77 rawa pasang surut mencakup kegiatan pembukaan lahan, pengolahan tanah,
pemilihan varietas, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, hingga pemanenan dan pascapanen.
5.2.1 Pembukaan lahan
Pembukaan lahan rawa pasang surut untuk keperluan usaha tanaman padi sawah biasanya hanya dilakukan pada wilayah-wilayah baru yang akan
dicetak menjadi persawahan. Lahan-lahan yang akan dicetak untuk menjadi sawah biasanya ditumbuhi oleh berbagai tanaman spesifik pasang surut seperti
tumbuhan Piai atau Kelakai Achrosticum aureum, Pulantan Alstonia
pneumatophora, Galam Melaleuca leucadendron, Nipah Nypa fruticans, dan jenis kayu lainnya. Kegiatan penebangan pohon dan pembersihan lahan ini
dilakukan pada musim kemarau. Sisa-sisa tanaman ini selanjutnya dikumpulkan dan pada akhir musim kemarau kemudian dibakar. Pembakaran dilakukan
karena cara ini merupakan cara yang paling murah dan mudah. Karena dilakukan pembakaran, petani biasanya memilih lokasi lahan yang tidak atau
hanya sedikit mengandung gambut. Jika lahan tersebut bergambut atau merupakan lahan gambut maka kesuburannya akan berkurang jika terbakar,
bahkan sawah tidak akan bertahan lama dan menjadi rusak serta tidak baik bagi pertumbuhan tanaman padi. Bagaimana mereka mengetahui dan mengenali
jenis atau tipe lahan yang baik untuk dijadikan lahan persawahan? Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diajarkan orang-orang tua mereka dulu,
untuk mengenali suatu lahan yang baik dijadikan sawah dapat dilihat dari posisi atau kedudukannya terhadap sungai atau anak sungai, vegetasi atau jenis
tumbuhan, serta sifat fisik tanah tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Atm 64 th petani di Tabunganen:
“Tanah nang parak lawan batang banyu biasanya bagus gasan pahumaan. Kaya itu jua pabila banyak ditumbuhi puhun piai.”
[ Lahan yang dekat dengan sungai biasanya baik untuk diajdikan persawahan. Begitu juga halnya lahan yang ditumbuhi dengan tanaman
Paku-pakuan ]
Berdasarkan indikator-indikator di atas para petani setempat memiliki pengetahuan tentang bagaimana memperlakukan calon lokasi baru untuk
dicetak menjadi sawah agar baik untuk pertumbuhan tanaman padi. Dalam kegiatan pembukaan lahan ini terdapat beberapa kegiatan prioritas yang harus
dilakukan. Pada wilayah lahan rawa pasang surut tipe A, pembukaan lahan
78 harus diikuti dengan penggalian
handil di muka areal sawah serta parit atau saluran di areal persawahan. Pembuatan saluran atau parit-parit berukuran
lebar 50-75 cm dan dalam 40-50 cm pada bagian tengah lahan dan tegak lurus dengan sungai atau ‘
handil’, merupakan suatu bentuk upaya dalam pengaturan tata air. Fungsi saluran ini antara lain a mempercepat keluar masuknya aliran
pasang surut; b mempercepat proses pencucian leaching kemasaman tanah;
dan c mempermudah untuk pengangkutan sarana produksi pupuk, dan bibit serta hasil panen, karena perahu atau
jukung dapat dimasukkan ke dalam petak sawah. Pengelolaan atau pengaturan tata air ini merupakan salah satu kunci
keberhasilan petani Banjar di lahan rawa pasang surut. Menurut Noor 1996, pengelolaan air di lahan rawa pasang surut, terutama di lahan yang
mengandung sulfat masam berperan penting dalam meningkatkan produktivitas lahan.
Dalam pengembangan selanjutnya dibuat tembokan surjan atau
bedengan yakni bagian lahan yang ditinggikan dengan cara menimbun tanah ke areal bedengan tersebut. Bagian ini nantinya berfungsi untuk sebagai tempat
menanam sayuran, buah-buahan ataupun tanaman keras seperti kelapa. Selain itu bedengan ini juga berfungsi sebagai tempat untuk menaikkan lumpur-lumpur
yang setiap tahun masuk dan tertimbun di areal persawahan lahan rawa pasang surut tipe A. Kegiatan menaikkan lumpur ini disebut dengan kegiatan
melibur tembokan. Kegiatan ini perlu dilakukan agar lumpur di sawah jangan sampai
terlalu tebal lebih dari 30 cm karena jika terlalu tebal justeru berakibat tidak baik karena tanaman padi akan mudah roboh.
Pada lahan rawa pasang surut tipe B, dimana air pasang hanya masuk pada saat pasang besar pasang tunggal, pembukaan lahan atau pencetakan
sawah diikuti dengan pembuatan galangan yang berfungsi selain sebagai pembatas juga sebagai penahan air pasang surut. Pengembangan selanjutnya
adalah dengan membuat tukungan maupun surjan yang nantinya dapat
digunakan untuk ditanami dengan jenis sayuran, palawija dan tanaman buah- buahan seperti jeruk, rambutan, atau mangga. Selain itu para petani juga
banyak yang mengembangkan sitem tata air mikro, yakni pembuatan saluran- saluran atau parit cacing di sekeliling lahan untuk menjaga agar proses
pengaturan air dapat berlangsung baik, karena air pasang tidak bisa masuk setiap saat hanya pada saat pasang besar.
79 Pembukaan lahan rawa pasang surut di tipe C dan D yang lahannya
tidak sampai terluapi oleh air pasang, bahkan oleh pasang besar sekalipun hanya mempengaruhi tinggi rendahnya pemukaan air tanah, pembuatan
galangan selain sebagai pembatas lahan juga lebih ditujukan sebagai penahan air hujan. Surjan maupun
tukungan dibangun selain untuk keperluan penamanan palawija dan tanaman keras rambutan, mangga, jeruk juga bagian
tanah yang digali untuk menimbun tanah pada surjan tersebut digunakan sebagai saluran atau parit dalam petak sawah. Untuk pengaturan air, terutama
air dari air hujan dibangun bendungan sederhana atau yang disebut tabat pada
muara handil atau anak sungai. Dengan adanya tabat ini diharapkan air hujan
dapat ditahan selama mungkin untuk keperluan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan gambaran rangkaian kegiatan pembukaan lahan untuk
sawah tersebut, ada dua hal yang menjadi pengetahuan umum bagi petani dalam mengelola lahan rawa pasang surut. Pertama, bahwa lapisan tanah yang
mengandung sifat masam adanya lapisan pirit jika sampai terbongkar atau
terangkat ke permukaan dapat mengakibatkan keracunan bagi tanaman. Kedua, pada kondisi tergenang, sifat masam ini secara alamiah tidak akan
mengganggu bagi pertumbuhan tanaman, oleh karena itu pengaturan air menjadi kunci utama dalam keberhasilan mengelola lahan tersebut.
Upaya-upaya petani dalam mencegah atau mengurangi kemasaman tanah juga dilakukan dengan pemberian kapur pertanian. Pemberian kapur ini
umumnya dilakukan pada lahan rawa pasang surut tipe B, C, dan D yang memang permasahan kemasamannya lebih berat dibanding tipe A.
Pengetahuan petani tentang manfaat kapur ini sebagai salah satu kegiatan yang dapat mengurangi kemasaman tanah diperoleh setelah era revolusi hijau dan
kegiatan penyuluhan pertanian dilakukan secara intensif.
5.2.2 Pengolahan Tanah