Anti obsesis kompulsif Anti-panik

44 Tes2 1 Efek samping obat anti-psikosis adalah…. A. Sindrom ekstrapiramidal EPS B. mual, muntah, diare dan feses lunak C. Kelemahan otot D. Poli uria E. Hipotiroidisme 2 Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan anti psikosis adalah…. A. Banyak tidur, grogines dan keletihan. B. Penglihatan kabur C. Konstipasi D. Takikardi E. Retensi urine 3 Yang dimaksud ketergantungan zat adalah…. A. Peningkatan penggunaan dosis obat B. Belum menunjukkan adanya sindrom ketergantungan tetapi sudah berdampak timbulnya kelemahanhendaya psikososial sebagai dampaknya C. Munculnya keinginan yang sangat kuat dorongan kompulsif untuk menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan memperoleh efek psiko aktif dari zat tersebut. D. Perubahan fisiologis yang sangat tidak menyenangkan, sehingga memaksa orang tersebut menggunakannya lagi atau menggunakan obat lain yang sejenis untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut. E. Penurunan dosis penggunaan zat psikoaktif 4 Efek samping obat Anti-depresi adalah kecuali…. A. Sedasi B. Antikolinergik C. Anti-adrenergik alfa D. Neurotoksis E. Kardiovaskuler 5 Efek antikolinergik pada penggunaan obat anti depresi adalah…. A. Mulut kering B. Diarea C. Bradicardia D. Poliuria E. Peningkatan kewaspadaan 45 Topik 3 Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka Coba Anda jelaskan kembali,seberapa penting peran Anda sebagai seorang perawat dalam pemberian obat dan bagaimana cara mengidentifikasi masalah pasienakibat pemberian obat psikofarmaka? Benar sekali Perawat memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka. Untuk itu perawat dituntut menguasai secara luas berbagai pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi oleh pasien terkait penggunaan obat psikofarmaka.Selain itu seorang perawat wajib memiliki pengetahuan yang luas mengenai program terapi psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, dan kontra indikasi sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara holistik.

A. IDENTIFIKASI

MASALAH KLIEN DALAM PEMBERIAN OBAT PSIKOFARMAKA Perawat memiliki peran yang sangat penting dalam mengidentifikasi masalah pemberian obat psikofarmaka. Identifikasi masalah dalam pemberian psikofarmaka dimulai dari pengkajian dengan melakukan pengumpulan data yang meliputi diagnosa medis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian serta program terapi yang lain yang diterima oleh pasisen dan memahami serta melakukan berbagai kombinasikan obat dengan terapi Modalitas. Selain itu perawat juga harus melakukan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat dan monitoring efek samping penggunaan obat. Melalui pengkajian yang komprehensif, perawat dapat mengidentifikasi permasalahan yang sedang dialami pasien. Masalah kesehatan jiwa yang dialami pasien dalam program pemberian obat psikofarmaka dapat dikelompokkan sebagai berikut : psikosis, gangguan depresi, gangguan mania, gangguan ansietas, gangguan insomnia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik Selain mengidentifikasi peran diatas, perawat memiliki peran yang sangat penting yaitu mampu mengkoordinasikan berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota tim sesuai dengan tujuan yang akan dicapai antara klien, keluarga dan tim kesehatan sehingga tujuan perawatan dapat berjalan sesuai tujuan yang diharapkan, untuk itu perawat dituntut mampu bekerja didalam suatu sistem dan budaya kerja yang tinggi.

B. CARA PENGGUNAAN OBAT PSIKOFARMAKA

Perawat harus memahami 5 prinsip benar dalam pemberian obat psikofarmaka seperti jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra indikasi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai cara pemberian obat psikofarmaka 46

1. Obat anti-psikosis

Pada dosis ekivalen semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer klinis yang sama, perbedaan terutama pada efek sekunder efek samping. Pemilihan jenis obat anti- psikosis harus mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.Pengantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat anti-psikosis tertentu sudah sudah diberikan dalam dosis optimal dan dalam jangka waktu yang memadai tetapi tidak memberikan efek yang optimal maka dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain sebaiknya dari golongan yang tidak sama, dengan dosis ekivalen, dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila klien memiliki riwayat penggunaan obat anti-psikosis yang terbukti efektif dan efek samping obat mampu ditolerir dengan baik maka obat tsb dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Dengan dosis yang efektif, onset efek primer didapatkan setelah 2-4 minggu pemberian obat, sedangkan efek sekunder efek samping sekitar 2-6 minggu. Waktu paruh obat anti-psikosis adalah 12-24 jam pemberian 1-2 kali perhari. Dosis pagi dan malam bisa berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping dosisi pagi kecil, dosis malam lebih besar sehingga kualitas hidup klien tidak terganggu. Dosis awal diberikan dalam dosis kecil, kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari hingga dosis efektif mulai timbul peredaan sindrom psikosis. Evaluasi dilakukan setiap 2 minggu dan bila diperlukan dosis dinaikkan hingga mencapai dosis optimal, dan dosis pemberian dipertahankan sekitar 8-12 minggu stabilisasi.Pemberian obat dengan dosis efektif dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun. Setelah waktu tersebut dosis diturunkan tiap 2-4 minggu dan stop. Pemberian obat anti-psikosis yang bersifat “long acting” sangat efekti diberikan pada klien yang tidak mau atau sulit minum obat secara teratur ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Sebelum penggunaan secara parenteral sebaiknya pemberian obat dilakukan secara oral terlebih dahulu dalam beberapa minggu, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat efek hipersensitivitas. Pemberian obat anti-psikosis “long acting” hanya diberikan pada klien skizoprenia yang bertujuan untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan. Kontra indikasi penggunaan obat anti-psikosis adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf pusat parkinson, tumor otak, gangguan kesadaran.

2. Obat anti-depresi

Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer efek klinis yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder efek samping. Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung pada toleransi klien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi klien usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi. Sangat perlu mempertimbangkan efek samping penggunaan obat golongan ini, terutama penggunaan pada sindrom depresi ringan dan sedang.Berikut ini adalah urutan penggunaan obat anti depresi untuk meminimalisir efek samping langkah pertama pemberian obat golongan selective serotonin reuptake inhibitor SSRI, , langkah kedua 47 golongan trisiklik, langkah ketiga golongan tetrasiklik, golongan atipikal, golongan MAOI dan inhibitor monoamine okside MAOIreversible. Penggunaan litium dianjurkan untuk “unipolar recurrent depression” penggunaan obat golongan ini bertujuan untuk mencegah kekambuhan, sebagai “mood stabilizer”. Pemberian Dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer sekitar 2-4 minggu, onset efek skunder sekitar 12-24 jam, dan waktu paruh 12-48 jam pemberian 1-2 kali perhari. Dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal diberikan malam hari single dose one hour before sleepterutama untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi. Pemberian obat anti-depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena potensial adiksinya sangat minimal. Kontra indikasi pemberian obat anti-depresi adalah penyakit jantung koroner, MCI myocard infark, khususnya pada usia lanjut; glaucoma, retensi urine, hipertropi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsy; Sedangkan kontra indikasi penggunaan obat litium adalah kelainan fungsi jantung, ginjal dan kelenjar tiroid.

3. Obat anti-mania

Haloperidol IM merupakan obat indikasi klien mania akut dikombinasikan dengan tablet litium carbonate. Haloperidol diberikan untuk mengatasi hiperaktivitas, impulsivitas, iritabilitas, dengan “onset of action” yang cepat. Pada pemberian litium karbonat, efek anti- mania baru muncul setelah penggunaan 7-10 hari. Pada gangguan afektif bipolar manik- depresif dengan serangan episodic maniadepresi, penggunaan litium karbonat sebagai obat profilaksi terhadap serangan sindrom maniadepresi dapat mengurangi fekuensi, berat dan lamanya kekambuhan. Carbamazepin sebagai pengganti litium karbonat dapat diberikan jika efek samping tidak bias ditolerir dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Untuk mencegah kekambuhan, pada gangguan afektif unipolar dapat diberikan obat anti-depresi SSRI yang lebih ampuh dari litium karbonat. Pemberian dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer 7-10 hari 1-2 minggu, rentang kadarserum terapeutik 0,8-1,2mEqL dicapai dengan dosis sekitar 2 atau 3 kali 500 mg per hari dan kadar serum toksik diatas 1,5 mEqL. Litum karbonat harus diberikan hingga 6 bulan, walaupun gejala mereda. Pemberian obat dihentikan secara gradual bila memang tidak ada indikasi lagi. Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan sampai beberapa tahun, sesuai dengan indikasi profilaksis serangan sindrom maniadepresi. Penggunaan obat jangka panjang sebaiknya dalam dosis minimum dengan kadar serum litium terendah yang masih efektif untuk terapi profilaksis. Pemberian litium karbonat tidak boleh diberikan pada wanita hamil, karena dapat melewati sawar plasenta yang akan mempengaruhi kelenjar tiroid.

4. Obat anti-ansietas

Golongan benzodiazepine merupakan obat anti ansietas yang sangat efektif karena memiliki khasiat yang sangat tinggi dan efek adiksi serta toksisitas yang rendah,