131 Proses transmisi pengetahuan lokal dilakukan melalui pembelajaran
langsung di lapangan terutama transmisi antar generasi. Transmisi intergenerasi yang terjadi sesama petani berlangsung dalam ruang publik seperti
pada saat perbincangan di warung, sebelum dan setelah kegiatan yasinan atau arisan, maupun di tempat-tempat seperti teras mushala atau masjid. Proses
transmisi ini berlangsung dalam bentuk komunikasi yang bersifat konvergen dan bebas dari dominasi. Sebaliknya proses transmisi sains dilakukan melalui
kegiatan penyuluhan oleh petugas penyuluh baik berupa ceramah, demonstrasi plot maupun praktik lapang yang lebih banyak bersifat komunikasi satu arah,
yakni penyuluh sebagai sumber informasi. Pelanggengan atau pemeliharaan pengetahuan lokal dilakukan melalui
penerapan sistem petanian spesifik lahan rawa pasang surut yang menekankan pada aspek penggunaan varietas lokal, pengaturan tata air, serta penggunaan
peralatan tepat guna yang bersifat adaptif. Pelaksanaan program-program dinas dalam pembinaan petani di lahan rawa pasang surut, pemberian bantuan
pengadaan peralatan atau mekanisasi pertanian merupakan bentuk-bentuk yang dilakukan pemerintah dalam upaya pemeliharaan dan pelanggengan sains di
bidang pertanian. Semua kegiatan ini diintegrasikan dalam kegiatan penyuluhan pertanian yang mengacu pada kebijakan pemerintah pusat sentralistik.
6.3 Peranan dan Eksistensi Pengetahuan Lokal
Seiring dengan perkembangan waktu dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama di bidang pendidikan, proses penularan
pengetahuan ini sekarang tidak selancar hal tersebut di atas. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang ditempuh anak tersebut, cenderung untuk
semakin tidak terlibat langsung dalam kegiatan pertanian. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Shr 49 thn salah seorang petani di Tabunganen:
“Aku ini baiisi ampat ikung anak, sakulah wan kuliah di Banjarmasin, tapi pinanya kadada nang pina handak jadi patani. Jadi kami baduan
haja lawan mamanya manggawi pahumaan ini. Bila inya datang kasini gin kadada nang hakunnya umpat manggawi pahumaan.”
[Saya ini memiliki empat orang anak, mereka sekolah dan kuliah di Banjarmasin tetapi sepertinya tidak ada yang ingin jadi petani. Jadi
kami cuma berdua, suami isteri saja yang mengerjakan sawah ini. Jika mereka pulang, tidak ada yang berminat ikut bekerja di sawah.]
132 Kasus-kasus seperti ini walaupun tidak banyak tetapi memberikan
gambaran bahwa peningkatan pendidikan formal anak seorang petani pada satu sisi cenderung semakin menjauhkannya dari kegiatan-kegiatan pertanian.
Pertanian menjadi kurang menarik dibandingkan pekerjaan-pekerjaan lain seperti menjadi pegawai negeri, karyawan perusahaan, dan lainnya. Kondisi
seperti ini umumnya terjadi pada mereka yang memiliki anak-anak yang mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam sistem pertanian tradisional yang dilakukan masyarakat di lahan rawa pasang surut, pengetahuan-pengetahuan tentang teknis budidaya padi
lokal dan seluk-beluk ekosistem lahan rawa pasang surut merupakan hal mutlak yang harus dimiliki. Pengetahuan lokal ini diwujudkan dalam bentuk praktik-
praktik pertanian dan sistem sosial yang dikembangkan. Lahan rawa pasang surut bagi masyarakat petani merupakan aset bagi kelangsungan hidup mereka.
Pengelolaan lahan yang tepat agar dapat berkelanjutan merupakan langkah yang harus ditempuh dan diwujudkan dalam berbagai praktik kearifan lokal.
Hilangnya praktik-praktik spesifik dalam pengelolaan lahan rawa pasang surut secara langsung akan menghilangkan berbagai pengetahuan lokal yang
dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pengendalian hama tanaman padi tanpa menggunakan pestisida yang dilakukan oleh petani pada waktu sebelum adanya
revolusi hijau sebelum tahun 1970 hampir tidak dilakukan lagi. Untuk mengendalikan serangan ulat dan walang sangit, petani menggunakan cara-
cara mekanis menggunakan asap dengan membakar ranting-ranting pohon dan dedaunan di sekitar sawah untuk mengusir hama tersebut. Cara lain yang
dilakukan dengan bantuan seorang yang dianggap memiliki kelebihan tertentu supranatural. Melalui cara ini, seorang petani yang lahannya diserang oleh
hama wereng ulat atau hama lainnya cukup meminta bantuan orang tersebut. Tanpa harus melihat atau mendatangi lahan yang terserang hama tersebut,
orang yang memiliki kemampuan supranatural tersebut, setelah diberitahu posisi lahannya terhadap kedudukan matahari. Seperti yang dikatakan oleh Zni 65
thn tokoh pertani di Desa Simpang Nungki: “Sidin ini kawa mahalau hampangau atau hama bilalang matan jauh.
Sidin cukup batakun ampah kamana pahumaannya, limbah itu disambur sidin lawan banyu ka ampah pahumaannya. Isuknya
hampangau atau bilalang sudah kadada lagi dipahumaan.”
133 [Beliau ini dapat mengusir walang sangit atau hama belalang dari jauh.
Beliau cukup bertanya kemana arah sawahnya, setelah itu beliau menyemburkan air ke arah sawah tersebut. Keesokan harinya walang
angit dan hama belalang tersebut sudah tidak ada lagi di sawah tersebut]
Praktik-praktik seperti di atas, saat ini sulit dipercaya kebenarannya, terutama oleh petani-petani muda di wilayah ini. Hal ini menunjukkan bahwa
praktik-praktik atau pengetahuan yang di luar jangkauan nalar petani saat ini sulit untuk bertahan dan diterima dalam kehidupan masyararakat.
Di sisi lain, pengetahuan-pengetahuan lokal yang dianggap masyarakat lebih realistis dan memperlihatkan hasil nyata akan semakin eksis dalam
kehidupan masyarakat hingga munculnya pengetahuan-pengetahuan baru yang dianggap lebih baik dari pengetahuan lama tersebut. Pengetahuan tentang
peranan pupuk kimia, seperti Urea, SP-36 dan SP 18, pupuk NPK Posnka yang terbukti mampu meningkatkan produksi padi, cepat diterima masyarakat
sebagai suatu pengetahuan baru dan dipraktikan dalam sistem pertanian padi sawah yang mereka kembangkan. Begitu juga halnya dengan pengetahuan
tentang kapur pertanian yang ternyata dapat mengurangi kemasaman tanah serta mempercepat proses pelapukan gulma yang ditebas melalui kegiatan
pengolahan tanah, berkembang menjadi pengetahuan baru dalam kehidupan mereka. Pengetahuan-pengetahuan baru dari luar ini umumnya cepat diterima
karena sifatnya sebagai pelengkap yang memperkaya pengetahuan tentang teknik-teknik pertanian yang selama ini dilakukan. Berbeda halnya dengan
pengetahuan-pengetahuan yang berimplikasi mengganti praktik-praktik lama yang telah dilakukan, seperti penggunaan benih unggul, penggunaan traktor
tangan hand tractor, mesin perontok dan sabit bergerigi. Perubahan atau
proses penerimaannya berlangsung relatif lama dibandingkan dengan teknologi yang berimplikasi sebagai pelengkap pengetahuan lama Rogers, 2003
Keterbukaan masyarakat akan masuknya nilai-nilai baru yang dianggap dapat membawa ke arah kehidupan yang lebih baik serta sesuai dengan kondisi
biofisik dan sosial masyarakat akan cepat diterima. Berdasarkan hasil diskusi dengan petani pada semua tipe lahan rawa pasang surut, diperoleh gambaran
yang memperlihatkan bahwa pengetahuan yang mereka miliki yang terwujud dalam bentuk praktik-praktik pertanian di lahan rawa pasang surut merupakan
warisan dari orang-orang tua jaman dulu dan mampu bertahan hingga sekarang.
134 Berbagai pengetahuan yang terbentuk akan tatap eksis selama praktik-praktik
atau sistem yang digunakan tidak mengalami perubahan. Perubahan penggunaan varietas dari lokal menjadi unggul dan
perubahan pola tanam dari satu kali menjadi dua kali setahun dalam pandangan masyarakat di lahan rawa pasang surut tipe A, akan membawa perubahan besar
dalam sistem pengetahuan yang selama ini mereka miliki. Hal ini karena perubahan tersebut akan berimplikasi dengan perubahan sistem sosial yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat. Walaupun demikian, menurut mereka pengembangan padi unggul dengan sistem pertanian modern seperti sekarang,
kecil kemungkinannya untuk diterapkan di wilayah ini. Besarnya fluktuasi air di lahan sawah pasang surut tipe 30-50 cm serta kuatnya arus pasang surut
hampir tidak memungkinkan untuk menanam bibit padi unggul di sawah tersebut. Berbeda halnya dengan kondisi di lahan rawa pasang surut tipe B, C,
dan D, dimana secara teknis budidaya padi unggul memungkinkan untuk dilakukan asalkan mampu mengatasi permasalahan tata air dan kemasaman
tanah yang tinggi. Bagi masyarakat, pengetahuan lokal dalam mengelola lahan rawa
pasang surut merupakan bentuk penyesuaian terhadap kondisi spesifik lahan rawa pasang surut yang tegolong marginal dengan kendala utama kemasaman
tanah yang tinggi. Pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki menjadi dasar penentu dalam menjaga kelestarian dan keberlanjutan pertanian di lahan rawa
pasang surut. Dengan demikian, pengetahuan lokal ini merupakan salah satu kearifan masyarakat dalam menjaga keseimbangan ekosistem di lahan rawa
pasang surut. Oleh karena itu, pengelolaan yang salah atau praktik-praktik pertanian yang bersifat merusak seperti pembakaran gambut berarti
penghancuran terhadap sumber-sumber kehidupan mereka.
6.4 Pengaruh Sistem Sosial dalam Pengembangan Pengetahuan Lokal