I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan pangan untuk energi menjadi kebutuhan yang utama selain sandang dan papan. Pangan sebagai
sumber energi berguna untuk menjalankan aktivitas keseharian. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas keseharian, maka kebutuhan akan energi semakin
meningkat pula. Hal ini dapat dilihat dari pengeluaran untuk makanan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006, pengeluaran rumah tangga
per kapita untuk makanan jauh lebih besar daripada bukan makanan. Pengeluaran rumah tangga untuk makanan sebesar 53,01 persen sedangkan untuk bukan
makanan sebesar 46,99 persen. Persentase ini lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang sebesar 51,37 persen untuk makanan dan 48,63 persen untuk
bukan makanan
1
Pangan dapat diperoleh bukan hanya dari makanan jadi namun juga dari makanan olahan. Namun seiring dengan perubahan gaya hidup dan aktivitas yang
meningkat menyebabkan pola makan masyarakat berubah menjadi lebih praktis. Pangan olahan menjadi alternatif dalam pemilihan makanan karena
kepraktisannya dalam mengkonsumsi. Kondisi ini didukung oleh semakin tingginya pertumbuhan industri pengolahan makanan di Indonesia pada tahun
2007. Pertumbuhan industri makanan bersama minuman serta tembakau merupakan kedua terbesar setelah industri kertas dan barang cetakan lainnya.
Pertumbuhan tersebut diikuti sektor lainnya seperti industri alat angkut, mesin dan
1
Percentage of Monthly Average per Capita Expenditure by Commodity Group Indonesia, 1999- 2006
. www.bps.go.idsectorconsumpexptables.19 Maret 2008
peralatannya; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; industri semen dan barang galian bukan logam; dan industri lainnya. Laju pertumbuhan industri
pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Tahun 2005-2007
Lapangan Usaha Pertumbuhan persen
2005 2006
2007 sem I
INDUSTRI PENGOLAHAN 4.57
4.63 5.43
a. Industri Migas
-5.94 -1.22
0.77 1. Pengilangan Minyak Bumi
-5.00 -0.97
-0.41 2. Gas Alam Cair
-6.66 -1.41
1.70 b. Industri Non Migas
5.86 5.27
5.92 1. Makanan, Minuman dan Tembakau
2.75 7.22
8.16 2. Tekstil, Brg.kulit, Alas kaki
1.31 1.23
-1.53 3. Brg.Kayu Hasil Hutan Lainnya
-0.92 -0.66
-2.01 4. Kertas dan Barang Cetakan
2.39 2.09
10.78 5. Pupuk, Kimia Barang dari Karet
8.77 4.48
6.96 6. Semen Brg.Galian bukan logam
3.81 0.53
5.60 7. Logam Dasar Besi Baja
-3.70 4.73
1.08 8. Alat angk., mesin peralatannya
12.38 7.55
7.16 9. Barang lainnya
2.61 3.62
-0.04 PRODUK DOMESTIK BRUTO PDB
5.68 5.48
6.13 PDB TANPA MIGAS
6.57 6.09
6.71
Sumber : BPS diolah Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian Pusdatin Depperin 2007
Berdasarkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto PDB, industri makanan, minuman dan tembakau menempati urutan pertama yang mencapai
29,33 persen dari total PDB sektor industri pengolahan non migas. Sedangkan industri alat angkut, mesin dan peralatannya menempati urutan kedua dengan
kontribusi sebesar 28,99 persen. Kemudian disusul industri pupuk, kimia dan barang dari karet 12,65 persen dan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki
11,02 persen. Sedangkan sektor industri lainnya memberikan kontribusi kurang dari 10 persen terhadap industri pengolahan non migas Departemen
Perindustrian, 2007.
Salah satu bisnis makanan olahan yang mempunyai potensi untuk terus berkembang adalah industri biskuit. Pasar biskuit adalah salah satu pasar yang
memiliki daya tarik besar. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, pasarnya yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebesar 230 juta jiwa dan
tingkat penerimaan masyarakat terhadap biskuit yang hampir 100 persen baik di perkotaan maupun pedesaan, tidak mengherankan kalau nilai pasarnya bisa
mencapai lebih dari Rp 5 triliun. Kedua, pasar ini juga bertumbuh terus dengan tingkat pertumbuhan sekitar 10 persen. Ini bisa terjadi oleh karena biskuit sudah
menjadi snack yang populer, sebagai pengganti nasi saat lapar dan sekaligus juga sebagai makanan saat berkumpul maupun saat melakukan aktivitas di luar rumah.
Selain itu kebiasaan masyarakat Indonesia untuk memberikan hadiah dalam bentuk biskuit saat merayakan Hari Raya atau saat mengunjungi temansanak
keluarga yang sakit, menjadikan pasar biskuit berkembang. Daya tarik ketiga dari pasar ini adalah sumber diferensiasinya yang besar, yaitu tingkat inovasi dari
produk ini sangat terbuka. Produsen dapat melakukan diferensiasi dengan meluncurkan produk baru dengan rasa baru, tekstur baru maupun dengan kemasan
baru sehingga tidak mengherankan bila setiap tahun, puluhan atau ratusan jenis biskuit baru diluncurkan di pasar.
2
Data Departemen Perdagangan menunjukkan total nilai produksi biskuit di Indonesia mengalami peningkatan pada periode 2001-2005. Tahun 2001 nilai
produksi biskuit adalah sebesar 156.351 ton dan meningkat menjadi 231.685 ton pada tahun 2005 atau naik sebesar 48,18 persen. Peningkatan yang signifikan juga
2
Tango memang Enak .www.businessreview.co.id. 25 Februari 2008
terjadi pada tahun 2005 sebesar 27,45 persen dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi biskuit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Biskuit di Indonesia Tahun 2001-2005
Tahun Produksi
ton Kenaikan
2001 156.351 - 2002 165.753 6,01
2003 178.650 7,78 2004 181.785 1,75
2005 231.685 27,45
Sumber : Departemen Perdagangan Depdag, 2006
Selain untuk memenuhi kebutuhan biskuit pasar domestik, produsen nasional juga telah menembus pasar luar negeri. Secara umum, nilai perdagangan
ekspor-impor biskuit nasional pada periode tahun 2001-2005 mengalami surplus perdagangan. Pada tahun 2001 surplus perdagangan sebesar 28,22 juta US dollar.
Meski terjadi penurunan pada tahun 2002, yaitu sebesar 17,09 persen, peningkatan kembali terjadi pada tahun berikutnya. Tahun 2003 nilai ekspor impor biskuit
nasional mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 92,39 persen. Tahun 2004 peningkatan sebesar 8,49 persen dan tahun tahun 2005 kembali
peningkatan yang cukup besar yakni sebesar 38,74 persen.
Tabel 3. Perkembangan Ekspor-Impor Biskuit di Indonesia Tahun 2001- 2005
Tahun Ekspor Impor
Surplus US
Laju Surplus
Berat kg Nilai US
Berat kg Nilai US
2001 22.853.857 32.263.415
2.873.820 4.046.083 28.217.332 -
2002 23.840.036 27.575.364
2.394.386 4.179.824 23.395.540 -17,09 2003 52.758.550
49.023.218 2.729.338 4.012.275 45.010.943
92,39 2004 45.831.925
57.374.612 6.692.616 8.538.263 48.836.349
8,49 2005 47.596.065
76.691.297 7.850.473 8.936.533 67.754.764
38,74
Sumber : Depdag, 2006
Pasar biskuit sendiri sebenarnya terdiri dari berbagai sub-kategori seperti wafer, crackers, cookies, biskuit keras dan lain-lain. Wafer termasuk salah satu
jenis biskuit yang memiliki pasar yang besar atau sekitar 25 persen dari total pasar
biskuit. Menurut sumber Majalah SWA, total pasar bisnis wafer di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 1,5-2 triliun.
Sementara itu, seiring dengan kebutuhan masyarakat akan pangan yang semakin tinggi banyak produsen yang muncul menawarkan produk-produknya.
Produk yang ditawarkan tidak lagi sangat umum yaitu satu produk bisa untuk semua orang, namun juga sangat bervariasi. Seperti halnya pada produk susu,
ditemukan dengan berbagai variasi tambahan vitamin dan mineral. Susu juga bukan hanya untuk anak-anak tapi juga tersedia susu untuk ibu hamil dan susu
untuk lanjut usia. Selain itu juga ditemukan susu dengan tambahan berbagai aroma. Begitu juga halnya pada produk-produk makanan olahan lainnya.
Laporan United State Department of Agriculture USDA menyebutkan pascakrisis ekonomi di Indonesia industri makanan olahan mendapat kenyataan
adanya perubahan profil konsumen. Mereka adalah masyarakat yang menginginkan kepuasan yang lebih, kritis, dan berpendidikan. Konsumen ini
mulai mengenal produk-produk fortifikasi, seperti susu, biskuit, es krim yang ditambahi vitamin dan mineral. Perubahan keinginan konsumen itu bukan hanya
karena bertambahnya pengetahuan sebagian konsumen setelah mereka hidup, bersekolah, dan bekerja di luar negeri. Mereka memiliki pengetahuan yang baru
berkat media yang diakui berperan penting dalam mengedukasi konsumen. Akibatnya saat ini banyak dilakukan riset-riset yang mengarah pada inovasi
produk dengan segmentasi dan target konsumen yang sangat tajam seperti segmentasi berdasar umur dan juga targetted product.
3
3
Maryoto, Andreas. Industri Makanan dan Profil Konsumen Setelah Krisis Ekonomi. www.kompas.co.id. 25 Februari 2008.
Salah satu segmentasi yang banyak diburu produsen saat ini adalah konsumen remaja. Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar
yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja dan pola tersebut akan mempengaruhi pola konsumsinya di masa
mendatang. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Jumlah populasi kalangan remaja menurut data Statistik Indonesia 2005 sebesar 40,41 juta jiwa dan diproyeksikan akan meningkat sebesar 1,08 persen
pada tahun 2009. Jumlah ini merupakan sasaran dari pemasaran berbagai barang dan jasa, tidak terkecuali industri makanan olahan seperti wafer.
Wafer merupakan produk makanan ringan kategori biskuit. Wafer biasanya dikonsumsi di waktu senggang, ketika beristirahat, maupun disaat
diskusi ataupun rapat. Wafer cocok dikonsumsi pada segala usia mulai dari anak- anak, dewasa hingga orangtua. Namun, saat ini wafer tersedia berbagai macam
jenis sesuai segmen umur mulai untuk anak-anak, remaja hingga dewasa. Hal itulah yang dilakukan produsen wafer seperti Grup Orang Tua dan Garudafood.
Grup Orang Tua merupakan pemain lama yang mendominasi di bisnis wafer dengan produk andalannnya Tango, sedangkan Garudafood merupakan produsen
pendatang baru dengan produknya Gery. Produsen lain yang cukup besar
berkecimpung di bisnis ini adalah Nabisco, Mayora dan Nissin. Beberapa produsen besar biskuit dan turunannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Beberapa Produsen Biskuit dan Turunannya Produsen Produksi
Alamat
PT. Garudafood Putra- Putri Indonesia
biskuit, wafer Gresik, Jawa Timur
PT. Ultra Prima Abadi wafer, crackers
Karawang, Jawa Barat PT. Arnott’s Indonesia
biskuit, cookies Bekasi, Jakarta
PT. Interbis Sejahtera Food Industry
biskuit, wafer Palembang, Sumsel
PT. Khong Guan Biskuit Factory
biskuit, wafer Jakarta Timur
PT. Mayora Indah biskuit, wafer
Tangerang, Banten PT. Nabisco Foods
biskuit, wafer Bekasi, Jakarta
PT.Nissin Biskuit Indonesia
biskuit, wafer Semarang, Jawa Tengah
PT. Kaldu Sari Nabati Indonesia
wafer Bandung, Jawa
barat
Sumber : BPS, 2007.
Berbagai produsen biskuit dan wafer tersebut tentunya akan meramaikan pasar biskuit dan akan meningkatkan persaingan antara satu dengan yang lainnya.
Untuk memenangi persaingan salah satunya adalah dengan meningkatkan ekuitas merek. Produsen yang memiliki ekuitas merek terkuat akan menambah nilai bagi
produsen itu sendiri dan juga konsumennya.
1.2. Perumusan masalah