Perceived Quality Landasan Teoritis

Suatu produk akan memberikan manfaat kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsinya. Agar produk bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan produk tersebut dengan benar. Kepercayaan, sikap, dan perilaku pelanggan terhadap produk, memiliki keterkaitan dengan konsep atribut produk. Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, atribut, dan manfaat produk menggambarkan persepsi konsumen. Karena itu, kepercayaan akan berbeda di antara konsumen Sumarwan; 2011. Tsiotsou 2005 mengatakan perceived quality merupakan salah satu konstruk terpenting dalam pemasaran, dan telah lama menjadi fokus perhatian para praktisi dan peneliti. Hal ini disebabkan perceived quality dapat memberikan pengaruh yang positif dan menguntungkan bagi kinerja pemasaran. Selain itu, para praktisi dan peneliti sangat meyakini bahwa perceived quality yang tinggi akan mendorong terciptanya pembelian berulang dari pelanggan, sehingga pada tingkatan yang lebih tinggi akan menciptakan loyalitas pelanggan. Terdapat pula bukti empiris yang memberi dukungan adanya pengaruh positif langsung antara perceived quality terhadap minat beli ulang. Selain itu, perceived quality juga terbukti memiliki pengaruh positif tidak langsung terhadap loyalitas pelanggan, dalam hal ini tercapai melalui kepuasan pelanggan. Tsiotsou 2005, memberikan catatan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang perceived quality, yakni terdapatnya pengaruh ganda langsung maupun tidak langsung dari perceived quality terhadap minat beli, dengan objek penelitiannya adalah barang goods. Selain itu, hasil penelitian ini juga menjelaskan pengaruh tunggal langsung maupun tidak langsung dari perceived quality terhadap minat beli, dengan objek penelitiannya berfokus pada jasa services. Perceived quality pada umumnya ditetapkan sebagai konstruk pasca pembelian, namun demikian perceived quality juga merupakan konstruk sebelum dan setelah dilakukannya pembelian oleh konsumen maupun pelanggan. Cleland dan Bruno 1996 dalam Simamora 2004, memberikan tiga prinsip tentang perceived quality yaitu sebagai berikut: 1. Kualitas bersumber pada aspek produk dan bukan produk atau seluruh kebutuhan bukan harga nonprice needs yang dicari konsumen untuk memuaskan kebutuhannya. 2. Kualitas ada, kalau bisa masuk dalam persepsi konsumen. Kalau konsumen mempersepsikan kualitas sebuah produk rendah, maka kualitas produk itu rendah, apa pun realitasnya. 3. Perceived quality diukur secara relatif terhadap pesaing Berangkat dari pemikiran tersebut di atas, maka langkah-langkah pengukuran perceived quality adalah sebagai berikut: 1. Tentukan atribut produk 2. Tentukan pesaing 3. Ukur performans merek sasaran dan performans pesaing 4. Ukur tingkat kepentingan setiap atribut 5. Hitung kualitas total relatif setiap merek

2.1.4 Perceived Value

Kotler dan Keller 2009, mendefinisikan nilai yang dipersepsikan pelanggan perceived value sebagai selisih antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu penawaran terhadap alternatifnya. Perceived value sangat terkait erat dengan total manfaat pelanggan dan total biaya pelanggan. Sudin 2011, memaparkan perceived value sebagai senjata strategis dalam menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan, dan menjadi faktor yang paling nyata dalam kesuksesan bisnis manufaktur maupun penyedia layanan jasa. Nilai value merupakan persepsi berharga mengenai keuntungan dari produk dibandingkan harga yang dibayarkan konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi produk. Dengan demikian nilai merupakan tradeoff antara keuntungan atau manfaat yang dirasa dibandingkan persepsi pengorbanan yang dilakukan atau diberikan untuk membeli produk. Perceived value merupakan keseluruhan dugaan pelanggan pada utilitas dari sebuah produk, berdasarkan pada persepsi yang dirasakan dan pada apa yang telah diberikan. Perceived value dipengaruhi selisih antara biaya moneter dan non moneter, selera konsumen, dan karakteristik konsumen Bolton and Drew, 1991. Nilai yang didefinisikan pelanggan, saat merasa puas terhadap pengalamannya secara keseluruhan. Rangkuti 2002, perceived value dapat dijadikan sebagai batasan penentuan harga, artinya harga maksimum yang harus dikeluarkan oleh pelanggan berdasarkan persepsi pelanggan terhadap seberapa jauh nilai produk tersebut menguntungkan bagi mereka. Kartajaya 2006 memaparkan secara matematis, perceived value adalah perceived quality dibagi price. Perceived value akan naik apabila perceived quality naik atau price-nya turun.

2.1.5 Image

Bayol, dkk. 2000 menjelaskan citra image merupakan peubah pilihan yang terkait dengan nama merek dan jenis asosiasi seperti apa yang diperoleh pelanggan dari produkmerekperusahaan. Sudin 2011 menyatakan konsep dari image telah banyak digambarkan di berbagai literatur hubungan pelanggan, di antaranya adalah Zeithaml 1998, Keller 1993, Bitner 1991, Grönroos 1984; Gummesson dan Grönroos 1988. Image merupakan sebuah persepsi pasar tervalidasi dan bahwa sebuah perusahaan hanya akan memiliki sebuah image yang bagus jika produknya benar-benar layak. Dengan demikian image sering digunakan sebagai sumber eksternal dari persepsi seseorang. Pada tingkat perusahaan, image didefinisikan sebagai persepsi dari sebuah organisasi yang tercermin dalam asosiasi yang telah terbenam di benak konsumen. Menurut Kotler dan Keller 2009 menjelaskan bahwa citra merek merupakan jumlah dari gambaran-gambaran, kesan-kesan dan keyakinan- keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek”. Berdasarkan pengertian tersebut, citra merek merupakan sesuatu yang berhubungan dengan suatu sikap seseorang yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap merek suatu produk maupun perusahaan. Setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya khusus untuk kegiatan pemasaran memiliki suatu tujuan adalah untuk meningkatkan penjualan bagi perusahaan, salah satu upaya adalah dengan cara mempertahankan citra merek di mata konsumen maupun pelanggan.