Tindakan Proaktif Unsur-Unsur Pembentuk Modal Sosial

Tabel 43 Sebaran tingkat persepsi responden terhadap pasar kayu hasil HTR No. Kategori tingkat persepsi Selang Skor persepsi Jumlah orang Persentase 1 2 3 Rendah Sedang Tinggi 5 5 – 7 7 47 67 5 39,50 56,30 4,20 Jumlah 119 100,00 Persepsi masyarakat terhadap pasar kayu hasil HTR yang relatif rendah ini disebabkan pengetahuan mereka tentang pasar hasil hutan kayu yang kurang. Selama ini mereka tidak terbiasa dengan budidaya tanaman yang bertujuan untuk menghasilkan kayu. Sedangkan dalam hal penentuan harga jual komoditas baik kayu maupun non kayu mereka pada umumnya tidak setuju apabila harga jual ditentukan oleh Menteri Kehutanan. Mereka menginginkan harga jual komoditas ditentukan oleh mekanisme pasar yang adil.

5.6.11 Persepsi Masyarakat Terhadap Kelembagaan HTR

Kelembagaan yang ada di masyarakat dalam pengurusan ijin HTR ini adalah KTH dan koperasi. Terdapat 5 lima KTH dan 1 satu koperasi yang didirikan untuk mempermudah pengurusan ijin HTR. Persepsi masyarakat terhadap kelembagaan KTH dan koperasi untuk mempermudah pengurusan HTR sangat tinggi Tabel 44. Mereka menaruh harapan yang besar terhadap KTH dan koperasi tersebut dalam mempermudah pengurusan ijin HTR mereka. Tabel 44 Sebaran tingkat perepsi responden terhadap kelembagaan HTR No. Kategori tingkat persepsi Selang Skor persepsi Jumlah orang Persentase 1 2 3 Rendah Sedang Tinggi 5 5 – 7 7 2 7 110 1,68 5,88 92,44 Jumlah 119 100,00 Tidak semua masyarakat yang terdapat di dalam Kawasan merupakan anggota KTH atau koperasi tersebut. Namun mereka tetap merasa bahwa keberadaan KTH dan koperasi penting dalam pengurusan HTR. Mereka yang tidak menjadi anggota KTH dan koperasi saat ini dalam posisi wait and see. Mereka menunggu dan mengamati proses pengajuan ijin HTR oleh KTH dan koperasi yang sedang berjalan. Apabila proses tersebut berhasil dan ijin HTR keluar meraka akan segera ikut mendirikan KTH atau koperasi di tempat mereka. Peran KTH dan koperasi sampai saat ini baru sampai pada tahap pengajuan ijin. Mereka belum berperan dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani HTR. Hal ini terjadi karena memang mereka baru dibentuk dalam rangka untuk mempermudah pengajuan ijin HTR. Untuk selanjutnya diharapkan mereka dapat lebih berperan banyak dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani HTR sehingga dapat menjadi katalisator dalam peningkatan kesejahteraan petani HTR.

5.6.11 Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Sosialisasi HTR

Kegiatan sosialisasi HTR dikawasan tersebut dilakukan sejak tahun 2008 oleh BPPHP Wilayah V Palembang sejak kawasan tersebut masuk dalam peta indikatif calon lokasi pencadangan HTR. Sosialisasi dilaksanakan hanya sekali dalam setahun dan hanya menjangkau tokoh masyarakat dan instansi terkait. Namun sejak tahun 2011 dengan adanya kegiatan fasilitasi yang dilakukan pendamping HTR kegiatan sosialisasi intens dilakukan oleh pendamping HTR dengan pendekatan lebih interpersonal. Akan tetapi terbatasnya jumlah tenaga pendamping HTR menyebabkan kegiatan sosialisasi tidak dapat menjangkau masyarakat secara optimal. Hal ini yang menyebabkan persepsi masyarakat terhadap kegiatan sosialisasi HTR rendah Tabel 45. Tabel 45 Sebaran tingkat persepsi responden terhadap kegiatan sosialisasi HTR No. Kategori tingkat persepsi Selang Skor persepsi Jumlah orang Persentase 1 2 3 Rendah Sedang Tinggi 8 9 – 12 12 85 34 71,43 28,57 0,00 Jumlah 119 100,00 Kendala utama yang dihadapi oleh instansi pemerintah baik di BPPHP Wilayah V, Dinas Kehutanan OKI ataupun aparat pemerintahan setempat dalam melaksanakan sosialisasi HTR adalah masalah anggaran. Alokasi anggaran untuk program HTR ini termasuk didalamnya kegiatan sosialisasi HTR di Dinas Kehutanan OKI baru dianggarkan pada tahun 2011 dengan jumlah yang sangat terbatas yaitu Rp75.000.000 sedangkan di BPPHP anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan HTR lebih besar yaitu Rp.960.000.000 untuk 4 wilayah di 2 Propinsi. Namun mulai tahun 2011 ini terdapat perubahan dalam pola sosialisasi yang mulai dilakukan sampai pada tingkat tapak, artinya sosialisasi dilakukan langsung kepada calon-calon petani HTR. Peran pendamping dalam sosialisasi selama ini juga sangat terbatas dikarenakan jumlah mereka yang juga terbatas 3 orang. Dengan luas areal 8.000 ha dan jumlah penduduk 2.837 KK, 3 orang pendamping ini tidak akan cukup untuk memfasilitasi mereka dalam pembangunan HTR. Selain itu latar belakang pendidikan pendamping yang bukan berasal dari bidang kehutanan menyebabkan mereka mengalami kesulitan ketika masyarakat mulai menanyakan dan meminta bimbingan teknis kepada pendamping. Faktor lain yang menghambat dalam sosialisasi ini adalah kurangnya peran LSM. Hal ini dikarenakan kepercayaan masyarakat terhadap LSM rendah yang tidak terlepas dari pengalaman masyarakat dalam berhubungan dengan LSM yang pada akhirnya hanya merugikan mereka. Oleh karena itu diperlukan adanya peran aktif LSM yang benar-benar berusaha untuk membantu masyarakat dalam membangun HTR di wilayah tersebut.

5.6.13 Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Penyuluhan dan Pendampingan HTR

Untuk menunjang kegiatan HTR maka dibutuhkan kegiatan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat berupa pendampingan. Pendampingan merupakan hak yang diperoleh setiap pemegang ijin HTR Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55Menhut-II2011 Pasal 20. Pendamping HTR bertugas memfasilitasi pengembangan organisasi pemegang izin HTR, transfer pengetahuan dan keterampilan kehutanan, perencanaan dan pelaksanaan HTR, peluang kerja dan peluang berusaha, partisipasi dan sikap dalam pelaksanaan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat Pendampingan HTR dapat bersifat teknis dan bersifat penguatan kelembagaan. Pendampingan yang bersifat teknis dilakukan oleh penyuluh kehutanan dan teknisi kehutanan lainnya sedangkan pendampingan yang bersifat penguatan kelembagaan dilakukan oleh LSM, tenaga kerja sarjana terdidik, tenaga kerja sosial, tenaga kerja sarjana kehutanan dan pertanian, organisasi peduli lingkungan kelompok pecinta alam, kader konservasi alam, penyuluh kehutanan lapangan dan organisasi lain yang dipandang perlu dilibatkan dalam pendampingan, dimana yang bersangkutan telah berpengalaman atau telah mendapatkan pelatihan pemberdayaan masyarakat.