178 Pada aspek organisasi dan kelembagan sosial eksistensi sistem gotong
royong dan sistem upah sangat terkait dengan perkembangan teknologi yang digunakan serta kondisi perekonomian petani yang bersangkutan. Begitu juga
halnya dengan pola penguasaan lahan dan pembiayaan usahatani tidak memperlihatkan pola yang berbeda pada masing-masing tipe lahan. Bagi petani
yang memiliki lahan luas dan modal yang besar mereka lebih memilih sistem upah untuk mengerjakan lahannya. Sebaliknya petani dari golongan menengah
ke bawah, pilihan untuk melakukan gotong royong handipan adalah salah satu
cara untuk mengurangi pengeluaran dalam kegiatan usahatani menekan biaya eksplisit.
Kedua entitas pengetahuan ini memiliki ruang untuk berkembang karena satu sama lain bersifat substitusi. Masuknya sains dalam sistem pertanian
petani setempat memberikan pilihan atau alternatif bagi petani tempat untuk menentukan pilihan yang sesuai. Pilihan petani ini umumnya tidak bersifat
individualistis, tetapi menyangkut pertimbangan dan sikap anggota komunitas lainnya. Proses komunikasi terjalin melalui perbincangan-perbincangan
informal yang bersifat konvergen dan tanpa tekanan baik di warung-warung, teras mushala maupun pertemuan yasinan yang merupakan ruang publik bagi
mereka Habermas 2007. Secara proporsional, kegiatan pertanian di lahan rawa pasang surut masih banyak didasarkan pada pengetahuan lokal. Hal ini
terkait dengan varietas yang digunakan dalam sistem pertanian yang berimplikasi pada teknik pertanian tradisional yang digunakan. Koeksistensi
pengetahuan lokal dan sains ini dapat berlangsung karena adanya praktik pertanaman padi dengan pola
sawit dupa tipe B,C dan D yang memungkinkan petani masih dapat menanam padi lokal maupun unggul pada dua musim tanam
yang berbeda.
7.2.2 Bentuk Dominasi
Dominasi suatu bentuk pengetahuan atas pengetahuan lainnya dapat terjadi karena pengetahuan tersebut memiliki keunggulan dan kelebihan
dibandingkan dengan yang lain. Subyektivitas dan kepentingan merupakan faktor yang berperan sehingga suatu bentuk pengetahuan dianut dan menjadi
dominan. Petani di lahan rawa pasang surut telah lama mengusahakan padi lokal dan pengetahuan tersebut berkembang hingga masuknya pengetahuan
baru tentang budidaya padi unggul. Pengetahuan baru ini diberikan kepada
179 para petani dalam rangka program peningkatan produksi padi melalui kegiatan
penyuluhan pertanian. Intervensi pemerintah dalam mengintroduksi benih unggul ini
menimbulkan konflik kepentingan antara petani dengan pemerintah. Pada tataran suprastruktur padi bagi masyarakat setempat bukan hanya sebagai
komoditas komersial, tetapi juga merupakan komoditas sosial budaya. Oleh karena itu, petani digambarkan sebagai orang yang menanam atau
mengusahakan tanaman padi sehingga pantang bagi petani membeli beras untuk makan sehari-hari. Di sisi lain, pemerintah menganggap padi sebagai
komoditas strategis dan komersial sehingga perlu dikembangkan dengan pendekatan dan pola agribisnis. Dalam kerangka inilah pemerintah
berkepentingan untuk mengembangkan padi unggul untuk meningkatkan produksi padi.
Sistem pertanian padi tradisional yang dikembangkan masyarakat sebelumnya terkait erat hubungannya dengan kondisi dan gejala-gejala alam.
Penentuan musim dan awal tanam dilakukan dengan pengamatan dan hubungannya dengan benda-benda langit seperti posisi bintang
karantika dan bintang
baur bilah. Melalui pengamatan dan prediksi seperti inilah kegiatan- kegiatan dalam sistem pertanian padi dilakukan sehingga risiko kegagalan
panen akibat kekeringan atau kebanjiran dapat dikurangi. Bahkan bagi petani di lahan rawa pasang surut tipe A penentuan tentang awal kemarau merupakan hal
yang krusial. Prediksi yang keliru tentang awal kemarau dapat mengakibatkan kerusakan tanaman dan kegagalan panen akibat masuknya air laut ke lahan
sawah, sementara padi masih pada fase pengisian buah. Masuknya air laut ke sawah tidak merusak tanaman padi jika tanaman padi sudah berada pada fase
pematangan. Kini dengan masuknya sains dan pertanian modern, praktik-praktik
penentuan awal tanam dengan melihat kedudukan atau posisi benda langit sudah mulai ditinggalkan. Sistem peramalan cuaca dan penetapan waktu tanam
digunakan untuk penyusunan rencana seperti Rencana Definitif Kelompok RDK dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK. Melalui pembinaan
penyuluh pertanian kegiatan penanaman dilakukan secara serentak dengan menyesuaikannya dengan program-program pemerintah lainnya seperti KUT,
SLPHT maupun SLPTT. Petani harus menyesuaikan kegiatan tanam di lahannya masing-masing dengan rencana dan kegiatan-kegiatan yang telah
180 ditentukan tersebut. Dalam konteks keseragaman dan keserentakan waktu
tanam penetapan seperti ini memang harus dilakukan dalam suatu kelompok tani. Salah satu manfaatnya adalah dapat mengurangi risiko kegagalan panen
akibat serangan hama penyakit karena hamparan yang relatif luas. Di sisi lain, perbedaan agroekosistem di lahan rawa pasang surut yang relatif bervariasi
tingkat luapan airnya menjadi kendala tersendiri untuk menerapkan praktik seperti ini. Secara ringkas jika dihadapkan
vis a vis antara sistem penentuan tanam
menggunakan perhitungan bintang atau benda langit dengan penentuan tanam berdasarkan penetapan RDK dan RDKK ini dapat dilihat pada Tabel 17
berikut. Tabel 17. Perbandingan antara penentuan tanam dengan sistem perbintangan
dan penyusunan RDK dan RDKK Komponen
pembanding Sistem perbintangan
Penetapan RDK dan RDKK
Basis sistem pengetahuan
Pengetahuan tentang kedudukan bintang atau
benda langit lainnya Kegiatan yang
disesuaikan dengan program dan kebutuhan
kelompok
Prinsip basis utama Komunitas Kelompok
tani Sistem norma yang
mengatur Hubungan antara posisi
bintang benda langit dengan kondisi iklim
Prakiraan cuaca, rekomendasi instansi
Elit yang berperan Tokoh masyarakat
Ketua kelompok tani, Penyuluh pertanian
Tujuan Penentuan awal dan
akhir tanam Perencanan kegiatan dan
program sesuai kebutuhan petani
Kepentingan Keberhasilan usahatani
Keberhasilan usahatani dan pelaksanaan program
Kondisi saat ini resultan
Penentuan dengan sistem perbintangan sudah mulai ditinggalkan, kecuali oleh sebagian kecil petani tua di
LRPS tipe A. Penentuan rencana tanam dan kegiatan lainnya didominasi oleh penetapan melalui RDK dan
RDKK yang merupakan bagian dari kegiatan kelompok tani.
Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009
Pada aras infrastruktur, sains yang dikembangkan dalam paket teknologi pertanian modern lebih mendominasi dalam sistem pertanian padi lokal yang
dikembangkan masyarakat setempat. Walaupun petani di lahan rawa pasang surut tidak banyak yang menanam padi unggul, tetapi mereka ternyata justeru
menerima dan menerapkan beberapa bagian dari paket teknologi tersebut.
181 Penggunaan pupuk kimia, kapur pertanian dan pestisida sekarang telah meluas
penggunaannya. Sebelumnya petani hanya mengandalkan pada pupuk organik yang diperoleh dari sisa jerami dan gulma yang dibusukkan pada saat
pengolahan tanah. Pengetahuan petani tentang pentingnya pupuk organik telah digeser oleh pengetahuan tentang pupuk buatan seperti Urea, SP dan pupuk
NPK. Pengalaman mereka dalam mengaplikasikan pupuk anorganik pada pertanian padi lokal ternyata memberikan bukti bahwa hasil padi yang diperoleh
dapat meningkat. Bahkan menurut pendapat petani dalam kegiatan FGD di Desa Tinggiran Darat tipe C, sejak tahun 1985 telah tercipta ketergantungan
petani akan pupuk Urea. Ketika terjadi kelangkaan atau keterlambatan penyaluran pupuk Urea, petani menjadi resah dan menganggap usahatani akan
gagal tanpa pupuk Urea. Padahal varietas padi lokal tidak terlalu responsif terhadap pemupukan dan hanya sedikit memerlukan pupuk buatan.
Penggunaan pestisida juga semakin mendominasi dalam pertanian padi lokal yang dilakukan petani. Mereka mulai meninggalkan cara-cara lama dalam
pengendalian hama dan penyakit tanaman seperti penggunaan perangkap tikus, gerpyokan tikus, asap untuk mengusir walang sangit dan cara-cara magis.
Bahkan kini banyak petani yang menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma terutama untuk mempermudah saat pengolahan tanah. Zni 65 th tokoh
petani di Desa Simpang Nungki, mengemukakan: “Wayah ini patani katuju mamakai ubat rumput supaya nyaman pabila
manajaknya. Ubat-ubat ini nyaman haja mancarinya lawan haraganya kada talalu larang. Pahumaan nang sudah disamprut ini bila pas
musim manajak jadi nyaman gawiannya, jadi banyak patani nang manggawi kaya itu.”
[Saat ini petani lebih suka menggunakan herbisida agar mudah saat mengolah tanah. Herbisida ini mudah untuk memperolehnya serta
harganya relatif tidak mahal. Sawah yang disemprot dengan herbisida ini akan mempermudah pekerjaan saat mengolah tanah, sehingga
banyak petani yang melakukan cara seperti itu] Pengembangan peralatan pertanian modern di lahan rawa pasang surut
untuk mendukung sistem pertanian modern juga diintroduksi melalui program- program bantuan teknik. Petani diperkenalkan dengan peralatan baru seperti
traktor tangan hand tractor, sabit bergerigi, dan mesin perontok gabah power
thresher. Khusus untuk traktor tangan, penggunaannya di lahan rawa pasang surut masih belum banyak diminati. Kendala teknis sifat fisik lahan rawa pasang
surut yang umumnya merupakan lahan sulfat masam sehingga pengolahan
182 tanah dengan traktor tangan dapat menyebabkan lapisan
pirit teroksidasi serta terangkat ke permukaan tanah dan meracuni tanaman padi. Secara sosial
ekonomi, penggunaan traktor tangan ini berarti pengeluaran tambahan bagi petani untuk biaya pengolahan tanah. Padahal selama ini pengolahan tanah
banyak dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan petani tidak perlu mengeluarkan biaya. Kegiatan pengolahan tanah di lahan rawa
pasang surut tipe B, C, dan D masih banyak menggunakan peralatan tajak.
Khusus untuk di tipe A, selain peralatan tajak petani menggunakan parang untuk
membersihkan gulma pada saat pengolahan tanah. Pada aras struktur, proses dominasi sains terhadap pengetahuan lokal
dalam pertanian di lahan rawa pasang surut juga terjadi pada kelembagaanorganisasi sosial petani. Dalam sistem kehidupan sosial
masyarakat petani di lahan rawa pasang surut, kelompok handil merupakan
bentuk lembaga sosial petani yang terpenting dalam menjaga kelangsungan kegiatan pertanian di wilayah tersebut. Kepala
handil sebagai pemimpin dalam kelompok ini bertugas untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan penanaman
padi dalam wilayah handil tersebut. Ia juga memiliki kewenangan untuk
mendistribusikan atau membagi lahan kepada petani yang ingin berusahatani di wilayah tersebut secara adil.
Seiring dengan program revolusi hijau dan peningkatan produksi padi secara nasional, pemerintah membentuk organisasi petani yang disebut dengan
kelompok tani. Kelompok tani merupakan kumpulan petanipeternakpekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan
sosial, ekonomi, sumberdaya dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota
16
. Pemerintah melalui Dinas Pertanian melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada petani berdasarkan basis
kelompok tani. Ini berarti bahwa penyuluhan pertanian dan berbagai kegiatan pembinaan petani lainnya difokuskan pada kegiatan kelompok tani.
Kelompok tani yang berkembang hingga sekarang ternyata lebih mengarah pada kepentingan pemerintah dalam pembinaan dibanding
kepentingan petani. Keanggotaan dalam kelompok tani hakikatnya bersifat sukarela dan tidak ada paksaan. Kenyataan yang ada, ternyata secara tidak
langsung petani ‘dipaksa’ untuk masuk sebagai anggota kelompok tani.
16
Pengertian kelompok tani menurut Peraturan Menteri Pertanian No.273KptsOt.1604 2007 tentang Pedoman Pembinan Kelembagan Petani
183 Seorang petani yang tidak terdaftar sebagai anggota kelompok tani tidak akan
memperoleh kesempatan untuk menerima berbagai bantuan dan subsidi dari pemerintah. Kredit usahatani hanya dapat diperoleh jika yang bersangkutan
sudah terdaftar sebagai anggota kelompok tani, bahkan kini dengan sistem penyaluran pupuk secara tertutup seorang petani hanya bisa membeli pupuk
bersubsidi jika telah menjadi anggota kelompok tani dan masuk dalam daftar RDK dan RDKK
17
. Dalam perkembangan saat ini, kelembagaan handil menjadi semakin
terdesak oleh eksistensi kelompok tani yang mendapat sokongan dan dukungan dari pemerintah dibandingkan dengan kelembagaan lokal seperti
handil. Secara ringkas jika dihadapkan
vis a vis antara lembaga handil dengan kelompok tani ini dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.
Tabel 18. Perbandingan antara Lembaga handil dengan kelompok tani
Komponen pembanding
Lembaga Handil Kelompok
Tani Basis sistem
pengetahuan Pengetahuan tentang
pengelolaan lahan pertanian melalui sistem
pengairan handil
Kesatuan sistem pertanian berdasarkan
kesamaan komoditas, hamparan, domisili, dll
Prinsip basis utama Kelompokkomunitas
Kelompok Sistem norma yang
mengatur Aturan
handil yang disepakati bersama
Berdasarkan aturan resmi permentan 2732007
Elit yang berperan Kepala
handil Ketua kelompok tani,
Penyuluh pertanian Tujuan Pengembangan
usahatani dan identitas kelompok
Peningkatan dan pengembangan usaha
Kepentingan Pemeliharaan tata air
dan peningkatan kesuburan lahan
Pembinaan petani dan penyaluran kredit,
introduksi paket teknologi program pemerintah
Kondisi saat ini resultan
Eksistensi lembaga handil telah digantikan dengan kelompok tani yang menjadi salah satu lembaga
sosial petani yang mendapat pembinaan pemerintah
Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009
17
RDK = Rencana Definitif Kelompok; RDKK = Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok
184 Campur tangan yang besar dari pemerintah dalam pembinaan
kelembagaan kelompok tani didorong oleh kepentingan peningkatan produksi yang setiap tahun harus diupayakan demi pemenuhan kebutuhan akan pangan
dan prestise daerah
18
. Hegemoni yang kuat dari pemerintah terhadap kelembagan sosial petani ini pada satu sisi telah melemahkan kemandirian
petani. Akibatnya semakin lama petani memiliki tingkat ketergantungan yang semakin tinggi, baik kepada pemerintah maupun pada input luar seperti pupuk
dan bahan-bahan kimia pestisida. Proses komunikasi yang terjalin menjadi tidak setara sehingga petani seakan berada dalam posisi yang tidak berdaya
sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pemberdayaan melalui kegiatan penyuluhan pertanian dengan basis kelompok tani. Kelompok tani menjadi
perpanjangan tangan pemerintah baik dalam penerapan teknologi baru maupun sosialisasi berbagai kebijakan di bidang pertanian.
Kelembagaan sosial lainnya yang kini telah hilang eksistensinya adalah lumbung pangan seiring dengan pengembangan padi sebagai komoditas
komersial. Sistem jual beli menjadi pilihan yang harus dilakukan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat serta semakin banyaknya
input atau sarana produksi yang harus dibeli dan perkembangan sistem upah. Keberhasilan usahatani kini diperhitungkan berdasarkan untung rugi dari usaha
yang dilakukan. Walaupun sistem lumbung yang dikenal pada masyarakat di lahan rawa pasang surut lebih bersifat individual atau kelompoki kecil, tetapi
keberadaannya dahulu dapat menjadi bagian strategi dalam mengatasi kerawanan pangan. Melalui sistem lumbung ini para petani dapat terjamin
kebutuhan pangannya maupun modal usaha untuk musim tanam berikutnya. Mereka juga dapat membantu tetangga atau kerabatnya yang kekurangan
pangan atau modal dengan pinjaman gabah tanpa bunga dibayar juga dalam bentuk gabah saat panen berikutnya.
Kini petani lebih menyukai sistem jual beli dan modal usaha disimpan berupa tabungan uang di bank. Bagi petani yang tidak memiliki modal uang
cukup dapat meminjamnya dengan pedagang pengumpul padi yang ada di desa atau desa sekitar baik dalam bentuk uang maupun sarana produksi seperti
pupuk. Pinjaman ini tentu dengan bunga yang cukup tinggi serta harus dibayar
18
Daerah yang mampu meningkatkan produksi padinya di atas lima persen setahun akan memperoleh penghargaan dari Presiden. Tahun 2008 Kabupaten Barito Kuala memeperoleh
penghargaan tersebut karena produksi padinyanya meningkat sebesar 12,88 dari tahun 2007
185 pada saat panen. Padahal harga gabah pada saat panen selalu berada pada
titik terendah dan kondisi ini tentu merugikan bagi petani tersebut. Pola pinjaman antara petani dengan pedagang pengumpul padi ini menjadi hubungan
patront-client dimana petani sebagi client menjadi terikat dan tergantung dengan pedagang pengumpul padi sebagai
patront-nya. Bagi pedagang pengumpul tersebut ia memperoleh dua keuntungan, yakni memperoleh bunga
dari pinjaman uang atau saprodi dan memperoleh gabah dengan harga murah dari petani tersebut.
Terciptanya pola seperti ini merupakan implikasi dari perkembangan pertanian padi sebagai komoditas komersial yang bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari sebuah usahatani dan berkembangnya sistem kapital dalam pertanian di pedesaan. Secara ringkas jika dihadapkan
vis a vis antara sistem lumbung dengan sistem jual beli ini dapat dilihat pada Tabel 19 berikut.
Tabel 19. Perbandingan antara sistem lumbung dengan sistem jual beli Komponen
pembanding Sistem Lumbung
Sistem Jual beli Basis sistem
pengetahuan Pengetahuan tentang
persediaan cadangan pangan dan modal
usahatani musim berikutnya
Dana segar dalam bentuk uang untuk kelangsungan
hidup dan usaha
Prinsip basis utama Kelompok dan komunitas Individu
Sistem norma yang mengatur
Kebersamaan Tingkat harga dan
kekuatan pasar Elit yang berperan
Ketua kelompok Pedagang pengumpul
Tujuan Ketersediaan pangan
Keuntungan Kepentingan
Keamanan pangan Stabilitas harga
Kondisi saat ini resultan
Sistem lumbung sudah memudar, beberapa yang masih ada dikelola dalam kelompok kecil ikatan
keluarga dekat. Kini sistem jual beli mendominasi dalam sistem pertanian padi di wilayah pedesaan
LRPS.
Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009
Berbagai bentuk dominasi yang terjadi dalam sistem pertanian di lahan rawa pasang surut ini, baik pada aspek budidaya maupun organisasi dan
kelembagaan sosial dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.
186
Tabel 20. Bentuk-bentuk dominasi yang terjadi dalam sistem pertanian padi di lahan rawa pasang surut
Lahan rawa pasang surut Parameter
Tipe A Tipe B
Tipe C Tipe D
Teknik budidaya • Penggunaan pupuk
kimia anorganik terhadap pupuk organik
• Penggunaan pestisida terhadap cara-cara
tradisional mekanis dan ’magis’
• Penggunaan pupuk kimia anorganik terhadap
pupuk organik • Penggunaan pestisida
terhadap cara-cara tradisional mekanis dan
’magis’ • Penggunaan kapur untuk
mengatasi kemasaman terhadap penggunaan
garam • Peralatan pengolahan tanah
dengan menggunakan tajak
terhadap pengolahan dengan traktor tangan
• Penggunaan pupuk kimia anorganik terhadap pupuk
organik • Penggunaan pestisida
terhadap cara-cara tradisional mekanis dan
’magis’ • Penggunaan kapur untuk
mengatasi kemasaman terhadap garam
• Peralatan pengolahan tanah dengan menggunakan
tajak terhadap pengolahan
dengan traktor tangan • Penggunaan pupuk kimia
anorganik terhadap pupuk organik
• Penggunaan pestisida terhadap cara-cara
tradisional mekanis dan ’magis’
• Penggunaan kapur untuk mengatasi kemasaman
terhadap garam Organisasi dan
kelembagaan sosial
• Peranan penyuluh pertanian lebih dominan
dari kepala handil
dalam transfer pengetahuan tentang
pertanian • Kelompok tani terhadap
kelompok handil
• Kelompok tani terhadap kelompok
handil • Sistem penyuluhan
kelompok terhadap kegiatan individu
• Kelompok tani terhadap kelompok
handil • Sistem penyuluhan
kelompok terhadap kegiatan individu
•
Sistem penyuluhan kelompok terhadap kegiatan
individu
•
Sistem penyuluhan kelompok terhadap kegiatan
individu
Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009
187 Kurang berkembangnya sistem pertanian padi unggul di lahan rawa
pasang surut tipe A, C dan D memiliki pola dan penyebab yang berbeda. Bagi petani di lahan rawa pasang surut tipe A, petani hanya menanam padi lokal
karena memang secara teknis hingga saat ini padi unggul belum bisa ditaman di wilayah ini. Kondisi genangan air yang dalam saat pasang tidak memungkinkan
tanaman padi unggul dapat tumbuh dengan baik. Sebaliknya bagi petani di lahan rawa pasang surut tipe C dan D, mengusahakan padi unggul memerlukan
biaya produksi yang relatif besar. Di sisi lain, pemasaran gabah dari padi unggul ini sulit dan harga jualnya lebih rendah dibandingkan dengan padi lokal.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa penolakan petani di lahan rawa pasang surut tipe C dan D lebih kuat dibandingkan dengan petani di lahan
rawa pasang surut tipe A. Petani di lahan rawa pasang surut tipe C dan D sudah memiliki pengalaman tentang kesulitan dan kegagalan dalam
mengusahakan padi unggul. Pengalaman inilah yang membentuk sikap resisten mereka terhadap padi unggul. Walaupun demikian, mereka juga tidak menolak
sepenuhnya terhadap modernisasi pertanian. Penggunaan pupuk kimia, pestisida dan peralatan modern tetap mereka gunakan pada usahatani padi
lokal. Bahkan penggunaan kapur pertanian mendominasi dalam upaya mengatasi kemasaman tanah, terutama di lahan rawa pasang surut tipe B, C
dan D. Dominasi yang terjadi dalam penggunaan peralatan pengolahan tanah
tajak terhadap penggunaan traktor tangan yang terjadi di tipe C dan D lebih disebabkan karena pengetahuan lokal masyarakat tentang adanya bahan yang
dapat merusak pertumbuhan tanaman pirit. Peralatan pengolah tanah tajak
terbukti dapat mencegah terbongkarnya lapisan pirit yang dapat meracuni
tanaman. Sebaliknya dominasi sains dalam hal penggunaan pupuk kimia dan pestisida atas penggunaan bahan-bahan organik karena melalui program
penyuluhan pertanian serta bantuan dan subsidi pemerintah. Pada tahap awal pengenalan bahan-bahan kimia ini petani memperoleh bantuan dan subsisdi
dengan tujuan untuk meningkatkan produksi padi. Kemudahan memperoleh, kepraktisan dan cepat memperlihatkan hasil membuat pengetahuan dan
teknologi penggunaan bahan kimia ini juga cepat diterima masyarakat. Bahkan kini mereka sudah sangat tergantung dengan penggunaan bahan-bahan kimia
tersebut.
188 Meluasnya penggunaan bahan-bahan kimia ini justeru menjadi
‘bumerang’ bagi pemerintah sendiri. Adanya bahaya dan potensi kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan-bahan kimia ini membuat pemerintah
melakukan program pengurangan bahan-bahan kimia ini, terutama pestisida. Pelaksanaan program SLPHT merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pestisida ini. Kemudahan memperoleh, harga yang relatif murah serta kepraktisannya membuat petani
sulit untuk kembali kepada cara-cara dahulu yang pernah mereka lakukan mekanis dan botanis.
Pada aspek organisasi dan kelembagaan sosial, dominasi kelompok tani atas
handil merupakan gejala utama yang terjadi di lahan rawa pasang surut. Proses ini didorong oleh masuknya program pemerintah dalam rangka
pembangunan pertanian, pembinaan petani dan penyebaran teknologi pertanian. Dominasi kelompok tani atas kelompok
handil di lahan rawa pasang surut tipe B, C dan D lebih kuat daripada di tipe A. Hal ini karena pada lahan
rawa pasang surut tipe A, program-program pembangunan pertanian dan penyebaran teknologi pertanian modern relatif kurang dibandingkan dengan
yang ada di tipe B, C, dan D. Program-program pemerintah seperti SLPHT, SLPTT dan lainnya lebih banyak dilakukan di tipe B, C, dan D.
7.2.3 Bentuk Hibridisasi