skematis pembentukan pengetahuan lokal petani menyangkut pemeliharan kelestarian lingkungan lahan rawa pasang surut hubungannya
dengan kegiatan pertanian padi serta sistem sosial masyarakat dapat dilihat pada Gambar 9.
117
Gambar 9 Pengetahuan tentang pemeliharaan kelestarian lingkungan hubungannya dengan kegiatan pertanian padi dan sistem sosial
di lahan rawa pasang surut.
6.1.4 Pengetahuan tentang peralatan usahatani