168 petani sejak tahun 2005. Walaupun demikian, masih ada petani yang
menggunakan ani-ani ranggaman dan merontok padi dengan cara diinjak-injak
diirik. Umumnya petani yang memiliki tenaga kerja keluarga yang cukup dan lahan yang diusahakan tidak terlalu luas biasanya lebih senang menggunakan
cara lama tersebut. Salah satu pertimbangannya adalah menyangkut biaya yang harus dikeluarkan jika menggunakan mesin perontok.
7.1.4 Lahan rawa pasang surut tipe D
Pertanian di lahan rawa pasang surut tipe D dapat dikatakan sebagai jenis lahan tadah hujan. Hal ini karena air pasang besarpun tidak mampu
masuk ke areal persawahan, hanya berpengaruh secara tidak langsung terhadap permukaan air tanah yang kedalamannya lebih dari 50 cm. Introduksi
pertanian modern melalui kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan di wilayah ini terkait dengan paket teknologi benih unggul termasuk penggunaan
bahan-bahan kimia seperti pupuk buatan dan pestisida serta penggunaan peralatan pertanian modern.
Upaya memperkenalkan penggunaan benih unggul di wilayah ini sejak tahun 1985 kurang mendapat respon dari masyarakat, karena menurut petani
setempat karakteristik budidaya dan beras atau nasi dari varietas unggul tersebut kurang cocok dengan kondisi lingkungan dan sosial budaya
masyarakat. Padi unggul memerlukan pemeliharaan yang intensif, modal yang relatif besar, serta rasa nasi yang kurang sesuai dengan selera masyarakat
setempat. Selain itu tanaman padi unggul rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga diperlukan biaya tambahan untuk pengendalian hama dan
penyakit tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan introduksi pertanian modern di lahan rawa pasang surut tipe D ini juga kurang berkembang.
Penggunaan pupuk buatan untuk tanaman padi lokalpun baru direspon secara meluas pada tahun 1995 dan dengan dosis yang masih jauh dari anjuran
penyuluh. Sebagian besar petani hanya menggunakan Urea untuk memupuk pembibitan
lacak dan awal pertanaman saja. Hal ini terkait dengan ketersediaan modal usahatani dan sifat padi lokal yang memang kurang
responsif terhadap pemupukan. Begitu juga halnya dengan penggunaan pestisida, hanya sebagian kecil petani yang menggunakannya. Tetapi berbeda
halnya dengan herbisida, banyak petani yang mengaplikasikannya untuk mempermudah kegiatan pengolahan tanah dan mempercepat proses
169 pembusukan sisa-sisa gulma dari hasil pengolahan tanah tersebut.
Penggunaan herbisida ini mulai meluas digunakan sejak tahun 2000. Peralatan pertanian seperti sabit bergerigi dan mesin perontok baru
mulai digunakan oleh beberapa petani sejak tiga tahun terakhir. Sebagian besar petani di wilayah pasang surut tipe D ini masih menggunakan ani-ani
ranggaman untuk kegiatan panen dan merontoknya dengan cara diinjak-injak diirik. Berbeda dengan pertanian di tipe lahan rawa pasang surut lainnya,
petani di tipe D ini lebih mengutamakan pengaturan tata air dengan penggunaan bendungan sederhana disebut juga
tabat untuk meningkatkan produksi padi. Oleh karena itulah, dalam upaya meningkatkan produksi padi di lahan rawa
pasang surut tipe D, pemerintah telah membangun beberapa tabat.
Pembangunan tabat ini dilakuan sejak tahun 2000 dengan tujuan agar air hujan
yang ada dapat ditahan selama mungkin untuk menjaga pertumbuhan tanaman padi. Upaya menjaga kondisi air ini penting untuk mengurangi risiko kekeringan
yang dapat mengakibatkan terangkatnya lapisan pirit yang bersifat racun bagi
tanaman. Teknologi pertanian modern lainnya sebagai bagian dalam pembinaan
petani yang diintroduksi ke wilayah sejak tahun 2005 berupa praktik pertanian yang berwawasan lingkungan melalui kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu SLPHT. Program ini merupakan bagian dari program nasional yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan pestisida dengan menggunakan
pengendalian mekanis dan biologis terutama penggunan musuh alami. Dalam kenyataannya, di wilayah ini penggunaan pestisida masih jarang digunakan,
kecuali penggunan herbisida untuk mempermudah kegiatan pengolahan tanah di persawahan.
Gambaran perbandingan teknologi modern di bidang pertanian yang dintroduksi pada masing-masing tipe lahan rawa pasang surut ini dapat
diringkaskan seperti Tabel 14.
170 Tabel 14 Perbandingan perkembangan teknologi modern di lahan rawa
pasang surut Komponen
teknologi pertanian
modern Desa
Tabunganen Muara
Lahan rawa pasang surut
tipe A Desa
Sungai Tunjang
Lahan rawa pasang surut
tipe B Desa
Tinggiran Darat
Lahan rawa pasang surut
tipe C Desa
Simpang Nungki
Lahan rawa pasang surut
tipe D Benih
unggul Tidak ada
petani yang menanam
Pola tanam unggul – lokal
sejak 1995 Diperkenalkan
sejak 1980 dan kini
dikaitkan dengan
program SLPTT
Pernah ditanam
tahun 1985, tetapi
sekarang tidak lagi
Pupuk kimia
Urea mulai digunakan
sejak 1990 terutama pada
pembibitan Mulai
digunakan sejak 1980
Dikenal sejak 1980 dan
meluas tahun 1985
Mulai digunakan
sejak 1995
Pestisida Mulai digunakan
sejak 2004 Mulai
digunakan sejak 1995
Mulai dikenal 1995 dan
meluas tahun 2000
Digunakan sejak 2000,
terutama herbisida
Peralatan pertanian
Sabit bergerigi dan mesin
perontok sejak 2005
Traktor tangan pernah dicoba
tahun 2001, sabit bergerigi
dan mesin perontok sejak
2005 Sabit
bergerigi dan mesin
perontok sejak 2005
Sabit bergerigi dan
mesin perontok
sejak 2006
Program pembinaan
petani BPP dibangun
1983 SLPHT sejak
2003, SLPTT, 2008.
SLPTT sejak 2008
SLPHT tahun 2003
Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009
7.2 Bentuk-Bentuk Kontestasi Sains dengan Pengetahuan Lokal di Lahan Rawa Pasang Surut