Pascapanen Budidaya Padi Lokal di Lahan Rawa Pasang Surut

94 pembayaran dalam bentuk uang. Selain itu, karena sekarang banyak pekerja panen yang berasal dari luar daerah, mereka umumnya lebih menyukai pembayaran dalam bentuk uang atau sistem tebus. Tenaga kerja upahan selain memperoleh upah kerja juga mendapat minuman dan kue-kue serta makan siang. Bagi tenaga kerja panen yang didatangkan dari luar desa atau luar daerah, maka pemilik lahan juga menyediakan penginapan biasanya di rumah pemilik lahan serta makan tiga kali sehari. Kegiatan pemanenan ini dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, khusus untuk tenaga kerja upahan biasanya lebih didominasi oleh kaum perempuan. Pemanenan padi di lahan rawa pasang surut tipe A umumnya hanya bisa dilakukan setengah hari karena kondisi lahan yang berair pada saat pasang. Alat panen yang digunakanpun kebanyakan adalah ani-ani, dan hasil panen berupa malai padi dibawa ke rumah dengan menggunakan perahu atau jukung maupun perahu motor atau kelotok. Umumnya perontokan padi tidak menggunakan mesin perontok mengingat susahnya membawa mesin perontok tersebut ke areal persawahan. Padi-padi ini selanjunya dirontok dengan cara diinjak-injak atau diirik.

5.2.8 Pascapanen

Padi-padi yang telah dirontok, baik yang dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan mesin perontok selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari. Proses penjemuran ini berlangsung selama 1-3 hari tergantung kondisi gabah saat dijemur. Setelah gabah ini kering dilakukan proses pembersihan yakni dengan memisahkan antara gabah yang berisi dengan gabah yang hampa. Proses pembersihan ini menggunakan alat tradisional yang disebut gumbaan. Prinsip kerja alat gumbaan ini adalah dengan menggunakan mekanisme hembusan angin yang berasal dari kipas yang diputar sehingga gabah yang berisi bernas dan gabah yang ringan hampa terpisah keluarnya pada tempat yang berbeda. Untuk keperluan penyimpanan jangka panjang, gabah-gabah yang telah dibersihkan ini kemudian dijemur kembali selama 1-2 hari. Penyimpanan gabah menggunakan dua metode, yakni disimpan dalam lumbung padi dan disimpan dalam karung-karung. Lumbung padi dibangun di samping rumah dari bahan kayu atau papan dan diberi atap seng atau asbes dahulu menggunakan atap dari daun rumbia. Gabah yang disimpan dalam 95 lumbung ini umumnya dapat bertahan lama hingga tahun berikutnya. Pada bagian bawah biasanya dilapisi dengan alas tikar dari tanaman purun. Untuk mencegah serangan hama tikus, petani biasanya membuat dengan sistem berlapis dua lapis, dimana antara kedua lapisan tersebut diisi dengan gabah hampa atau sekam. Pada bagian atas, setelah ditutup dengan tikar purun kemudian diberi lapisan sekam sekitar 15-20 cm. Pemberian sekam pada sekat dinding maupun pada bagian atas bertujuan agar tikus tidak bisa memakan gabah-gabah tersebut. Hal ini seperti dituturkan oleh Hlm 53th, petani di Desa Tinggiran Darat: “Pabila ada tikus nang malubangi tawing panyimpanan banih maka hampa banihnya nang ada di sasalanya nang takaluar. Tikusnya kada mau lagi malubangi lawan kada datang lagi.” [ Jika ada tikus yang membuat lubang pada dinding penyimpanan gabah, maka sekam yang ada disela-sela dinding tersebut akan keuar. Tikus biasanya tidak mau lagi meneruskan membuat lubangnya, dan biasanya tidak akan kembali lagi ] Teknik ini menurut petani diperoleh dari pengalaman dan pengamatan bahwa tikus tidak akan mengorek lubang lumbung yang sama jika ternyata yang ditemuinya adalah gabah hampa atau sekam. Begitu juga halnya pada bagian atas, yang dilapisi dengan sekam setebal 15-20 cm tidak akan mungkin digali oleh tikus untuk mengambil gabah yang ada di bawahnya. Teknik penyimpanan gabah dengan menggunakan lumbung ini banyak dilakukan petani di daerah tipe A Kecamatan Tabunganen dan sekitarnya. Pertimbangan penyimpanan dengan teknik ini juga terkait dengan faktor keamanan dari pencurian. Oleh karena itu, dalam membuat lumbung para petani sangat memperhatikan ketinggian lantai dari permukaan tanah. Pertimbangan tinggi air pasang besar yang dapat membanjiri lantai lumbung merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan. Begitu juga sebaliknya, tidak boleh membangun lantainya terlalu tinggi karena akan mudah dicuri dengan cara membobol bagian lantai lumbung tersebut. Faktor keamanan inilah yang juga menjadi alasan mengapa sangat jarang petani di wilayah ini yang menyimpan gabahnya dalam karung, karena kalau dicuri mudah dibawa. Penyimpanan padi di lahan rawa pasang surut tipe B, C, dan D umumnya dengan cara memasukkan ke dalam karung-karung plastik atau karung bekas pupuk. Kapasitas karung ini mampu menampung 3-4 blek gabah 1 blek = 20 liter, dengan berat sekitar 10 kg. Karung-karung ini umumnya 96 disimpan di dalam rumah, dalam ruangan khusus atau hanya ditaruh di ruang tamu. Bagi mereka yang memperoleh hasil dalam jumlah banyak, maka biasanya ada ruangan atau kamar khusus untuk menyimpan karung-karung berisi gabah tersebut. Gabah-gabah yang disimpan dalam karung ini sangat rentan terhadap serangan tikus, sehingga petani biasanya tidak menyimpannya dalam waktu yang lama. Setelah panen atau beberapa bulan kemudian, ketika memerlukan uang atau harga gabah meningkat, petani biasanya menjual sebagian dari gabah tersebut. Untuk keperluan konsumsi sendiri, keluarga petani rata-rata harus menyimpan padi sebanyak 25 blek gabah perkapita pertahun 250 kg gabah atau setara dengan 125 kg beras. Sedangkan jika diperhitungkan dengan kebutuhan sehari hari lainnya maka paling sedikit seorang petani harus memiliki 75 blek gabah perkapita pertahun 750 kg gabah atau setara dengan 375 kg beras perkapita pertahun. Perkiraan ini menjadi salah satu dasar pertimbangan bagi keluarga petani untuk mengusahakan padi, menyangkut luas lahan yang harus dikerjakan serta pertimbangan faktor pembatas berupa modal dan lahan yang tersedia. Berdasarkan perhitungan ini, suatu keluarga petani yang terdiri atas 5 orang memiliki tiga orang anak paling sedikit harus memproduksi padi sebanyak 375 blek sekitar 3,75 ton gabah. Untuk mendapatkan produksi padi sebanyak ini, dengan tingkat produktivitas rata-rata 8 blek perborong sekitar 2,8 ton gabah maka paling sedikit keluarga petani tersebut harus mengusahakan lahan sawah seluas 47 borong setara dengan 1,34 hektar. Berdasarkan gambaran tentang sistem pertanian padi lokal di lahan rawa pasang surut tersebut dapat dilihat bahwa walaupun padi lokal mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat, tetapi produktivitasnya masih rendah. Introduksi teknologi pertanian modern melalui pengembangan padi unggul telah lama dilakukan, bahkan sudah diperkenalkan sejak 1975. Beberapa varietas unggul baru padi lahan rawa pasang surut misalnya varietas Margasari dan Martapura yang berumur pendek sekitar 4 bulan serta relatif adaptif terhadap genangan dan kemasaman tanah telah diintroduksi. Kondisi lingkungan biofisik, sosial, dan ekonomi petani setempat merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap teknologi padi unggul ini. Produktivitas aktual padi unggul di lahan rawa pasang surut ini yang relatif tidak berbeda dengan padi lokal serta masalah harga gabah padi unggul yang rendah 97 merupakan faktor yang membuat tidak banyak petani mau menanam padi unggul. Perbandingan sistem budidaya padi lokal dan padi unggul di lahan rawa pasang surut ini dapat dilihat Tabel 10. Tabel 10 Perbandingan sistem usahatani padi lokal dan padi unggul di lahan rawa pasang surut Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan No Parameter Padi Lokal Padi Unggul 1 Sifat varietas Peka fotoperiodik Tidak peka fotoperiodik 2 Umur tanaman 9 – 11 bulan 3-4 bulan 3 Jenis persemaian Persemaian bertahap transplanting Persemaian basah 4 Umur persemaian Tipe A : palai 7 hari, lacak 45-60 hari, tangkar anak 45 hari Tipe B, C dan D : a Tiga tahap : tugal taradak 25-30 hari, lambakampak 30-45 hari, lacak 60-75 b Dua tahap : tugal taradak 30 hari, lacak 75-90 hari 21-28 hari 5 Tinggi bibit saat ditanam 40-50 cm bagian atasdaun dipangkas 15-20 cm 6 Adaptasi terhadap kondisi lingkungan Relatif tahan terhadap kemasaman tanah Peka terhadap kemasaman tanah 7 Pengolahan tanah Menggunakan tajak: tatak, puntal, tebar. Menggunakan tajak: tatak ampar’, angkut. 8 Cara tanam Mengunakan alat bantu tutujah Langsung tanpa alat bantu 9 Respon terhadap pemupukan Kurang responsif terhadap pemupukan N, P dan K Responsif terhadap pemupukan N, P K 10 Pemeliharaan tanaman Penyiangan rumput umumnya hanya di galangan. Pengendalian hama dan penyakit umumnya jarang dilakukan Penyiangan rumput diantara tanaman padi dan galangan. Pengendalian hama dan penyakit terutama tikus, tungro, blast, walang sangit, hama putih 11 Tinggi tanaman 120 – 175 cm khusus variteas Datu dapat mencapai 200 cm 80 – 100 cm 98 Keterangan : Peka fotoperiodik artinya tanaman padi tersebut hanya berbunga pada musim tertentu saja, yakni ketika penyinaran matahari berlangsung lebih pendek daripada panjang hari kritik. Fotoperiodik kritis untuk tanaman padi sekitar 12-14 jam, sedangkan fotoperiodik optimum sekitar 9-10 jam. Varietas lokal yang disemai pada bulan Oktober- Nopember umur berbunganya sekitar 162-218 hari dan umur panennya sekitar 300 hari Sulaiman, S 1998. Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009

5.3 Ikhtisar: Sistem Pertanian Padi yang Adaptif Lingkungan