1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan mahluk yang unik dibandingkan mahluk lain. Keunikannya terletak pada otak yang dapat difungsikan untuk berfikir. Dengan
bantuan panca indera dan informasi yang tersimpan sebelumnya, otak dapat memproses keduanya serta menghasilkan suatu kesimpulan. Kesimpulan yang
dimiliki dapat menjadi semakin kompleks dan beragam, kemudian ia membentuk suatu pemahaman pada diri seseorang. Dengan pemahaman tersebut manusia akan
memanfaatkan alam semesta dan menciptakan berbagai macam teknologi untuk menyelesaikan masalah yang timbul sehari-hari.
Pengembangan potensi berfikir dapat dilakukan dengan cara menciptakan interaksi dan kerjasama. Interaksi dan kerjasama merupakan fitrah manusia untuk
menjaga eksistensi dan kelestarian dirinya di dunia ini. Namun selain kedua manfaat tersebut, interaksi dan kerjasama menyebabkan pula terpenuhinya
kebutuhan untuk berfikir.
1
Melalui interaksi dan kerjasama seseorang dapat belajar mengenai cara berfikir orang lain ketika menghadapi suatu masalah.
Dengan demikian, interaksi dan kerjasama dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan berfikir seseorang.
Sekolah dengan berbagai perangkatnya merupakan sarana yang menunjang terjadinya interaksi dan kerjasama pada siswa. Salah satu perangkat tersebut
adalah sistem pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru berperan penting dalam menciptakan suasana yang interaktif dan kerjasama positif saat mengajar
mata pelajaran tertentu. Biologi merupakan mata pelajaran yang menjadi salah satu sarana interaksi
dan kerjasama siswa. Dalam mengajarkannya, para guru Biologi tidak hanya
1
Robert E. Slavin, Cooperatie Learning Theory, Research, and Practice, Massachusetts: Allyn and Bacon, 1995, p. 2.
menggunakan model-model pembelajaran berbasis ilmiah seperti model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat
STM, namun menggunakan pula berbagai model pembelajaran lain. Penggunaan model-model pembelajaran tersebut dapat memfasilitasi siswa untuk
berinteraksi dengan sesamanya sehingga menimbulkan kematangan berfikir siswa. Salah satu model pembelajaran Biologi yang memfasilitasi interaksi dan
kerjasama siswa adalah pembelajaran dengan teknik kooperatif cooperative learning. Dalam pembelajaran kooperatif para siswa diajak untuk diskusi antar
teman dan mencapai tujuan secara bersama-sama.
2
Hal ini menimbulkan efek positif pada aspek kognitif karena siswa dapat menjadikan temannya sebagai
sumber belajar. Selain itu secara sosial siswa dapat menjalin kerjasama yang baik dan melatih keterampilan sosial. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara
dengan guru biologi di SMAN 1 Kota Tangerang Selatan dan SMAN 8 Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa pelaksanaan pengajaran dengan menggunakan
cooperative learning kurang kondusif. Tidak semua siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran yang guru instruksikan. Sebagian siswa serius
mengikuti pembelajaran, namun sebagian lagi bersifat pasif dan asyik dengan dirinya sendiri atau dengan kelampoknya. Pada akhirnya siswa mengalami
kesulitan dalam mencapai hasil belajar yang baik, khususnya dalam aspek pengetahuan dan aspek sikap saat berdiskusi. Dengan demikian dibutuhkan teknik
kooperatif yang tepat yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
3
Terdapat banyak jenis teknik kooperatif yang dapat diterapkan guru dalam proses pembelajaran Biologi. Diantaranya adalah make a match, bertukar
pasangan, Two Stay Two Stray TSTS, Think-Pair-Share TPS, dan lain-lain. Dari berbagai teknik kooperatif tersebut TSTS merupakan teknik yang tepat
dalam memfasilitasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Dalam TSTS, semua anggota kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab masing-
masing. Siswa diberi tugas untuk menggali informasi sendiri dan diberi
2
Roy Killen, Effective Teaching Strategies: Lesson from Research and Practice, Melbourne: Cengage Learning, 1947, p. 212.
3
Kisi-Kisi Wawancara terdapat pada Lampiran 1.
kesempatan untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan kelompoknya. Selain itu, siswa juga diberi kesempatan untuk membagi informasi dengan kelompok selain
kelompoknya dan menjadikannya sebagai sumber belajar. Dalam TSTS para siswa bukan hanya saling mendukung dalam kelompoknya, namun saling
mendukung pula kelompok lain yang ditemui. Mekanisme bertamu dalam TSTS memungkinkan adanya kerja sama, tanggung jawab individu, dan kesempatan
sukses yang lebih luas jangkauannya. Oleh karena itu, TSTS dapat menjadi solusi atas permasalahan keaktifan siswa dalam pengajaran.
Teknik kooperatif TSTS merupakan teknik yang membagi siswa menjadi kelompok-kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang
anggota. Para anggota dalam masing-masing kelompok diberi tugas oleh guru untuk berdiskusi dan mengerjakan tugas bersama-sama. Namun tidak hanya
berdiskusi dalam kelompoknya, dua orang anggota akan diminta bertamu ke dua kelompok lain sebagai delegasi untuk bertukar informasi. Sementara itu, dua
orang yang tinggal dalam kelompok akan menerima delegasi dari dua kelompok lain untuk menginformasikan hasil diskusi dalam kelompoknya. Selanjutnya,
tamu akan kembali ke kelompoknya untuk membahas dan membandingkan hasil pekerjaan mereka semua.
4
Dengan demikian, mekanisme TSTS memberikan kesempatan siswa untuk saling berinteraksi dan bekerja sama secara efektif.
Namun dalam penerapannya TSTS memiliki kelemahan-kelemahan yang perlu diperhatikan agar tujuan belajar bisa tercapai. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Hamiddin pada tahun 2012 yang berjudul “Improving Students’
Comprehension of Poems Using Two Stay Two Stray Strategy ”, ia menemukan
bahwa penerapan TSTS memiliki empat kelemahan, yakni sebagai berikut: 1 Butuh usaha ekstra untuk mendorong kelompok agar bekerja sama dan membantu
yang lain; 2 Butuh waktu yang lebih untuk mengontrol dan memonitor aktivitas kelompok; 3 Kelompok satu tidak memberikan informasi dengan baik dan timbal
balik yang bagus kepada kelompok yang lain; 4 Siswa membutuhkan banyak
4
Miftahul Huda, Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, h. 140-141.
waktu untuk melengkapi tugas mereka.
5
Agar penerapan TSTS dapat berjalan dengan baik, kelemahan-kelemahan yang timbul dalam TSTS perlu diatasi. Oleh
karena itu, dibutuhkan solusi yang tepat sehingga siswa bisa lebih aktif bekerja sama dengan efektif dan terkontrol, baik dalam kelompok maupun antar
kelompok. Guided Note Taking GNT dianggap dapat dijadikan solusi untuk
mengontrol aktivitas diskusi siswa agar berjalan dengan lebih baik. Guided Note Taking atau mengambil catatan secara terbimbing dapat mendukung
pengembangan pembelajaran kooperatif.
6
Mekanisme GNT menginstruksikan siswa untuk membuat catatan ketika seseorang menyajikan pembelajaran dalam
bentuk ceramah .
7
Siswa akan secara aktif memperhatikan penjelasan presentator dari awal hingga akhir karena ditugaskan mencatat beberapa titik penting dari apa
yang dijelaskan presentator. Presentator yang dimaksud biasanya adalah guru di kelas yang menjelaskan materi pelajaran. Sementara itu, siswa secara aktif
memperhatikan guru dan membuat catatan di tempat duduk masing-masing.
8
GNT dapat mendukung penerapan teknik kooperatif TSTS, terutama dalam mengatasi kelemahan poin pertama dan ketiga yakni dalam hal membantu kerja
sama dan membagi informasi. Dengan menggunakan strategi GNT, tiap kelompok siswa ditugaskan untuk membuat lembar catatan yang belum lengkap. Lembar
tersebut selanjutnya akan digunakan saat diskusi antar kelompok agar para siswa memperhatikan penjelasan yang disampaikan lawan bicaranya. Hal ini dapat
terjadi karena siswa memiliki tugas untuk mencatat kata-kata penting pada wilayah-wilayah tertentu. Saat siswa kembali berkumpul dalam kelompoknya,
mereka akan ditugaskan untuk merangkum hasil diskusi secara keseluruhan. Dengan adanya tugas demikian diharapkan kegiatan diskusi siswa dalam teknik
kooperatif TSTS akan terkontrol, dan hasil belajar siswa dapat tercapai.
5
Hamiddin, Improving St udents’ Comprehension of Poems Using Two Stay Two Stray
Strategy, Jurnal Vydia Karya I, 2012, h. 6-7.
6
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, h. 102.
7
Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nuansa Cendekia, 2013, h. 123.
8
Agus Suprijono, op.cit., h. 105.