Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

4 diharapkan dapat menjadi suatu solusi untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kreatif, terampil dan inovatif dalam menghadapi era industrialisasi dan globalisasi yang saat ini sedang terjadi. Namun, saat ini dalam pelaksanaan pembelajaran guru masih cenderung menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional, yaitu umumnya dilakukan dengan ceramah dan jarang menerapkan hakikat sains dalam pembelajaran. 13 Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sadia yang menunjukkan bahwa pembelajaran yang dominan dilakukan oleh para guru adalah pembelajaran ekspositori yang meliputi, ceramah, tanya jawab, dan diskusi. 14 Melalui ceramah, sistem penyampaian materi lebih didominasi oleh guru yang gaya mengajarnya cenderung bersifat otoriter dan instruktif serta proses komunikasinya satu arah. Guru-guru tidak memberi peluang dan kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya dalam membangun pengetahuan. Dengan permasalahan yang telah dipaparkan tersebut, berarti perlu adanya cara pembelajaran yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap literasi sains terutama pada dimensi kompetensi sains siswa. Pembelajaran yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah. “Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah”. 15 Dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan yang mereka pelajari sehingga siswa memahami materi tidak dengan cara menghafalnya tetapi memahami makna materi tersebut secara mendalam. Selain itu, melalui model ini siswa menjadi pusat pembelajaran dan guru hanya memberikan arahan selama 13 L. U. Ali, I. W. Suastra, dan A. A. I. A. R. Sudiatmika, “Pengelolaan Pembelajaran IPA Ditinjau dari Hakikat Sains pada SMP di Kabupaten Lombok Timur”, Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, 2013. 14 I Wayan Sadia, “Model Pembelajaran yang Efektif untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis Suatu Persepsi Guru ”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2, 2008, h. 225. 15 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Edisi 1, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006, Cet. 8, h. 214. 5 dilaksanakannya tahapan pembelajaran. Dengan hal tersebut pembelajaran akan menjadi lebih bermakna karena siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran sehingga diharapkan hasilnya pun akan lebih baik. Berdasarkan informasi yang didapat oleh peneliti, pembelajaran berbasis masalah telah diterapkan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa dalam beberapa kegiatan pembelajaran. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, sejauh ini belum ada penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk mengetahui literasi sains siswa pada mata pelajaran kimia, khususnya materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan orde reaksi. Oleh sebab itu, dalam penelitian kali ini akan dilakukan penelitian tersebut untuk mengetahui hasilnya seperti apa, namun dibatasi pada literasi sains dalam dimensi kompetensi sainsnya saja. Pelaksanaan penelitian pun didasarkan karena antara pembelajaran berbasis masalah, indikator kompetensi sains, dan materi yang digunakan dalam penelitian, memiliki keterkaitan. Materi penelitian mengacu kepada KD 3.7 dan KD 4.7. KD 3.7 yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan menentukan orde reaksi berdasarkan data hasil percobaan. Sedangkan KD 4.7 yaitu merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan orde reaksi. Indikator merancang percobaan memiliki keterkaitan terhadap tahapan pembelajaran berbasis masalah, yaitu orientasi siswa pada masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar. Kedua tahapan tersebut dapat memunculkan indikator kompetensi sains, yaitu mengidentifikasi isu ilmiah. Untuk melakukan percobaan, berhubungan dengan tahapan pembelajaran berbasis masalah pada investigasi siswa secara mandiri dan kelompok yang dapat memunculkan aspek kompetensi sains, yaitu menjelaskan fenomena ilmiah dan mengidentifikasi isu ilmiah. Sedangkan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan menentukan orde reaksi berkaitan dengan tahap mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta menganalisis dan 6 mengevaluasi proses pemecahan masalah. Kedua tahapan tersebut diharapkan dapat memunculkan aspek kompetensi sains, yaitu menggunakan bukti ilmiah. Dalam penelitian ini, pembelajaran berbasis masalah diterapkan dengan menggunakan metode eksperimen dilanjutkan dengan presentasi hasil. Sedangkan untuk pembelajaran konvensional, digunakan metode ceramah dan tanya jawab dimana guru yang menjadi pusat pembelajaran. Dalam hal ini, siswa menjadi kurang aktif dan hanya menerima informasi sesuai dengan yang diberikan dan diperintahkan oleh guru. Dalam penelitian ini, hanya dimensi kompetensi sains saja yang akan diteliti. Hal ini dikarenakan agar dalam penelitian dapat lebih spesifik diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap setiap indikator kompetensi sains tersebut. Alasan lain yang menyebabkan peneliti hanya memilih dimensi kompetensi sains saja dikarenakan berdasarkan informasi yang didapat oleh peneliti, literasi sains siswa pada dimensi proses sains atau sekarang dikenal dengan sebutan kompetensi sains dalam penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan model dan materi pembelajaran yang berbeda masih rendah dibandingkan dengan dimensi konsep dan konteks. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trie Seno Adji, jurusan pendidikan Fisika UPI Bandung, yang berjudul Penerapan Metode Science Literacy Circles SLC untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Mengembangkan Karakter Siswa SMP. 16 Selain itu, dikarenakan pula pada penelitian sebelumnya dalam materi laju reaksi dengan model pembelajaran yang berbeda, literasi sains yang diukur hanya pada dimensi konten saja. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lilih Solihat, Jurusan pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul Analisis Penggunaan Pendekatan Chemie Im Kontext CHik Terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Dimensi Konten Sains. 17 Dari hal tersebut, peneliti terinspirasi untuk meneliti dimensi kompetensi sains saja dan 16 Trie Seno Adjie, “Penerapan Metode Science Literacy Circles SLC untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Mengembangkan Karakter Siswa SMP”, Skripsi pada Pendidikan Fisika UPI Bandung, Bandung, 2012, h. 55, tidak dipublikasikan. 17 Lilih Solihat, “Analisis Penggunaan Pendekatan Chemie Im Kontext CHik Terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Dimensi Konten Sains”, Skripsipada Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2012, h. 57, tidak dipublikasikan. 7 melihat hasilnya seperti apa, tetapi dengan menggunakan model pembelajaran yang berbeda, yaitu pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kompetensi Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah seperti dibawah ini: 1. Masih rendahnya literasi sains siswa di Indonesia pada dimensi kompetensi sains. 2. Pembelajaran yang dilakukan saat ini umumnya masih bersifat konvensional yang berpusat pada guru dan masih mengutamakan hafalan tanpa melalui pengalaman langsung. 3. Pola pembelajaran yang digunakan umumnya belum dapat mengembangkan kompetensi sains siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini menjadi terarah dan tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan 5 tahapan berdasarkan buku karangan Richard I Arends. 2. Literasi sains siswa yang diteliti, yaitu hanya pada dimensi kompetensi sains. 3. Penelitian dilakukan pada kelas XI dengan materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan orde reaksi 8

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berpengaruh terhadap Kompetensi Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap kompetensi sains siswa pada materi laju reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, dapat mengetahui bagaimana kompetensi sains siswa yang merupakan bagian dari literasi sains ketika diterapkannya pembelajaran berbasis masalah. 2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajaran kimia menjadi lebih bermutu dan bermakna. 3. Bagi siswa, dapat membantu memudahkan pemahaman terhadap materi pembelajaran dan diharapkan kompetensi sainsnya dapat menjadi lebih baik. 4. Bagi dunia pendidikan, dapat menjadi pertimbangan dalam menerapkan suatu model pembelajaran dan menambah khasanah keilmuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. 9

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA

BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Hakikat Pembelajaran

a. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi yang memiliki susunan terdiri dari aspek manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran. 1 Selain itu terdapat pula definisi yang menyatakan , “Pembelajaran adalah proses interaksi dua arah yang terjadi antara guru dengan siswa, serta teori dan praktik yang terlibat didalamnya ”. 2 Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan atau proses interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa yang didalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran yang saling mempengaruhi dalam proses belajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang diinginkan. Perkembangan yang semakin cepat menimbulkan dampak terhadap pembelajaran yang harus lebih baik dalam menghadapi tantangan yang bersifat universal. Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, UNESCO memberikan empat pilar dalam belajar, yaitu: belajar untuk mengetahui learning to know, belajar untuk bekerja learning to do, belajar untuk hidup berdampingan dan berkembang bersama learning to live together, serta belajar menjadi manusia seutuhnya learning to be. 3 1 Husamah dan Yanur Setyaningrum, Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi, Malang: Prestasi Pustakaraya, 2013, h. 99. 2 Sitiatava Rizema Putra, Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains, Jogjakarta: DIVA Press, 2013, Cet. 1, h. 17. 3 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: PT. Remaja Rosdakarya, 2013, Cet. 4, h. 29. 10 Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan suasana belajar dan harus dapat menunjang tercapainya tujuan belajar. 4 Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan pembelajaran dapat diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa ketika mereka telah mempelajari materi tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. 5 Tujuan pembelajaran dapat pula diartikan sebagai rancangan sasaran atau perolehan hasil belajar yang diharapkan dicapai para siswa apabila mereka telah menyelesaikan mata pelajaran. 6 Jadi, dalam suatu pembelajaran harus ada hasil yang diperoleh oleh siswa sebagai efek dari pembelajaran yang telah dilakukan sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Dibawah ini akan dipaparkan beberapa pendapat mengenai tujuan pembelajaran: 1 Tujuan pembelajaran berdasarkan Bloom Benyamin S. Bloom dengan teman-temannya mengajukan tujuan pembelajaran dikelompokkan dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah psikomotorik, dan ranah afektif. a Ranah kognitif Aspek-aspek pada ranah kognitif ini ada enam yang kemudian lebih dikenal dengan Taksonomi Bloom. Keenam aspek pada Taksonomi Bloom tersebut adalah sebagai berikut: Pengetahuan, Pemahaman, Penerapan, Analisis, Sintesis, dan Evaluasi. 7 4 Putra, op. cit., h. 30. 5 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Edisi 1, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011, Cet. 8, h. 68. 6 Nana Syaodih Sukmadinata dan Erliana Syaodih, Kurikulum Pembelajaran Kompetensi, Bandung: Refika Aditama, 2012, Cet.1, h. 88. 7 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, Cet. 1, h. 64.