124
6.2 Proses pembentukan dan transmisi pengetahuan lokal
Pemahaman masyarakat terhadap kondisi biofisik ekosistem lahan rawa pasang surut dan upaya-upaya untuk memanfaatkan sumberdaya alam
setempat untuk keberlangsungan kehidupan lama kelamaan membentuk berbagai pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lahan rawa pasang
surut tersebut. Melalui usaha yang bersifat coba-coba trial and error akhirnya
mereka menemukan berbagai hubungan antara komponen dalam sistem biofisik dan sistem sosial masyarakat di lahan rawa pasang surut. Pengetahuan tentang
karakteristik tanah masam atau pirit yang beracun bagi tanaman diperoleh
melalui pengalaman puluhan hingga ratusan tahun berusahatani di lahan rawa pasang surut. Begitu juga halnya dengan berbagai pengetahuan lainnya tidak
diperoleh dalam waktu singkat, tetapi melalui suatu proses yang relatif panjang. Pengetahuan-pengetahuan yang terbentuk ini ternyata terbukti mampu
mengantarkan masyarakat di lahan rawa pasang surut untuk mencapai tujuan berusahatani, yakni diperolehnya hasil yang cukup. Karena sifatnya spesifik,
pengetahuan-pengetahuan ini hanya dapat digunakan pada aras lokal atau pada wilayah lain yang memiliki karaktersitik biofisik dan sistem sosial tidak jauh
berbeda. Keterbatasan dalam luas jangkauan ini membuat pengetahuan lokal yang terbentuk dan dimiliki oleh masyarakat di lahan rawa pasang surut
dianggap kuno dan ketinggalan jaman. Hal ini semakin nampak bagi orang luar, jika sistem atau model pertanian ini dibandingkan dengan pertanian modern
yang mampu menghasilkan produksi yang jauh lebih tinggi. Perbandingan ini kurang tepat dilakukan, mengingat bahwa lahan rawa pasang surut termasuk
kategori lahan marginal yang memang sebenarnya kurang cocok dijadikan sebagai lahan pertanian. Kemampuan petani dalam memanfaat lahan yang
marginal sehingga memberikan manfaat atau hasil pertanian yang cukup merupakan sebuah prestasi dan bukti kemampuan pengetahuan yang dimiliki
masyarakat mampu mengatasi kendala-kendala yang ada di lahan marginal tersebut.
Pengetahuan lokal yang terbentuk sebagai sebuah proses adaptasi terhadap kondisi biofisik dan sistem sosial masyarakat akan menghasilkan
sebuah praktik pertanian adaptif dan berkelanjutan. Keberlajutan pertanian di lahan rawa pasang surut merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam
mengelola ekosistem, sehingga ekosistem tersebut mampu memberikan hasil
125 dalam jangka yang relatif lama. Berdasarkan hasil diskusi dengan para petani di
lahan rawa pasang surut, praktik-praktik pertanian yang didasarkan atas pengetahuan lokal ternyata mampu meningkatkan produksi pertanian,
khususnya tanaman padi di lahan rawa pasang surut. Pada awal-awal pembukaan lahan, produktivitas lahan yang diusahakan untuk tanaman padi
hanya mencapai 3-5 blek per borong 1,05 -1,75 tonha. Setelah tiga hingga lima tahun diusahakan, produktivitas tanaman padi sudah mencapai kondisi
stabil untuk wilayah ini, yakni mencapai 6-10 blekborong 2,10 – 3,50 tonha. Fluktuasi produksi selanjutnya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama
lahan rawa pasang surut tipe C dan D serta serangan hama dan penyakit tanaman.
Pengetahuan lokal yang dimiliki ini ditransmisikan baik dalam sistem sosial tersebut maupun antar generasi. Hubungan sosial yang akrab,
solidaritas sosial yang tinggi, sistem kelembagan handil yang umumnya
beranggotakan orang-orang dari daerah asal yang sama merupakan faktor pendorong dalam proses transmisi pengetahuan lokal dalam sistem sosial
masyarakat tersebut. Bahkan dalam kegiatan usahatani tidak ada sesuatu hal yang harus dirahasiakan, apalagi menyangkut hal-hal atau upaya untuk
meningkatkan produksi. Pengetahuan atau temuan-temuan baru akan cepat beredar dalam masyarakat dan biasanya secara informal. Informasi baru
tentang berbagai hal dalam konteks peningkatan produksi menyebar cepat secara berantai dari mulut ke mulut. Adanya jenis bibit varietas lokal baru yang
dianggap baik akan cepat direspon masyarakat, dan dipraktikkan dalam skala kecil sebagai suatu bentuk uji coba. Proses transmisi secara oral, melalui
peniruan dan demonstrasi merupakan salah satu karakteriktik khas dari pengetahuan lokal Ellen and Bicker 2005. Masyarakat di wilayah lahan rawa
pasang surut sebagaimana masyarakat pedesaan pada umumnya akan lebih yakin terhadap sesuatu kalau telah melihat atau membuktikan sendiri
kebenarannya. Transmisi pengetahuan juga berlangsung dari satu ke generasi dalam
sistem sosial tersebut. Seorang petani akan memberikan berbagai pengetahuan yang dimilikinya kepada anak-anaknya melalui proses pembelajaran langsung
atau melalui praktik langsung dalam kegiatan usahatani. Anak-anak yang telah berusia sepuluh tahun biasanya telah diajak orang tuanya untuk membantu ke
sawah. Pada tahap-tahap awal pengenalan kegiatan berusahatani, anak-anak
126 ini hanya sekedar dibawa ke lahan pertanian untuk bermain sambil
memperhatikan orangtuanya bekerja. Tahap selanjutnya, anak-anak ini akan diminta membantu kegiatan-kegiatan ringan, seperti membersihkan rumput di
galangan, membawakan bibit padi yang akan ditanam, hingga ikut memanen padi dengan menggunakan peralatan ani-ani atau sabit, serta merontok padi
dengan cara menginjak-injak meirik. Semakin, meningkat usianya, anak-anak
ini selanjutnya ikut membantu orang tuanya dengan pekerjaan-pekerjaan spesifik yang membutuhkan keterampilan dan kehati-hatian, seperti mengolah
tanah dengan menggunakan alat tajak, menanam padi dengan menggunakan
alat tatajuk hingga pembersihan gabah dengan menggunakan alat gumbaan.
Berdasarkan diskusi dengan masyarakat melalui FGD pada semua lokasi lahan rawa pasang surut, seorang anak petani yang sering dibawa orang
tuanya ke sawah dan ikut membantu bekerja di sawah, sudah mampu mandiri dalam berusahatani padi pada usia sekitar 15 tahun. Pada usia ini, petani
remaja ini sudah memiliki berbagai pengetahuan dalam berusahatani padi yang secara langsung ditularkan oleh orangtuanya. Walaupun demikian, anak
tersebut masih belum diserahi lahan untuk dikelola sendiri hingga anak tersebut berkeluarga atau menikah. Jika anak tersebut menikah, maka orang tuanya
atau mertuanya akan memberikan pinjaman atau pemberian lahan untuk dikelola sendiri dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarganya. Proses
demikian terus berlangsung, hingga berbagai pengetahuan lokal dalam mengelola lahan rawa pasang surut tersebut berlangsung dari generasi ke
generasi. Proses transmisi pengetahuan lokal ini sangat dipengaruhi oleh
kebiasaan interaksi dan komunikasi dalam kehidupan masyarakat setempat. Kebiasaan untuk duduk-duduk di warung minum saat siang hari setelah pulang
dari sawah atau sore hari menjelang senja merupakan media efektif terjalinnya komunikasi antar petani. Petani pergi ke warung minum ini selain untuk
beristirahat sambil minum teh atau kopi, juga memanfaatkannya untuk saling mengobrol atau bertukar informasi. Hubungan informal yang terjalin menjadikan
komunikasi ini berjalan secara konvergen. Pada ruang publik public sphere
seperti inilah masing-masing pihak bebas mengajukan pendapat dan pandangannya, baik menyangkut permasalahan pertanian maupun masalah-
masalah di luar pertanian. Umumnya yang duduk-duduk atau mengobrol di warung ini adalah kaum laki-laki. Oleh karena itu dinding-dinding warung sering
127 dijadikan sebagai media untuk menempelkan pengumuman atau berita-berita
yang menyangkut masyarakat desa setempat. Ruang publik lainnya yang sering dimanfaatkan oleh petani dalam proses
transfer pengetahuan adalah mushalamasjid dan pada saat pertemuan yasinan arisan di rumah warga yang dilakukan secara bergantian satu minggu sekali.
Biasanya pada sore hari sebelum masuk waktu shalat magrib, petani duduk- duduk diteras mushallamasjid sambil berbincang-bincang. Pada saat inilah
diperbincangkan berbagai hal atau kejadian tertentu, termasuk misalnya permasalahan perkembangan maupun permasalahan pertanian yang mereka
hadapi. Begitu juga halnya pada saat sebelum atau sesudah kegiatan yasinan atau arisan dilakukan. Mereka memperbincangkan berbagai hal dari masalah
keagamaan hingga masalah kehidupan sehari-hari. Pertukaran informasi dan pengetahuan berlangsung tanpa ada hambatan atau kendala tekanan dan
dominasi. Ruang publik seperti inilah yang berperan dalam proses transmisi pengetahuan lokal dalam kehidupan masyarakat di lahan rawa pasang surut.
Mekanisme pembentukan dan transmisi pengetahuan dalam sistem sosial masyarakat di lahan rawa pasang surut dapat dilihat pada Gambar 12.
= pengaruh
= transmisi Gambar 12 Mekanisme pembentukan dan transmisi pengetahuan lokal di
lahan rawa pasang surut. Sistem Biofisik Ekosistem Lahan
Rawa Pasang Surut
Sistem Sosial Masyarakat Lahan Rawa Pasang Surut
Petani A Generasi I
Petani B Generasi I
Petani Aa Generasi II
Petani Bb Generasi II
128 Proses pembentukan dan transmisi hingga pelanggengan pengetahuan
lokal ini sangat terkait dengan sistem sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Proses transmisi dari orang tua kepada anak dikaitkan dengan norma-
norma sosial yang menunjukkan kepatuhan anak kepada orang tuanya untuk ikut membantu orang tuanya bekerja di sawah. Melalui media inilah anak-anak
memperoleh pengetahuan tentang bercocok tani padi beserta seluk beluk lahan rawa pasang surut. Begitu juga halnya dengan struktur sosial masyarakat yang
umumnya relatif homogen sebagai petani padi memungkinkan transmisi pengetahuan berlangsung dalam kondisi tanpa hambatan dan dominasi. Petani
yang memiliki pengetahuan luas tentang berbagai aspek mengenai pengetahuan pertanian di lahan rawa pasang surut memiliki kedudukan yang lebih dalam
struktur sosial masyarakat. Pembentukan dan transmisi pengetahuan ini berbeda dibandingkan
dengan sains yang umumnya bersumber dari luar sistem sosial. Sains di bidang pertanian di lahan rawa pasang surut merupakan hasil-hasil penelitian dari
berbagai lembaga dan instansi pemerintah. Proses transmisinya melalui agen- agen penyuluhan pertanian yang disampaikan sebagai bagian dari program
pembangunan pertanian secara nasional. Perbandingan proses pembentukan dan transmisi antara pengetahuan lokal dan sains dalam sistem sosial
masyarakat di lahan rawa pasang surut dapat dilihat pada Tabel 12 Pengetahuan lokal petani di lahan rawa pasang surut secara umum
terbentuk berdasarkan pemahaman dan pengalaman yang kadang diikuti dengan proses mencoba-coba
trial and error. Hal ini berbeda dengan sains yang pembentukannya merupakan hasil dari penelitian dan ujicoba yang
dilakukan melalui kerangka ilmiah yang objektif analitis dan dikembangkan melalui capaian-capaian
rigorus sebelumnya serta sistematis Agrawal 1995. Perbedaan proses pembentukan inilah yang juga berimplikasi terhadap proses
transmisinya.
129
Tabel 12 Perbandingan bentuk serta proses transmisi antara pengetahuan lokal dengan sains P R O S E S
Produksi pengetahuan Transmisi pengetahuan
PelanggenganPemeliharaan pengetahuan
BENTUK Pengetahuan
Lokal Sains
Pengetahuan Lokal
Sains Pengetahuan
Lokal Sains
1 2 3 4 5 6 7
Pengetahuan tentang
pengelolaan lahan
Pemahaman tentang sifat
masam, gambut, dan adanya
lapisan pirit Hasil penelitian
dan uji coba di lahan rawa pasang
surut Praktek dan
pembelajaran langsung di lahan
usaha oleh anak maupun
pengalaman petani lain teman
tetangga Kegiatan
penyuluhan pertanian,
demplot, sekolah lapang, dan
lainnya Pembuatan
saluran air tata air mikro dan
pemeliharaan handil secara
gotong royong Lembaga
penyuluhan pertanian dan
pembinaan dari Dinas pertanian
atau instansi terkait lainnya
seperti Dinas Kimpraswil
Pengetahuan tentang peralatan
usahatani Ujicoba
trial and error tentang
peralatan yang sesuai dengan
kondisi sosio- biofisik lahan rawa
pasang surut Hasil penelitian
tentang peralatan dalam usahatani
padi sawah Praktek dan
pembelajaran langsung di lahan
usaha oleh anak maupun
pengalaman petani lain teman
tetangga Kegiatan
penyuluhan pertanian,
demplot, sekolah lapang, dan
lainnya Penggunaan
peralatan usahatani yang
adaptif untuk kondisi lahan rawa
pasang surut seperti ’tajak’,
’tutujah’, ’kakakar’, ’ani-ani’,
’gumbaan’ dan lainnya
Pelatihan penggunaan dan
bantuan pengadaan
peralatan modern seperti
handtraktor, power thresser, sabit
bergerigi dan lainnya
130
Lanjutan 1 2 3 4 5 6 7
Pengetahuan tentang budidaya
tanaman padi Pengalaman dan
pemahaman tentang sifat khas
tanaman padi di lahan rawa pasang
surut Hasil penelitian
dan uji coba di lahan rawa pasang
surut Praktek dan
pembelajaran langsung di lahan
usaha oleh anak maupun
pengalaman petani lain teman
tetangga Kegiatan
penyuluhan pertanian,
demplot, sekolah lapang, dan
lainnya Mengusahakan
padi lokal dengan sistem, tradisional
yang adaptif dengan lingkungan
setempat Lembaga
penyuluhan pertanian dan
pembinaan dari Dinas pertanian
atau instansi terkait lainnya
Pengetahuan tentang
pemeliharaan dan pelestarian
lingkungan Pemahaman
tentang sifat rapuh fragile dari lahan
rawa pasang surut terhadap
kesalahan dalam pengelolaannya
Hasil penelitian dan uji coba di
lahan rawa pasang surut, Konvensi
tentang lingkungan Praktek dan
pembelajaran langsung di lahan
usaha oleh anak maupun
pengalaman petani lain teman
tetangga Kegiatan
penyuluhan pertanian
Penerapan sistem surjan dan
pencegahan kebakaran lahan
gambut Penerapan sistem
pertanian terpadu melalui program
SLPHT dan SLPTT
Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009
131 Proses transmisi pengetahuan lokal dilakukan melalui pembelajaran
langsung di lapangan terutama transmisi antar generasi. Transmisi intergenerasi yang terjadi sesama petani berlangsung dalam ruang publik seperti
pada saat perbincangan di warung, sebelum dan setelah kegiatan yasinan atau arisan, maupun di tempat-tempat seperti teras mushala atau masjid. Proses
transmisi ini berlangsung dalam bentuk komunikasi yang bersifat konvergen dan bebas dari dominasi. Sebaliknya proses transmisi sains dilakukan melalui
kegiatan penyuluhan oleh petugas penyuluh baik berupa ceramah, demonstrasi plot maupun praktik lapang yang lebih banyak bersifat komunikasi satu arah,
yakni penyuluh sebagai sumber informasi. Pelanggengan atau pemeliharaan pengetahuan lokal dilakukan melalui
penerapan sistem petanian spesifik lahan rawa pasang surut yang menekankan pada aspek penggunaan varietas lokal, pengaturan tata air, serta penggunaan
peralatan tepat guna yang bersifat adaptif. Pelaksanaan program-program dinas dalam pembinaan petani di lahan rawa pasang surut, pemberian bantuan
pengadaan peralatan atau mekanisasi pertanian merupakan bentuk-bentuk yang dilakukan pemerintah dalam upaya pemeliharaan dan pelanggengan sains di
bidang pertanian. Semua kegiatan ini diintegrasikan dalam kegiatan penyuluhan pertanian yang mengacu pada kebijakan pemerintah pusat sentralistik.
6.3 Peranan dan Eksistensi Pengetahuan Lokal