29
III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Kalimantan Selatan, yakni di wilayah Kabupaten Barito Kuala. Selain memiliki areal lahan rawa pasang surut
yang luas, pada wilayah ini petaninya masih menerapkan sistem pertanian tradisional dengan sistem pengetahuan lokal yang mereka miliki. Sistem
pertanian tradisional di wilayah ini bersifat spesifik dan unik, dimana pada lahan marginal yang bersifat rentan
fragile kegiatan pertanian yang dilaksanakan dapat berkelanjutan hingga sekarang.
Kabupaten Barito Kuala juga merupakan wilayah penerima transmigrasi di lahan rawa pasang surut, sehingga terdapat interaksi antara sistem pertanian
lokal masyarakat setempat dengan penerapan sistem pertanian yang dibawa para transmigran ke daerah tersebut. Pada sisi lain, wilayah pasang surut pada
kabupaten ini menjadi sasaran pembangunan pertanian dalam rangka peningkatan produksi, baik melalui program pemerintah kabupaten, propinsi
maupun nasional. Dengan kondisi demikian, wilayah ini dianggap tepat sebagai lokasi penelitian dalam menganalisis pengetahuan lokal dan interaksinya
dengan sains di bidang pertanian pada lahan rawa pasang surut. Berdasarkan tipe luapan air di lahan rawa pasang surut, lokasi penelitian akan meliputi lahan
rawa pasang surut tipe A, B, C, dan D. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, mulai dari tahap persiapan
lapangan pada bulan Maret 2009 hingga pengumpulan dan interpretasi data lapangan pada bulan September 2009.
3.2 Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma teori kritis, di mana melalui paradigma ini peneliti berupaya untuk membangkitkan kesadaran dan
pembebasan emansipasi yang dihadapi oleh masyarakat. Teori kritis berupaya untuk memperlihatkan dan membuka ideologi kekuasaan, menunjukkan
kesalahan dalam pandangan yang dimiliki dan bagaimana pandangan itu ikut melanggengkan tatanan sosial yang tidak adil dan menindas. Menurut Lubis
2006, teori kritis pertama-tama berupaya untuk memberikan pencerahan dalam
30 arti menyadarkan masyarakat tentang faktor-faktor yang menghimpit dan
menindas mereka, serta mereka harus berupaya untuk membebaskan diri dari faktor tersebut, sesuai dengan teori. Ini berarti teori yang digunakan harus
dibahasakan secara sederhana, teori harus mampu berbicara kepada perasaan masyarakat. Oleh karena itu dalam penelitian ini peran komunikasi antara
peneliti dengan tineliti menjadi bagian yang sangat penting. Morrow 1994 menegaskan bahwa dalam teori kritis hubungan antara peneliti dengan tineliti
bersifat dialektikal dan mengakui adanya hubungan hermeunetik peneliti sosial. Paradigma teori kritis klasik ditentukan oleh dua faham fundamental,
yakni gaya pemikiran historis dan gaya pemikiran materialis Suseno 2006. Gaya pemikiran historis ini menyatakan bahwa realitas sosial yang sekarang
hanya bisa dipahami dengan melihatnya sebagai sebuah sejarah penindasan yang diselubungi secara ideologis oleh ilmu-ilmu positif sehingga realitas saat ini
tampak sebagai obyektivitas yang wajar. Teori kritis bertugas membuka selubung ideologis tersebut dan membuka kemungkinan pembebasan dari
penghisapan dan penindasan yang diciptakan manusia. Gaya pemikiran materialis ini menyatakan bahwa sejarah penindasan tersebut terwujud dalam
bidang produksi prasyarat-prasyarat material hidup manusia dan dalam bidang ekonomi.
Teori kritis juga memiliki peran edukasi, di mana fungsi peneliti sosial bukan hanya memberikan pengetahuan tentang fenomena sosial dan
menjelaskan fenomena sosial yang manipulatif, akan tetapi juga menimbulkan kesadaran kepada para pelaku sosial, sehingga dengan menyadari kondisi dan
situasi sosial yang mereka alami, mereka dapat mengubah sendiri kondisi yang diinginkan tersebut. Jadi senantiasa diperlukan dialog antara peneliti dengan
masyarakat dalam rangka pencerahan dan penentuan arah tindakan yang diharapkan dapat mengubah dan memenuhi tuntutan mereka sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, Kincheloe dan Mc Laren 2000, menyatakan bahwa melalui penelitian dengan paradigma teori kritis seorang
peneliti bukan hanya mempelajari tentang kehidupan masyarakat, tetapi juga membantu mereka secara bersama memecahkan persoalan agar mereka
mampu menyusun strategi untuk memecahkan masalah tersebut. Permasalahan-permasalahan yang dipecahkan ini terutama berkaitan dengan
masalah kekuasaan dan keadilan yang terkait dengan faktor ekonomi, ras etnis, kelas sosial, gender, ideologi, pendidikan, kepercayaan dan institusi
31 sosial lainnya yang berinteraksi dengan dinamika kebudayaan yang membentuk
suatu sistem sosial. Lebih lanjut juga diungkapkan oleh Lubis 2006, teori kritis berpandangan bahwa dominasi dalam masyarakat bersifat struktural. Artinya
kehidupan masyarakat sehari-hari dipengaruhi oleh institusi sosial yang lebih besar seperti : politik, ekonomi, budaya, ideologis, diskursus, etnis, ras dan
gender. Teori sosial kritis berupaya untuk mengungkap struktur yang mendominasi untuk membantu individumasyarakat dalam memahami akar
global dan rasional penindasan yang mereka alami. Penelitian ini juga mencoba untuk melihat bagaimana proses interaksi
antara pengetahuan lokal dengan sains yang dalam perjalan sejarah modernisasi pertanian sering menciptakan dominasi. Dengan demikian rentetan
waktu menjadi faktor penting dalam penelitian ini. Seperti yang dikemukakan oleh Tar 1997, bahwa teori kritis mendasarkan kajiannya terhadap masyarakat
dalam konteks proses dan penjalanan sejarah secara keseluruhan. Melalui paradigma teori kritis ini maka kegiatan penelitian ini lebih banyak ditujukan
pada kritik, transformasi, pemulihan, dan emansipasi. Sehingga tujuannya bukan hanya sekedar pemahaman dan rekonstruksi atau pengembangan
pengetahuan praktis maupun prediksi dan kontrol Lincoln and Guba 2000. Secara ontologi, teori kritik mendasarkan pada realisme historis
historical realism. Realitas yang dapat diamati merupakan realitas semu yang dibentuk oleh sosial, politik, budaya, ekonomi, etnis dan nilai-nilai gender, dan
mengkristalisasi kedalam serangkaian struktur sebagai kenyataan alami yang bertahan bersifat srtruktural. Untuk semua tujuan praktis struktur tersebut
adalah ada secara semu atau kenyataan sejarah. Secara epistemologi, bersifat transaksionalitas dan subjektif. Peneliti dan tineliti saling berinteraksi dan nilai-
nilai peneliti serta situasi lainnya mempengaruhi penelitian. Hubungan antara peneliti dan tineliti dijembatani oleh nilai-nilai tetentu
value mediated findings. Secara metodologi, bersifat dialogis dan dialektik. Penelitian dibangun melalui
dialog antara peneliti dengan tineliti, di mana dialog bersifat dialektikal secara alamiah untuk merubah ketidaktahuan dan salah pengertian menjadi kesadaran
atau sebagai bentuk transformasi intelektual. Menurut Morrow 1994, implikasi metodologis teori kritis yang
membedakannya dengan pendekatan empiris antara lain :
32 1. Pemilihan dan cara menggunakan metode logis dalam penggunaannya
tidak dapat dipisahkan dari metode teori informasi dan klarifikasi permasalahan
2. Teori kritis bersifat dialektikal dalam hal ini mengakui adanya hubungan hermeunetik peneliti sosial, oleh karena itu struktur sosial ditegaskan
melalui perantaraan manusia. 3.
Aspek metodologi neo-empiris dibentuk oleh komponen-komponen eksplisit dari penelitian praktis
4. Karena penelitian dalam suatu masyarakat yang sudah terbentuk tidak dapat menggunakan ideologi netral, maka legitimasi untuk mensahkan
rasionalitas didefinisikan dari bentuk panduan penelitian melalui pemikiran kritik-pembebasan
5. Dimensi metodologi empiris dibedakan menjadi ekstensif dan intensif, lebih
dari sekedar kuantitatif dan kualitatif, dan metode intensif merupakan pertimbangan utama untuk memahami pembentukan teori sosial dalam
terminologi interpretatif strukturalis. 6. Desain penelitian intensif dan ekstensif dapat dibedakan dari perhatian
terhadap fokus pada level proses sistem integrasi, integrasi sosial dan mediasi sosial budaya.
3.3 Kerangka Pemikiran