Persepsi Masyarakat Terhadap Hak dan Kewajiban Persepsi Masyarakat Terhadap Pasar Kayu Hasil HTR
ketentuan-ketentuan pelaksanaan HTR dari perspektif masyarakat sebagai pelaku utama. Dari hasil analisis korelasi peringkat spearman diperoleh hasil
bahwa modal sosial masyarakat di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang berkorelasi positif dengan persepsi masyarakat terhadap pembangunan HTR di
daerah tersebut. Hubungan antara karakteristik individu, tingkat modal sosial masyarakat di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang dan persepsi
masyarakat terhadap pembangunan HTR di wilayah tersebut dapat dilihat dalam Tabel 53.
Tabel 53 Hubungan antara karakteristik individu, modal sosial dan persepsi responden terhadap pembangunan HTR
Karakteristik Individu
Modal Sosial Persepsi
Terhadap HTR Karakteristik Individu
- 0,683 0,230
Modal Sosial 0,683
- 0,233
Persepsi terhadap HTR
0,230 0,233
- Keterangan
Korelasi nyata pada taraf 0.01 Korelasi nyata pada taraf 0.05
Korelasi posistif tersebut berarti bahwa semakin tinggi karakteristik individu masyarakat maka akan semakin tinggi pula modal sosial dan persepsi
masyarakat terhadap pembangunan HTR di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang. Semakin tinggi modal sosial yang dimiliki masyarakat maka akan
semakin tinggi pula persepsi masyarakat terhadap pembangunan HTR. Hal ini sesuai dengan pendapat Putnam 1993 yang menyebutkan bahwa modal sosial
sangat berkaitan dengan masyarakat sipil civil society sehingga modal sosial
yang tinggi akan membawa dampak pada tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuknya.
Tingkat modal sosial masyarakat yang tinggi di kawasan tersebut merupakan modal yang berharga. Dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan HTR seharusnya masyarakat lebih dilibatkan untuk meningkatkan keberhasilannya. Proses pembangunan HTR yang terkesan tidak mengalami
kemajuan di daerah tersebut lebih disebabkan kurangnya pengetahuan pengambil kebijakan tentang kondisi sosial budaya masyarakat di dalam
kawasan tersebut. Hal ini dapat diketahui dari tidak adanya pengetahuan dan
informasi tentang kondisi sosial budaya masyarakat di instansi-instansi yang mengambil kebijakan dalam pembangunan HTR di wilayah tersebut.
Kebijakan kawasan hijau dan kawasan putih yang diambil dalam
melakukan verifikasi oleh BPPHP V diakibatkan tidak adanya pengetahuan tentang kondisi sosial budaya tersebut. Dengan alasan untuk menghindari konflik
di kawasan tersebut areal yang termasuk dalam kawasan putih tidak diloloskan dalam verifikasi. Padahal dalam kenyataan di lapangan konflik kepemilikan
lahan sudah tidak ada lagi. Semua lahan di kawasan tersebut sudah habis dibagi oleh masyarakat dengan batas-batas yang sudah jelas dan diakui oleh
masyarakat setempat. Sebagai akibat dari kesalahan dalam pengambilan kebijakan tersebut,
masyarakat yang tadinya mempunyai harapan dan keinginan ynag cukup besar untuk dapat berperan aktif dalam pembangunan HTR mengambil sikap
menunggu. Mayoritas mereka masih mempunyai harapan namun tidak lagi terlibat secara aktif. Untuk saat ini masyarakat yang masih terlibat secara aktif
adalah kelompok masyarakat yang secara karakteristik individu mempunyai kelebihan baik dalam hal modal manusia, modal fisik dan modal sosial.
Adanya beberapa pihak yang ingin menjadi free rider dalam pelaksanaan
pembangunan HTR juga telah menyebabkan terhambatnya program HTR tersebut. Di dalam kawasan tersebut terdapat ± 300 ha lahan yang masih kosong
bekas areal proyek PHPL kerjasama dengan JICA yang dijaga ketat oleh aparat kehutanan. Kawasan tersebut diperebutkan oleh beberapa pihak yang ingin
menjadi free rider dalam pembangunan HTR. Masyarakat sekitar yang berhak
untuk mengelola kawasan tersebut dalam skema HTR akhirnya malah terpinggirkan. Para pembonceng yang dekat dengan instansi pengambil
keputusan berhasil memaksakan kehendak dan menyebabkan usulan masyarakat untuk mengelola kawasan tersebut dalam skema pembangunan
HTR terhambat. Karena status yang belum jelas dari kawasan tersebut mengakibatkan terhambatnya seluruh proses pembangunan HTR di Kawasan
Hutan Produksi Terusan Sialang.