21 Berdasarkan hasil penelitian setiap aliran informasi memiliki ukuran pelaksanaan
yang berbeda-beda. Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya, Roslinawati 2007
melakukan penelitian mengenai Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa metode perusahaan dalam menentukan harga pokok produksi tidak termasuk ke dalam metode Full Costing, Variabel
Costing maupun Activity Based Costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan
menggunakan metode full costing maupun variable costing memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Pada metode perusahaan, biaya pengemasan yang merupakan biaya pemasaran dimasukkan ke
dalam perhitungan harga pokok produksi biaya produksi. Metode full costing yang menghasilkan harga pokok produksi di bawah
harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan metode variable costing, dianggap paling tepat karena berada di tengah-
tengah, artinya tidak terlalu tinggi maupun rendah. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi dan menyulitkan petani.
Sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap mampu berdiri sendiri.
2.5 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani menunjukkan bahwa kemitraan memberikan pengaruh positif
terhadap pendapatan, dimana petani mitra memperoleh pendapatan lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan hasil
sebaliknya, namun kemitraan tetap memberikan manfaat dan menjadi solusi bagi petani dalam hal ketersediaan modal dan pendapatan. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditas yang akan diteliti. Penelitian ini akan meneliti mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara
petani mitra dengan petani non mitra yang melakukan penangkaran benih padi, dimana penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Benih padi merupakan
22 komoditi sentral, dimana kualitas tanaman padi sangat bergantung dari kualitas
benih padi yang digunakan. Karena itu, kegiatan penangkaran benih padi perlu mendapat perhatian. Salah satu perusahaan yang melakukan usaha penangkaran
benih padi adalah PT. Sang Hyang Seri PT. SHS. Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu mengenai PT. SHS, belum
pernah membahas mengenai kemitraan yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Penelitian ini berusaha mengkaji mengenai pola kemitraan yang diterapkan oleh
PT. SHS, kinerja atribut kepuasan kemitraan, serta melihat perbandingan pendapatan antara penangkar benih padi mitra dengan penangkar benih padi non
mitra.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1
Definisi Benih
Menurut Sadjad et al. 1975 yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usahatani,
memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi. Sedangkan menurut Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
01KptsHK.310C12009 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah
tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman.
Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk tujuan tertentu yaitu mengembangbiakkan tanaman. Hal ini berbeda dengan fungsi
biji, dimana biji tidak dimaksudkan untuk ditanam melainkan digunakan sebagai bahan pangan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan
dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun sebagai bahan baku untuk kerajinan. Benih di sini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan
untuk tujuan pertanaman, bukan untuk dikonsumsi. Benih merupakan komoditi pertanian yang paling berpengaruh pada proses
usahatani. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad terdapat kesejajaran antara tataran usahatani dengan kinerja mutu benih. Artinya tataran usahatani meningkat
apabila benih yang digunakan sebagai produk teknologi juga semakin maju tingkatannya. Jadi dengan kata lain, tataran usahatani sejajar dengan tingkat
teknologi yang diterapkan untuk memproduksi benih.
3.1.2 Industri Benih
Industri benih di dunia terdiri dari beberapa tipe. Ada yang sepenuhnya merupakan swasta, sebaliknya ada yang sepenuhnya merupakan usaha
pemerintah. Selain itu, terdapat tipe industri yang merupakan campuran antara tipe swasta dan usaha pemerintah. Industri benih berkembang di suatu negara
24 tergantung pada ideologi masing-masing negara, serta faktor ekonomi yang
berbeda. Dalam satu negara dapat ditemukan lebih dari satu tipe industri benih. Industri benih tipe swasta dikelola oleh pemilikan individual, korporasi,
koperasi, asosiasi, ataupun suatu bentuk kemitraan. Perusahaan swasta tidak bergantung terhadap pemerintah dan umumnya memiliki PDB yang mandiri.
Campur tangan pemerintah hanya sebatas pembuatan perundangan yang umumnya bersifat melindungi produsen maupun konsumen. Tipe lain yaitu
industri benih yang pengelolaannya swasta tetapi masih mendapatkan bantuan dari pemerintah di segenap lini usaha, baik dalam hal PDB, pelaksanaan
perbanyakan benih bersertifikat, pengawasan internal ataupun pemasarannya. Disesuaikan dengan konsumennya industri benih dapat diklasifikasikan
dari tingkatan yang teknologinya masih sederhana sampai yang canggih. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad, industri benih diklasifikasikan ke dalam
lima tingkatan dari tingkat I hingga tingkat V dengan penjelasan sebagai berikut: 1.
Industri Benih Tingkat I, dimana teknologi yang digunakan merupakan teknologi sederhana
2. Industri Benih Tingkat II, merupakan industri yang telah menggunakan
mesin-mesin pembersih 3.
Industri Benih Tingkat III, merupakan industri benih yang melaksanakan pemilahan benih yang sudah bersih. Benih ini dipilah berdasarkan besar
butiran, panjang, lebar, tebal atau berat. Industri ini menghasilkan kinerja fisik benih yang prima
4. Industri Benih Tingkat IV, Industri pada tingkat ini selain memproduksi
sebagaimana pada industri tingkat III juga selalu berhubungan dengan lembaga litbang selaku penghasil varetas dan mulai memasuki program
sertifikasi, meski belum memilikinya sendiri untuk lebih terjamin kelangsungan industrinya
5. Industri tingkat V, Industri ini memiliki kemampuan memproduksi benih
hasil litbang sendiri. Litbang ini selain memproduksi varietas hibrida yang selalu diperbaharui juga melakukan penelitian dan pengembangan
bioteknologi.
25 Klasifikasi industri benih didasarkan pada teknologi yang digunakan serta
kebutuhan konsumen akan mutu genetiknya. Apabila teknologi yang digunakan sama, tetapi tuntutan jaminan mutu teknologi oleh konsumen meningkat, maka
industri benih yang mampu melayani benih bermutu sesuai tuntutan konsumen lebih tinggi tingkatannya. Industri benih yang memiliki PDB secara mandiri juga
akan lebih tinggi tingkatannya dibandingkan indutri yang tidak memiliki PDB sendiri.
PT. Sang Hyang Seri PT. SHS sebagai salah satu produsen benih di Indonesia termasuk ke dalam golongan industri benih tingkat V, karena telah
memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan Litbang sendiri. Bahkan kini, PT. SHS telah terakreditasi, sehingga dapat melakukan proses sertifikasi sendiri
tanpa pngawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih BPSB. Berdasarkan tipenya, PT. SHS merupakan perusahaan milik negara BUMN. Pada awal
pendiriannya PT. SHS difokuskan pada produksi benih padi sawah. Produksi padi mengambil posisi yang sangat strategis dan pemerintah menjadikannya sebagai
strategi utama pembangunan. Komoditas padi sawah merupakan komoditas ekonomis dimana pedagang tidak dapat dengan leluasa tanpa campur tangan
pemerintah. Hal ini disebabkan oleh karena beras merupakan bahan pangan pokok yang sangat rentan untuk menjaga stabilitas politik negara.
3.1.3 Penangkaran Benih
Penangkaran benih merupakan upaya menghasilkan benih unggul sebagai benih sumber maupun benih sebar yang akan digunakan untuk menghasilkan
tanaman varietas unggul. Pada penangkaran benih, benih sumber yang digunakan untuk penanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih
yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas BD benih dasar, maka benih sumbernya haruslah benih padi kelas BS benih penjenis. Untuk
memproduksi benih kelas BP benih pokok, maka benih sumbernya berasal dari benih dasar atau benih penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR
benih sebar benih sumbernya dapat berasal dari benih pokok, benih dasar atau benih penjenis.
26 Pada dasarnya budidaya penangkaran benih padi hampir sama dengan
budidaya padi pada umumnya. Yang membedakan di sini adalah adanya seleksi atau roguing. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat
kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan benar dan dimulai dari fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan
untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.
Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru
dipanen masih tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi
setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila
sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih BPSB. Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan roguing
harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing.
3.1.4 Sertifikasi Benih
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01KptsHK.310C12009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih
Bina Tanaman Pangan, sertifikasi benih merupakan proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian,
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih bina. Sertifikasi benih merupakan suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk
mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan serta produksi benih Mugnisjah dan Setiawan 1995.
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01KptsHK.310C12009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih
Bina Tanaman Pangan, benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu danatau sertifikasi
27 produk. Benih bersertifikat ditetapkan ke dalam kelas-kelas benih sesuai dengan
urutan keturunan dan mutunya, antara lain sebagai berikut: a.
Benih Penjenis BS, adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan Pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi
sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas true- to-type
terpelihara dengan sempurna b.
Benih Dasar BD, merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis BS yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar.
c. Benih Pokok BP, merupakan keturunan pertama dari Benih Dasar atau
Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok d.
Benih Sebar BR, merupakan keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memnuhi standar mutu kelas Benih Sebar.
Standar Mutu Benih Bersertifikat dibagi menjadi dua, yaitu Standar Lapangan dan Standar Pengujian Laboratorium.
a. Standar Lapangan
Tabel 7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat
Kelas Benih
Isolasi Jarak m
Varietas Lain dari Tipe Simpang max
Isolasi waktu hari
Catatan BS 2
0,0 30 Isolasi
waktu dihitung
berdasarkan perbedaan
waktu berbunga BD 2
0,0 30
BP 2 0,2
30 BR 2
0,5 30
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2009
b. Standar Pengujian Laboratorium
Tabel 8. Standar Pengujian Laboratorium Kelas Benih Bersertifikat
Kelas Benih
Kadar air
max Benih
Murni min
Kotoran Benih
max Biji
Tanaman Lain
max Biji
Gulma max
Campuran Varietas
Lain max
Daya Tumbuh
min BS 13,0 99,0 1,0
0,0 0,0
0,0 80
BD 13,0 99,0 1,0 0,0
0,0 0,0
80 BP 13,0 99,0 1,0
0,1 0,0
0,1 80
BR 13,0 99,0 2,0 0,2
0,0 0,2
80
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2009
28 Mugnisjah dan Setiawan 1995 dalam bukunya Produksi Benih
menyatakan tujuan sertifikasi benih adalah untuk memelihara dan menyediakan benih dan bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil
tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain tujuan sertifikasi benih adalah
untuk memberikan jaminan bagi konsumen benih tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya
memeriksa benihnya saja. Selain itu, sertifikasi benih juga bertujuan: 1 menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan 2 menjamin ketersediaan
benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifikasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan
pemasangan label Wahyuni 2005
6
. Pengawasan pemasangan label bertujuan untuk mengetahui kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk
tanaman padi disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi Kelas Benih
Warna Label
Benih Penjenis BS, Breeder Seed Kuning
Benih Dasar BD, Foundation Seed Putih
Benih Pokok BP, Stock Seed Ungu
Benih Sebar BR, Extension Seed Biru
Sumber: Puslitbangtan 2007; Wahyuni 2005
Pengawasan dilakukan sejak proses produksi benih hingga penanganan pascapanen. Pengawasan lapangan untuk tanaman padi dari BPSB dilakukan
sebanyak 4 kali, yaitu pemeriksaan pendahuluan sebelum pengolahan tanah, pemeriksaan lapangan pertama saat fase vegetatif 30 hari setelah tanam,
pemeriksaan fase berbunga 30 hari sebelum panen, dan pemeriksaan fase masak 1 minggu sebelum panen Wahyuni 2005.
6
Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. http:www.pustaka.litbang.deptan.go.idpublikasip3264071.pdf
[6 November 2010]
29
3.1.5 Sistem Perbenihan
Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas
benihnya Darmowiyono 1999. Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di
tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu
sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani serta kesejahteraan masyarakat. Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus
dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam
menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh
karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah,
pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih. Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan
secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani
maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu jenisvarietas, tepat jumlah, tepat
mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas
benih. Kartasapoetra 1992 menyatakan teknologi benih adalah produksi benih dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalam
jangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai benih- benih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan
mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi benih dapat juga dikatakan sebagai serangkaian perlakuan-perlakuan untuk
meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya:
30 a.
Pengembangan varietas b.
Evaluasi dan pelepasan benih c.
Usaha produksi benih d.
Pemungutan hasil e.
Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya f.
Pengolahan benih yang meliputi pembersihan cleaning. Penggolongan grading serta usaha-usaha pemeliharaannya chemis, fisis, mekanis agar
tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas, mempertahankan daya tumbuhnya
g. Pengujian kualitas
h. Penyimpanan dan pengemasan
i. Sertifikasi benih
j. Perlindungan hukum, undang-undang dan peraturan
k. Distribusi benih pemasaran
Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya
petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan.
Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01KptsHK.310C12009 .
Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 39PermentanOT.14082006.
Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi
penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih
padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, peningkatan kualitas
benih padi akan meningkatkan kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan.
31
3.1.6 Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan Hafsah, 2000. Kartasasmita 1996 mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutama dalam
dunia usaha adalah hubungan antara pelaku usaha yang didasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerjasama yang sinergis, yang
hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game melainkan positive-sum-game atau win- win situation
. SK Mentan No. 940KptsOT. 210101997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian
adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Usaha tanaman pangan dan holtikultura adalah usaha yang
dilaksanakan oleh petani ataupun pengusaha, baik di lahan miliknya atau dilahan sewa atau lahan hak guna usaha, mulai dari perbenihan, budidaya, pengolahan,
sampai pemasarannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang
Kemitraan, kemitraan yang ideal adalah kemitraan yang saling memperkuat, saling menguntungkan dan saling menghidupi. Menurut Hafsah 2000, kemitraan
yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat di kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya yang didasari oleh
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra, tidak ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama
untuk meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya, tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta tumbuh
berkembangnya rasa saling percaya di antara mereka. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri Soemardjo et al.
2004. Secara umum, kemitraan usaha adalah kerjasama antara dua pihak dengan hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan
usaha umumnya dilakukan antara dua pihak yang memiliki posisi sepadan dalam hal tawar-menawar.
32 Keberhasilan suatu kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan
oleh kedua pihak yang bermitra dalam menerapkan etika bisnis. Pengertian etika itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995 adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Karena itu, semakin kuat pemahaman dan penerapan etika bisnis dalam bermitra maka akan
semakin kokoh pondasi dari kemitraan itu sendiri. Selain memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak, kemitraan juga memberikan nilai tambah bagi pihak
yang bermitra dari berbagai aspek seperti aspek manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan dan keuntungan.
Dalam SK Mentan No. 940KptsOT. 210101997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, dikemukakan mengenai pola-pola kemitraan usaha
yang dapat dilaksanakan, diantaranya 1 Pola Kemitraan Inti Plasma, 2 Pola Kemitraan Subkontrak, 3 Pola Kemitraan Dagang Umum, 4 pola Kemitraan
Keagenan, dan 5 Kerjasama Operasional Agribisnis KOA. 1.
Pola Kemitraan Inti Plasma Dalam model ini pengusaha-pengusaha besar bertindak sebagai
perusahaan mitrainti dan melakukan kemitraan dengan petani produsen petani mitraplasma ataupun kelompok usaha agribisnis
dengan membentuk kesepakatan harga dan kualitas pembelian produk. Perusahaan mitra berkewajiban, antara lain menyediakan lahan, sarana
produksi, bimbingan teknis, pembiayaan, serta bantuan lain seperti peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Sementara itu, petani
plasma melakukan budidaya sesuai ajuran dan kesepakatan dengan pengusaha mitra.
33
Sumber: Soemardjo et al. 2004
2. Pola Kemitraan Sub Kontrak
Pola kemitraan sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang
memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk
kemitraan sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu Hafsah 2000. Keunggulan
dari pola kemitraan ini adalah mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan ketrampilan serta menjamin pemasaran. Sedangkan
kelemahannya adalah adanya kecenderungan mengisolasi produsen kecil dalam suatu hubungan monopoli.
Sumber: Soemardjo et al. 2004 Kelompok
Mitra Pengusaha
Mitra Kelompok
Mitra Kelompok
Mitra Kelompok
Mitra Plasma
Plasma Plasma
Plasma Perusahaan
Gambar 1. Pola Kemitraan Inti Plasma
Gambar 2. Pola Kemitraan Sub Kontrak
34 3.
Pola Kemitraan Dagang Umum Pola kemitraan dagang umum merupakan suatu hubungan kemitraan
usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra. Keuntungan pola kemitraan ini adalah
adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas yang sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan dari
pola ini adanya penentuan sepihak dari pengusaha besar mengenai harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil Hafsah
2000.
Memasok
Memasarkan produk
Kelompok mitra
Sumber: Soemardjo et al. 2004
4. Pola Kemitraan Keagenan
Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan
jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya Hafsah 2000. Keunggulan dari hubungan pola kemitraan ini adalah berupa
keuntungan dari hasil penjualan, ditambah komisi yang diberikan oleh perusahaan mitra.
Kelompok Mitra
Perusahaan Mitra
Konsumen Industri
Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum
35 Memasok
Memasarkan produk Kelompok
mitra
Sumber: Soemardjo et al. 2004
5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis KOA
Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Pada model ini, kelompok
mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk
mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin
pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan.
Memasok
Sumber: Soemardjo et al. 2004 Kelompok
Mitra Perusahaan
Mitra
Konsumen Masyarakat
Kelompok Mitra
Perusahaan Mitra
‐Lahan ‐Sarana
‐Teknologi ‐Biaya
‐Modal ‐Teknologi
‐Manajemen
Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan
Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis
36
Perusahaan Besar
Koperasi Usaha
Kecil Pembina
Fasilitator
Berdasarkan pola-pola kemitraan yang telah berkembang di masyarakat, dapat ditarik suatu pola kemitraan secara umum yang dapat dikembangkan di
Indonesia, mulai dari pola sederhana hingga pola ideal yang mewujudkan ketergantungan antara kedua belah pihak.
1. Pola Kemitraan Sederhana Pemula
Pada kemitraan sederhana, perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan atau
kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha, penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, serta bantuan teknologi
terutama alat mesin dalam peningkatan produksi dan mutu produksi.
Kemitraan
‐ Modal - Tenaga Kerja
‐ Sarana Produksi ‐ Alat dan Manajemen
‐ Manajemen ‐ Teknologi
Sumber: Hafsah 2000
2. Pola Kemitraan Tahap Madya
Pada pola kemitraan tahap madya, peran dari perusahaan mulai berkurang, terutama dalam aspek permodalan. Perusahaan besar tidak
lagi memberikan modal usaha. Bantuan terhadap usaha kecil lebih kepada bantuan teknologi, alat mesin, industri pengolahan
agroindustri, serta jaminan pemasaran.
Gambar 6. Pola Kemitraan Sederhana Pemula
37
Perusahaan Besar
Koperasi Usaha
Kecil Pembina
Fasilitator
Perusahaan Besar
Koperasi Usaha
Kecil Pembina
Fasilitator
Konsultan
Kemitraan
- Alat dan Mesin
- Saprodi -
Agroindustri - Manajemen
- Pemasaran
- Permodalan -
Teknologi
Sumber : Hafsah 2000
3. Pola Kemitraan Tahap Utama
Pola ini merupakan pola kemitraan yang paling ideal untuk dikembangkan, namun membutuhkan persyaratan yang cukup berat
bagi pihak usaha kecil. Pada pola ini pihak pengusaha kecil secara bersama-sama menanamkan modal usaha pada pengusaha besar
mitranya dalam bentuk saham.
Kemitraan Saham
Sumber: Hafsah 2000
Gambar 7. Pola Kemitraan Tahap Madya
Gambar 8. Pola Kemitraan Tahap Utama
38
3.1.7 Konsep Kepuasan
Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi
ini adalah konsumen puas atau tidak puas. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk kembali mengkonsumsi produk tersebut, sebaliknya perasaan tidak puas
akan menyebabkan konsumen menghentikan konsumsi produk tersebut. Kepuasan pada dasarnya bersifat subjektif, tergantung dari konsumen yang melakukan
konsumsi tersebut. Kepuasan setiap konsumen berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Rangkuti 2003 mengartikan kepuasan pelanggan
sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian.
Sumber : Mowen dan Minor 1998 dalam Sumarwan 2004
Engel, Blackwel dan Miniard 1995 dalam Sumarwan 2004 mendefinisikan kepuasan sebagai penilaian konsumsi bahwa sebuah alternatif
yang telah dipilih sesuai dengan harapan atau tidak. Sedangkan menurut Richard Oliver dalam Supranto 2006, kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas
terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk
Pengalaman Produk dan Merek
Harapan Mengenai Merek Seharusnya
Berfungsi Evaluasi Mengenai
Fungsi Merek yang Sesungguhnya
Evaluasi Gap Antara Harapan dan yang
Sesungguhnya
Kepuasan Emosional: Fungsi Merek
Melebihi Harapan Konfirmasi Harapan:
Fungsi Merek Tidak Berbeda dengan
Harapan Ketidakpuasan
Emosional: Merek Tidak Memenuhi
Harapan
Gambar 9. Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan
39 keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barangjasa itu sendiri,
memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan
kebutuhan melebihi harapan pelanggan. Rangkuti 2003 menyatakan, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan, yaitu nilai, harapan, daya saing, persepsi pelanggan, harga, citra, tahapan pelayanan dan situasi pelayanan.
1 Nilai
Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat nilai dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa
yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari
produk yang dikonsumsinya Rangkuti 2003. 2
Harapan Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk
tersebut seharusnya berfungsi. Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang
sesungguhnya dirasakan konsumen Sumarwan 2004. Rangkuti 2003 menyatakan bahwa tingkat kepentingan atau harapan pelanggan
merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba dan membeli suatu produk atau jasa.
3 Daya Saing
Untuk menarik pelanggan suatu produk harus memiliki daya saing yang tinggi. Produk memiliki keunggulan dalam bersaing apabila
produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen. Keunggulan suatu produk terletak pada keunikan atau mutu pelayanan produk jasa tersebut pada
pelanggan, maka supaya dapat bersaing harus mempunyai keunikan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis Rangkuti 2003.
4 Persepsi Pelanggan
Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut
Sunarwan 2004. Rangkuti 2003 mendefinisikan persepsi pelanggan
40 sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan
mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna.
5 Harga
Harga rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tersebut mutunya rendah. Harga yang terlalu rendah mengakibatkan pelanggan
menjadi kurang percaya terhadap produsen. Sebaliknya, harga yang tinggi menimbulkan persepsi pelanggan bahwa produk atau jasa
tersebut bermutu tinggi. Namun harga yang terlalu tinggi berakibat pada hilangnya pelanggan Rangkuti 2003.
6 Citra
Rangkuti 2003 menyatakan bahwa citra buruk menimbulkan persepsi bahwa produk tidak bermutu, sehingga pelanggan mudah marah
apabila terjadi kesalahan sedikitpun. Sebaliknya, citra yang bagus terhadap suatu produk menimbulkan anggapan bahwa produk tersebut
bermutu baik. 7
Tahap Pelayanan Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang
didapatkan pelanggan selama pelanggan menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut Rangkuti 2003.
8 Situasi Pelayanan
Situasi Pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan, sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Sedangkan kinerja
pelayanan ditentukan oleh pelanggan, proses pelayanan dan lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan Rangkuti 2003.
Menurut Rangkuti 2003, kualitas pelayanan service quality yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terdiri dari lima dimensi pelayanan, yaitu:
1 Keandalan reliability, yaitu dimensi yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan terpercaya dan akurat sesuai yang dijanjikan.
2 Ketanggapan responsiveness, yaitu dimensi yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cepat
41 serta ketersediaan untuk menolong pelanggan dan melayani dengan
baik. 3
Jaminan assurance, yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan dalam
menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggan. 4
Empati emphaty, yaitu dimensi pelayanan yang berhubungan dengan kepedulian untuk memberikan perhatian pribadi dan memahami
kebutuhan pelanggan. 5
Berwujud tangibles, yaitu dimensi pelayanan yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, karyawan dan sarana komunikasi. Pelayanan
merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, dicium dan diraba, oleh sebab itu pelanggan akan menggunakan bukti langsung untuk menilai
kualitas pelayanan. Dalam mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya
kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dapat digunakan beberapa alat analisis, diantaranya Importance Performance Analysis IPA dan Customer Satisfaction
Index CSI. IPA digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat
kinerja suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cara mengukur tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya dari masing-masing atribut-
atribut yang telah ditentukan. Atribut-atribut digolongkan berdasarkan dimensi kualitas pelayanan. Sedangkan CSI digunakan untuk menentukan tingkat
kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang dipertimbangkan tingkat kepentingan berdasarkan atribut-atribut yang telah ditentukan. Kedua alat
analisis tersebut dapat menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan petani serta mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan
secara keseluruhan beradasarkan atribut-atribut tersebut.
42
3.1.8 Analisis Pendapatan Usahatani
Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya lahan, kerja, modal, waktu,
pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya Soekartawi et al. 1984. Berdasarkan definisi tersebut, diketahui faktor-faktor yang bekerja dalam
usahatani diantaranya adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal. 1.
Faktor Alam Faktor alam merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi usahatani. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah serta lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya
jenis tanah dan kesuburan. Sedangkan faktor alam sekitar adalah faktor iklim yang berhubungan dengan ketersediaan air, suhu dan lain
sebagainya Suratiyah 2006. 2.
Faktor Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha pada bidang di luar pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir 1983 dalam
Suratiyah 2006 adalah: a.
Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata
b. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas
c. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan
d. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda tergantung jenis tanaman
yang dibudidayakan. Banyak sedikitnya tenaga kerja luar yang dipergunakan tergantung pada dana yang dimiliki.
43 3.
Faktor Modal Modal merupakan syarat mutlak berjalannya suatu usaha, termasuk
dalam usahatani. Menurut Suratiyah 2006, pada usahatani modal digolongkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu dan fungsi.
a. Sifat
Berdasarkan sifatnya modal selain dibagi menjadi modal yang menghemat lahan land saving capital serta modal yang
menghemat tenaga kerja labour saving capital, modal juga digolongkan ke dalam modal yang menyerap tenaga kerja lebih
banyak serta modal yang mempertinggi efisiensi. b.
Kegunaan Berdasarkan kegunaannya, modal dibagi menjadi dua golongan
yaitu modal aktif yang secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan produksi, serta modal pasif yang digunakan hanya
untuk mempertahankan produk. c.
Waktu Berdasarkan waktu pemberian manfaatnya, modal dibagi menjadi
dua golongan, yaitu modal produktif yang merupakan modal yang secara langsung meningkatkan produksi serta modal prospektif yang
merupakan modal yang dapat meningkatkan namun baru dirasakan pada jangka panjang.
d. Fungsi
Berdasarkan fungsinya, modal dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal
yang digunakan dalam berkali-kali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap adalah modal yang hanya digunakan dalam satu
kali proses produksi. Secara umum usahatani dibagi menjadi dua, yaitu usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian. Perbedaan antara usahatani keluarga dan perusahaan pertanian terletak pada delapan hal, yaitu tujuan akhir, bentuk hukum, luas usaha,
jumlah modal, jumlah tenaga kerja, unsur usahatani, sifat usaha serta pemanfaatan terhadap hasil-hasil pertanian. Tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan
44 keluarga petani, sedangkan tujuan akhir perusahaan adalah laba yang sebesar-
besarnya. Usahatani keluarga tidak berbadan hukum sedangkan perusahaan pertanian mempunyai badan hukum seperti PT, firma atau CV. Usahatani
keluarga pada umumnya berlahan sempit, sedangkan perusahaan pertanian memiliki lahan luas karena berorientasi pada efisiensi dan keuntungan.
Berdasarkan jumlah modal yang dimiliki usahatani keluarga mempunyai modal per satuan luas yang lebih kecil dibandingkan perusahaan pertanian,
namum memiliki jumlah tenaga kerja per satuan luas yang lebih besar dibanding perusahaan pertanian. Hal lain yang membedakan usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian adalah pada unsur usahatani, yaitu tenaga kerja yang dibayar dimana pada usahatani keluarga melibatkan tenaga kerja keluarga dan luar
keluarga, sedangkan perusahaan pertanian hanya menggunakan tenaga kerja luar. Usahatani keluarga pada umumnya bersifat menghidupi, komersial maupun semi
komersial, sementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial. Perusahaan pertanian selalu memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir dan tidak
segan-segan membiayai penelitian sendiri melalui bagian penelitian dan pengembangan perusahaan. Hal ini berbeda dengan usahatani keluarga yang
bergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui Departemen Pertanian karena keterbatasan modal, peralatan serta tenaga kerja.
Dalam menjalankan usahatani, para petani mengharapkan produksi yang besar agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itulah petani
memanfaatkan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Ukuran penampilan usahatani dapat
dinyatakan dengan ukuran arus uang tunai serta ukuran pendapatan dan keuntungan.
Menurut Soekartawi et al. 1984, penerimaaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran
tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula, pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.
Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang
45 berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung
sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih antara penerimaan tunai
usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.
Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai
nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Apabila data tersedia, maka
pengeluaran total dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap. Pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran usahatani yang tidak
bergantung kepada besarnya produksi. Sedangkan pengeluaran tidak tetap adalah pengeluaran yang digunakan dalam usahatani dan jumlahnya berubah kira-kira
sebanding dengan besarnya perubahan produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi,
nilai barang atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan ke dalam pengeluaran. Apabila dalam
usahatani digunakan mesin-mesin pertanian, maka penyusutan harus dihitung dan dimasukkan ke dalam pengeluaran. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan
pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari
penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu,
pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keuntungan dalam usahatani adalah rasio perbandingan penerimaan dan biaya rasio RC.
Apabila rasio RC 1 maka usahatani dinyatakan menguntungkan, sebaliknya apabila rasio RC 1 maka usahatani dinyatakan mengalami kerugian. Rasio RC
= 1 menunjukkan kondisi keuntungan normal dalam pelaksanaan usahatani.
46
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Benih merupakan komoditi yang sangat penting dalam pelaksanaan usahatani, karena kualitas suatu tanaman sangat tergantung pada kualitas benih
yang digunakan dalam budidaya. Padi merupakan salah satu tanaman yang sangat penting, mengingat sekitar 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi padi
sebagai makanan pokok. Karena itu, peningkatan kualitas serta produktivitas tanaman padi menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Sertifikasi
benih padi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas serta produktifitas tanaman padi disamping penemuan varietas-varietas baru padi.
Saat ini masih terdapat petani di Indonesia yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini berpengaruh terhadap
kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan. Walaupun begitu penggunaan benih bersertifikat di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini harus
diikuti dengan peningkatan produksi benih padi bersertifikat, melalui usahatani penangkaran benih padi bersertifikat. Usaha penangkaran benih padi bersertifikat
belum banyak dilakukan oleh petani padi di Indonesia. Padahal bila dilihat dari tingkat pendapatannya, pendapatan petani penangkar benih lebih tinggi
dibandingkan petani padi konsumsi. Hal ini disebabkan karena dengan menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang
diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Dalam menghasilkan benih padi di Indonesia, terdapat petani penangkar benih padi yang
melakukannya secara mandiri serta terdapat juga petani penangkar benih yang melakukan kemitraan dengan perusahaan produsen benih.
PT. SHS merupakan salah satu produsen penghasil benih padi di Indonesia. Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi. Dalam
memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS melakukan kemitraan dengan petani penangkar benih padi di daerah sekitar. Kemitraan memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak, baik bagi perusahaan maupun petani yang melakukan kemitraan. Keuntungan yang diperoleh PT. SHS diantaranya adalah adanya
kontinuitas produksi benih padi yang berpengaruh terhadap produksi benih padi nasional, sedangkan bagi petani penangkar benih padi keuntungan yang diperoleh
diantaranya peningkatan kemampuan dan kewirausahaan, peningkatan pendapatan
47 keluarga dan masyarakat pedesaan, peningkatan kualitas penguasaan teknologi
serta penyediaan lapangan kerja bagi petani kecil. Kemitraan ini sekaligus meningkatkan jumlah petani penangkar benih bersertifikat.
Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat permasalahan yang disebabkan oleh penyimpangan perjanjian kemitraan. Permasalahan tersebut
diantaranya adalah penjualan hasil panen yang tidak sesuai dengan perjanjian kerjasama. Dalam perjanjian, petani mitra diwajibkan untuk menjual seluruh hasil
panennya pada PT. SHS, namun masih terdapat petani yang menjual hasil panennya selain ke perusahaan. Hal ini disebabkan salah satunya karena
keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Penyimpangan dari perjanjian kerjasama yang telah disepakati dapat mendatangkan kerugian bagi
petani mitra maupun bagi PT. SHS. Untuk itulah perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kemitraan untuk melihat sejauh mana masing-masing pihak
yang bermitra telah melaksanakan perannya dalam kemitraan. Melalui evaluasi kemitraan masing-masing pihak diharapkan dapat menilai kegiatan kemitraan
yang telah dijalankan sehingga nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dari kemitraan tersebut.
Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat tingkat kesesuaian antara pelaksanaan atribut-atribut kemitraan dengan perjanjian yang telah disepakati.
Melalui evaluasi kemitraan akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dan petani mitra serta diketahui kendala-kendala
dalam pelaksanaan kemitraan. Evaluasi kemitraan juga dilakukan melalui penilaian kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan ini diukur melalui pengukuran
tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kemitraan. Metode yang digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra adalah metode Importance
Performance Analysis IPA dan Customer Satisfaction Index CSI. Metode ini
menunjukkan apakah kemitraan yang telah dijalankan oleh PT. Sang Hyang Seri dengan petani mitra telah memberikan kepuasan bagi petani mitra itu sendiri,
berdasarkan atribut-atribut kemitraan yang telah ditentukan. Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi,
digunakan analisis pendapatan serta analisis rasio RC. Analis ini dilakukan terhadap petani yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS serta terhadap petani
48 penangkar benih yang tidak bermitra. Hal ini dilakukan untuk membandingkan
tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra. Dengan analisis tersebut akan diketahui berapa besar pendapatan yang diperoleh petani penangkar
benih mitra maupun non mitra serta melihat apakah usahatani yang dijalankan memberikan keuntungan atau kerugian kepada petani serta melihat usahatani
manakah yang lebih menguntungkan. Analisis ini juga melihat bagaimana peran kemitraan terhadap pendapatan petani penangkar benih padi. Kerangka alur
pemikiran dapat dilihat pada Gambar 10.
49
Benih Padi sebagai input utama dalam usahatani padi.
‐ Sangat penting karena kualitas padi tergantung pada kualitas benihnya
‐ Masalah perbenihan terutama padi berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan akan beras
‐ Penangkaran benih padi di Indonesia dilakukan oleh BUMN, swasta atau kelompok tani penangkar benih
Petani Penangkar
Benih padi
Petani Mitra
Petani Non Mitra
Produsen Benih Padi Bersertifikat
PT Sang Hyang Seri
Pelaksanaan Kemitraan - Realisasi Perjanjian
Kerjasama - Kendala-kendala
- Manfaat
Analisis Pendapatan
Analisis RC
Analisis Perbandingan
Kemitraan yang sesuai dengan harapan pihak yang bermitra
Evaluasi atribut kepuasan petani
16 atribut pelayanan kemitraan
Permasalahan: 1. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS
2. Penjualan hasil panen yang tidak sesuai perjanjian
Evaluasi Kemitraan
Analisis Deskriptif IPA dan CSI
Gambar 10
. Kerangka Pemikiran Operasional
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian