ide-ide penjelas. Ide-ide pokok yang disampaikan dalam bentuk ceramah dapat diketahui dari beberapa indikasi seperti saat pembicara mengulang-ulang ide atau
tema tertentu, atau jika terdapat informasi yang dicatat di papan tulis, sementara hal lainnya tidak. Indikasi adanya ide-ide pokok juga bisa didapat saat pembicara
membicarakan konsep-konsep dasar dan step-step yang menjadi pijakan bagi informasi lainnya. Namun selain itu, poin inti juga dapat diambil dengan mudah
saat pembicara menyatakan poin-poin utama secara eksplisit.
24
Mencatat akan memiliki manfaat jika dilakukan dengan benar. Beberapa manfaat dari mencatat adalah dapat meningkatkan daya ingat untuk memahami
konsep dan menguatkan pemahaman terhadap pelajaran, membantu untuk mencari makna, pola, koneksi, dan hubungan antar konsep, serta membantu konsentrasi
Catatan yang baik juga dapat memperbaiki kesempatan siswa untuk mendapatkan nilai yang bagus dalam tes atau tugas-tugas.
25
Guru dapat membantu siswa untuk membuat catatan secara efektif. Di dalam kelas, guru dapat membantu dengan menggunakan strategi pembelajaran tertentu.
Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah Guided Note Taking GNT atau catatan terbimbing.
GNT atau mengambil catatan secara terbimbing merupakan bagian dari strategi pembelajaran aktif. Dalam strategi ini, pengajar bertugas untuk
menyediakan handout berupa bagan, skema, atau yang lainnya yang dapat membimbing peserta didik untuk membuat catatan selama pengajar
menyampaikan materi pelajaran.
26
Penggunaan strategi ini dalam pembelajaran dapat mengoptimalkan potensi siswa sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar
yang memuaskan, serta dapat menjaga perhatian siswa dalam proses pembelajaran.
27
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penggunaan GNT sebagai strategi pembelajaran adalah sebagai berikut. Pertama, guru membuat handout
24
Shelley O`Hara, op. cit., h. 58.
25
Ibid., h. 68-69.
26
Hisyam Zaini, Barmawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008, h. 32.
27
Umi Machmudah dan Abdul Wahab Risyidi, Active Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008, h. 63.
berupa ringkasan poin-poin utama dari materi pelajaran yang akan disampaikan dengan strategi ceramah. Guru sengaja menghilangkan poin-poin yang dianggap
penting dalam ringkasan tersebut, sehingga ringkasan yang akan diberikan tidak lengkap. Selanjutnya guru membagikan bahan ajar handout yang telah dibuat
kepada peserta didik. Guru dapat menerangkan bahwa ia sengaja mengosongkan sebagian poin-poin penting tersebut agar siswa berkonsentrasi saat pembelajaran
dilaksanakan. Setelah selesai memaparkan materi, guru meminta peserta didik untuk membacakan hasil catatannya. Terakhir, guru melakukan proses evaluasi
hasil kerja siswa.
28
Langkah tersebut dapat divariasikan melalui beberapa cara, seperti disarankan oleh Melvin L. Silberman sebagai berikut:
a. Guru dapat membagikan sebuah kertas yang didalamnya terdapat sub-sub
topik utama dari materi yang akan guru sampaikan dengan memberikan ruang kosong yang agak luas untuk siswa mencatat. Siswa kemudian dapat
mengisinya dengan penjelasan yang ia tangkap saat guru memaparkan materi tersebut.
b. Guru dapat membagi pelajaran menjadi beberapa fragmen dan meminta siswa
untuk memperhatikan penuh penjelasan yang guru sampaikan tanpa mencatat. Tiap akhir fragmen, guru meminta siswa untuk mengisi handout yang guru
sediakan atau siswa secara mandiri menulis catatan tanpa bantuan guru.
29
4. Teknik Kooperatif Two Stay Two Stray dengan Strategi Guided Note
Taking
Teknik kooperatif Two Stay Two Stray TSTS memiliki kesamaan dengan strategi Guided Note Taking GNT dalam prinsip pembelajarannya. Dalam teknik
TSTS, setelah siswa berdiskusi dalam kelompoknya, dua siswa akan “bertamu” ke dua kelomp
ok yang lain. Sementara itu, dua orang yang “tinggal” dalam kelompoknya bertugas untuk menerima “tamu” dan membagi informasi kepada
28
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, h. 105.
29
Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Bandung: Nusamedia Nuansa Media, 2013, h 123-125.
“tamu” yang datang pada kelompoknya.
30
Pada langkah “bertamu” dan menerima “tamu” tersebut terdapat pembagian tugas yang jelas. Setiap individu siswa
memiliki tanggung jawab masing-masing . Siswa yang “tinggal” dalam
kelompoknya bertugas untuk membagi informasi kepada kelompok lain. Sementara siswa yang “bertamu” bertugas untuk menerima informasi dari
kelompok yang didatanginya dan hasilnya akan dibahas dalam kelompoknya. Pada prinsipnya terdapat pemberi informasi dan penerima informasi.
Tahapan GNT memiliki prinsip yang sama dengan TSTS, yakni terdapat pihak pemberi informasi dan pihak penerima informasi. Namun perbedaannya
terletak pada tugas pemberi informasi. Pemberi informasi bukan hanya bertugas untuk menyampaikan materi, namun juga bertugas untuk membuat catatan
terbimbing bagi penerima informasi. Sementara itu, penerima informasi bertugas untuk membuat catatan ketika pemberi informasi menjelaskan materi.
31
Oleh karena itu, aktivitas GNT dapat disisipkan dalam penerapan TSTS. Berikut
merupakan langkah-langkah pembelajaran yang meyatukan unsur GNT dan TSTS:
Pertama, siswa membentuk kelompok yang berjumlah empat orang seperti biasa. Selanjutnya guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk berdiskusi
dan mengerjakan tugas serta membuat catatan yang tidak lengkap mengenai materi yang dikerjakan. Catatan yang tidak lengkap akan digunakan dalam
langkah selanjutnya saat menerima “tamu”. Setelah diskusi selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua anggota dari kelompok lain.
Dua orang yang “tinggal” dalam kelompok bertugas memberikan catatan yang tidak lengkap kepada “tamu”. “Tamu” diminta untuk memperhatikan
dan melengkapi catatan tersebut saat dua orang yang “tinggal” membagi informasi. Dua orang yang “tinggal” kemudian membagi informasi dan hasil kerja
mereka kepada tamu . “Tamu” kemudian mohon diri dan kembali ke kelompok
yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain.
30
Miftahul Huda, op. cit., h. 141.
31
Agus Suprijono, loc. cit.
Kegiatan selanjutnya yakni setiap kelompok membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua. Tahapan terakhir adalah klarifikasi jawaban kelompok
oleh guru.
5. Hasil belajar
Definisi mengenai belajar telah diungkapkan oleh banyak pakar pendidikan. Beberapa pakar tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Yatim Riyanto mendefinisikan belajar sebagai suatu proses untuk mengubah capaian fungsi-fungsi keterampilan, persepsi, emosi dan proses berfikir menjadi
lebih baik.
32
Sementara Purwanto mendefinisikan belajar sebagai “proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan
dalam perilakunya”.
33
Abin Syamsuddin Makmun menyimpulkan bahwa “konsep belajar itu selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang
berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu”.
34
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada intinya merupakan aktivitas sadar siswa agar mengalami perubahan, baik
pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor, sehingga didapatkan kemampuan-kemampuan tertentu.
Proses pembelajaran akan dikatakan efektif apabila mewujudkan hasil atau capaian tertentu pada diri pembelajar.
35
Hasil belajar adalah perubahan yang secara real dialami oleh siswa setelah melakukan proses belajar. Winkel
menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
36
32
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana, 2009, h. 6.
33
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, h. 38.
34
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h. 157.
35
Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi Strategi Pembelajaran terhadap Hasil Belajar, Jakarta: Universitas Negeri Padang, 2001, h. 82.
36
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: MediaAbadi, 2004, h. 57.
Hasil belajar siswa mencakup tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Semua ranah tersebut memiliki indikator ketercapaiannya sendiri
sesuai dengan indikator kegiatan pembelajaran yang dilakukan sebelumnya.
37
Hasil belajar tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat.
38
Alat evaluasi yang baik mengedepankan sifat valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil, terbuka, berkesinambungan,
menyeluruh, dan memiliki makna.
39
Pengukuran hasil belajar senantiasa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana penerimaan siswa atas
pembelajaran yang telah berlangsung. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya oleh
strategi pembelajaran yang diaplikasikan di dalam kelas.
40
Efektivitas pembelajaran yang baik akan terjadi jika diterapkan strategi pembelajaran
tertentu. Strategi pembelajaran yang baik dan efektif adalah strategi pembelajaran yang dapat menjamin kebutuhan belajar siswa, sesuai dengan tingkat pendidikan
dan karekteristik siswa.
41
Selain strategi pembelajaran di dalam kelas, terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar, khususnya yang berasal dari dalam diri siswa.
Faktor-faktor tersebut yakni motivasi belajar yang sehat, adanya minat dan bakat, mengetahui tujuan yang hendak dicapai, mempersiapkan belajar dengan baik,
serta adanya rencana kegiatan akademik dan disiplin diri.
42
Ketika semua faktor tersebut tersedia, maka siswa akan belajar dengan efektif, serta mendapatkan hasil
belajar yang optimal.
6. Tinjauan Materi Archaebacteria dan Eubacteria
Materi Archaebacteria dan Eubacteria yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan struktur kurikulum 2013. Materi ini diajarkan pada kelas X
37
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, Yogyakarta: Kanisius, 2007, h. 94.
38
Purwanto, op. cit., h. 44
39
Radno Harsanto, op. cit., h. 172.
40
Tengku Zahara Djaafar, op. cit., h. 86.
41
Tengku Zahara Djaafar, loc. cit.
42
Paryati Sudarman, op. cit., h. 78.