Metode dan Teknik Pengumpulan Data

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Sosial, Ekonomi dan Budaya Komunitas Masyarakat di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Komunitas masyarakat di dalam Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang mulai terbentuk sejak tahun 1997 sebagai akibat adanya perambahan di kawasan tersebut. Proses perambahan kawasan hutan produksi tersebut pada awalnya dilakukan oleh warga sekitar kawasan. Sekitar 36 kepala keluarga melakukan perambahan pada kawasan hutan produksi tersebut bersamaan dengan adanya kegiatan land clearing yang dilakukan oleh PT Inhutani V bekerjasama dengan PT Sama Jaya Nugraha. Jumlah perambah tersebut semakin bertambah terus dengan tidak adanya tindakan dari berbagai pihak baik pemegang konsesi maupun pemerintah hingga pada tahun 2000 kawasan tersebut telah penuh dengan masyarakat perambah. Jumlah masyarakat di kawasan tersebut sampai tahun 2009 mencapai 2.837 KK dengan jumlah penduduk 12.956 jiwa dengan latar belakang etnis didominasi oleh suku Jawa dan Bali serta sebagian kecil suku Komering, Sunda, Batak dan Padang Dishut OKI, 2009. Pada awalnya penduduk sekitar kawasan melakukan perambahan hanya sekedar untuk ikut “numpang usaha” setelah melihat adanya kegiatan penanaman yang dilakukan oleh PT Sama Jaya Nugraha. Hal ini dapat dilihat dari pola pengelolaan hasil yang mereka dapatkan dari usaha di dalam kawasan tersebut yang sebagian besar digunakan untuk membeli aset dan juga memulai usaha diluar kawasan, sedangkan di dalam kawasan mereka membuat bangunan yang bersifat darurat untuk berjaga-jaga jika mereka diusir dari kawasan tersebut. Namun dengan tidak adanya respon dan tindakan dari pihak pemegang konsesi dan pemerintah serta semakin banyaknya masyarakat yang masuk dan juga semakin beragamnya latar belakang sosial dan budaya masyarakat menjadikan hal tersebut kemudian bergeser, mereka mulai membangun pemukiman semi permanen dan bahkan beberapa diantaranya sudah mulai membangun bangunan permanen. Keyakinan mereka untuk bermukim secara permanen semakin kuat ketika pada tahun 2008 mereka mendapatkan janji dari bupati di daerah tersebut bahwa akan ada penyelesaian masalah kawasan tersebut dan juga diperbolehkan untuk ikut dalam pemilukada yang diadakan pada waktu itu. Mata pencaharian utama dari masyarakat dikawasan tersebut adalah petani baik petani padi maupun petani karet. Mereka menggarap lahan kawasan yang mereka kuasai yang didapatkan dari “membeli” lahan tersebut dari koordinator perambah. Karena adanya proses jual beli tersebut pada akhirnya ada beberapa perambah yang memiliki lahan sangat luas. Selain bertani, aktivitas masyarakat yang lain untuk mencari nafkah adalah berdagang, menjadi buruh tani, dan wiraswasta. Akses ke kawasan tersebut sangat mudah karena berada di tepi jalan trans nasional Lintas Timur Sumatera. Jarak terjauh kawasan tersebut dengan kota kecamatan sekitar 18 km sedangkan jarak terdekat cuma 1 km. Untuk mencapai bagian terdalam kawasan tersebut tidak terlalu sulit karena hampir semua jalan yang ada di dalam kawasan tersebut sudah diperkeras oleh masyarakat sehingga dapat dilewati dengan kendaraan roda empat. Jalan tersebut bekas jalan hutan yang dibuat oleh PT Inhutani V sewaktu melakukan pembukaan wilayah hutan. Selain itu pemeliharaan jalan juga secara swadaya rutin dilakukan oleh masyarakat setempat. Beberapa jembatan permanen juga sudah secara swadaya dibangun oleh masyarakat. Kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab pesatnya perkembangan ekonomi masyarakat di dalam kawasan tersebut dan juga naiknya “harga jual” tanah di daerah tersebut yang mencapai 100 juta rupiah per hektar bila sudah ditanami dengan tanaman karet. Fasilitas kantor pos, sarana kesehatan, sarana ekonomi pasar dan lembaga perkreditan berada di luar komunitas walaupun letaknya tidak terlalu jauh ± 1 km. Kendati demikian akses mereka terhadap pelayanan di bidang tersebut sangat mudah. Hal disebabkan perkembangan perekonomian di dalam kawasan yang sangat pesat menyebabkan penyedia pelayanan kesehatan, ekonomi, komunikasi dan yang lainnya melakukan ekspansi pemasaran kedalam kawasan tersebut jemput bola. Lembaga pendidikan yang terdapat didalam kawasan tersebut adalah Sekolah Dasar sebanyak 4 unit dan Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 3 unit. Sarana pendidikan non formal yaitu pondok pesantren 2 unit dan TPA 2 unit. Untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi masyarakat harus keluar dari kawasan dengan jarak ± 2 km Desa Muara Burnai II dan Desa Lubuk