Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani

17 kepentingan yang tinggi akan tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak plasma sehingga digolongkan ke dalam Kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis kesesuain juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal ini diketahui dari nilai CSI sebesar 63,38 persen, dimana nilai ini berada pada skala puas. Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT. SHS. Melalui metode IPA diketahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing petani terhadap atribut kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat diperoleh atribut yang menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan. Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian ini adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi, bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.

2.3 Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani telah beberapa kali dilaksanakan. Sebagian besar penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi kemitraan yang telah dilakukan, mengetahui pengaruh dari kemitraan itu sendiri terhadap pendapatan usahatani dari pelaku kemitraan tersebut, serta perbandingannya dengan pelaku usahatani mandiri. Penelitian terdahulu mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara petani 18 mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh Aryani 2009, Puspitasari 2009, Dhesinta 2006 dan Firwiyanto 2008. Penelitian Aryani 2009 mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, membandingkan tingkat pendapatan petani yang bermitra dengan PT Garudafood dan petani yang melakukan usahatani Kacang Tanah secara mandiri petani non mitra. Berdasarkan penelitian, diketahui RC rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 2,77 sedangkan pada petani non mitra sebesar 1,92. Dari kedua nilai rasio tersebut diketahui bahwa usahatani kacang tanah yang dilakukan petani mitra dan petani non mitra sama-sama menguntungkan. Namun keuntungan yang diperoleh petani mitra lebih besar dibandingkan dengan keuntungan petani non mitra. Apabila dilihat dari RC rasio atas biaya total, RC rasio atas biaya total petani mitra sebesar 1,47 sedangkan petani non mitra sebesar 0,96. Dari RC rasio atas biaya total, diketahui bahwa petani mitra mendapatkan keuntungan, sebaliknya RC rasio atas biaya total pada petani mitra menggambarkan adanya kerugian. Selain itu, berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar, bila dibandingkan dengan petani non mitra. Berdasarkan analisis usahatani serta RC rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total disimpulkan bahwa dengan mengikuti kemitraan, maka petani akan mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan tidak bermitra. Pengaruh positif kemitraan juga ditemukan pada penelitian Puspitasari 2009 mengenai Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Kakao di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kemitraan inti plasma yang dilakukan oleh PT. Pagilarang dengan petani kakao anggota kelompok tani Ngupadikoyo meningkatkan penerimaan petani mitra, dimana penerimaan petani mitra lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra. Kemitraan juga berpengaruh terhadap tingkat efisiensi usahatani kakao antara petani mitra dan non mitra. Hal tersebut dilihat dari nilai RC rasio di mana RC rasio petani mitra lebih besar dibandingkan dengan RC rasio petani non mitra. 19 Kedua penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa kemitraan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani. Hal sebaliknya ditemukan pada penelitian Deshinta 2006 dan Firwiyanto 2008, dimana kemitraan memberikan pengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Deshinta 2006 mengidentifikasi bahwa jumlah pendapatan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak mandiri, karena peternak mitra menanggung biaya yang lebih besar dari peternak mandiri. Selain itu, dari hasil uji terhadap pendapatan total didapat hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Sedangkan Firwiyanto 2008 dalam penelitiannya menemukan bahwa walaupun tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri, namun hal tersebut cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan karena peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh pendapatan walaupun tidak memiliki modal. Kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani terutama dalam peningkatan pendapatan. Untuk melihat pengaruh dari pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra dilakukan analisis pendapatan terhadap petani penangkar benih mitra dan kemudian dibandingkan dengan pendapatan petani penangkar benih padi non mitra.

2.4 PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi