pihak yang terkait dengan proses pencadangan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Pemerintah dalam Dephut 2011 telah memberikan beberapa ketentuan terkait dengan ijin IUPHHK-HTR diantaranya:
1. Luasan ijin IUPHHK-HTR untuk perorangan maksimal 15 ha dan untuk koperasi maksimal 700 ha.
2. Ijin IUPHHK-HTR berlaku selama 60 tahun dan dapat diperpanjang selama 35 tahun.
3. Ijin IUPHHK-HTR tidak dapat diperjual belikan, dipindahtangankan tanpa izin dan diwariskan namun apabila pemegang ijin perorangan meninggal
maka salah satu ahli warisnya diutamakan untuk menjadi pemegang ijin IUPHHK-HTR untuk melanjutkan pembangunan HTR.
Gambar 3 Bagan alir proses pencadangan HTR Dephut 2011 Proses perijinan HTR mengikuti mekanisme sebagai berikut :
1. Pemohon IUPHHK-HTR dari perorangan mengajukan ijin kepada bupatiwalikota melalui kepala desa, sedangkan permohonan dari koperasi
diajukan kepada Bupati dengan tembusan kepada kepala desa
Peta arahan indikatif dari
Baplan A.n Menteri
Tembusan : -Dirjen BPK
-Sekjen Dephut -Gubernur
-Kadishut Provinsi -BPKH
Menteri Bupati
‐Dirjen BPK -Baplan
Usulan pencadangan HTR
Kadishut Kabupaten
Menyiapkan pertimbangan teknis kawasan, areal
tumpang tindih perizinan, tanaman reboisasi dan
rehabilitasi dan program daerah
Peta usulan 1:50.000
SK Pencadangan
Tembusan
Tembusan
2. Berdasarkan permohonan dari perorangan dan tembusan permohonan dari koperasi, kepala desa melakukan verifikasi atas keabsahan persyaratan
permohonan 3. Kepala desa menyampaikan rekomendasi hasil verifikasi tersebut kepada
BupatiWalikota sekaligus menyampaikan berkas permohonan untuk pemohon perorangan. Tembusan rekomendasi Kepala Desa disampikan
kepada Camat dan BPPHP dilampiri foto kopi berkas permohonan. 4. Berdasarkan rekomendasi dari Kepala Desa, Kepala BPPHP berkoordinasi
dengan Kepala BPKH melakukan verifikasi atas persyaratan administrasi dan sketsapeta areal yang dimohon dan hasilnya disampaikan kepada
BupatiWalikota sebagai pertimbangan teknis. 5. Berdasarkan rekomendasi dari kepala desa dan pertimbangan teknis Kepala
BPPHP, kepala dinas kabupatenkota yang membidangi kehutanan melakukan penilaian atas permohonan IUPHHK-HTR.
6. Hasil penilaian atas permohonan IUPHHK-HTR disampaikan Kepala Dinas KabupatenKota kepada BupatiWalikota.
7. Dalam hal BupatiWalikota menyetujui permohonan IUPHHK-HTR, Kepala Dinas menyiapkan konsep keputusan dan peta kerja IUPHHK-HTR.
8. BupatiWalikota menerbitkan keputusan IUPHHK-HTR kepada perorangan atau koperasi.
2.3.3 Jenis Tanaman dan Tahapan Kegiatan Pembangunan HTR
Jenis tanaman yang dapat dikembangkan dalam pembangunan HTR ini terdiri dari tanaman pokok dan tanaman tumpang sari. Tanaman pokok adalah
tanaman berkayu yang dapat sejenis atau berbagai jenis yang terdiri dari kelompok jenis meranti, jenis keruing non dipterocarpaceae, kelompok kayu serat
dan Kelompok Multi Purpose Tree SpeciesMPTS. Sedangkan tanaman tumpang sari adalah tanaman pangan setahunmusiman yang ditanam untuk memperoleh
hasil tambahan selama masa menunggu waktu penebangan tanaman pokok antara lain jagung, padi, palawija dan lain-lain Ditjen BPK 2008.
Budidaya HTR dikembangkan sesuai dengan kondisi tapak, sosial ekonomi dan budaya setempat. Dalam pembangunan HTR, tanaman pokok
dapat sejenis maupun tidak sejenis. Apabila tanaman pokok tidak sejenis maka komposisinya adalah tanaman hutan berkayu dan tanaman budidaya tahunan
misalnya karet, tanaman buah, tanaman penghasil pangan dan energi dengan
luas maksimal tanaman budidaya tahunan 40. Dalam hal di dalam areal HTR tersebut telah terdapat tanaman campuran atau tanaman monokultur sawit
yang telah ada, pemegang izin wajib mengembangkan tanaman kehutanan yang bercampur dengan tanaman yang sudah ada. Apabila terdapat tanaman sawit
di atas areal HTR dan berumur rata-rata diatas 3 tiga tahun, pemegang izin diberikan kesempatan mengembangkan tanaman sawit tersebut sampai umur 20
dua puluh tahun, dengan kewajiban menanam tanaman kehutanan sebagai batas petak dan blok. Untuk tanaman sawit berumur rata-rata diatas 10 sepuluh
tahun maka areal HTR tersebut wajib ditanami tanaman kehutanan sebagai tanaman sela menyebar dengan jumlah 400 pohon per hektar danatau dengan
jarak 5 lima x 5 lima meter. Apabila tanaman sawit berumur rata-rata 20 tahun atau lebih, tanaman sawit harus ditebang dan diganti tanaman hutan dan
tanaman selatumpangsari. Ditjen BPK 2007 menyebutkan tahapan-tahapan dalam pembangunan
HTR yang terdiri dari: 1. Perencanaanpenyiapan lahan yang terdiri dari kegiatan penataan areal,
pembukaan wilayah hutan dan pembersihan lahan 2. Penyiapan bibit yang terdiri dari kegiatan pengadaan benih dan
pengadaan bibit. 3. Penanaman yang terdiri dari kegiatan persiapan lapangan, pengangkutan
bibit dan pelaksanaan penanaman 4. Pemeliharaan tanaman yang terdiri dari kegiatan pemupukan,
penyulaman, pendangiran, penyianganpengendalian gulma, pemangkasan cabang dan penjarangan.
5. Pemanenan hasil hutan yang terdiri dari kegiatan inventarisasi tegakan, penebangan dan pengangkutan kayu
6. Perlindungan dan pengamanan hutan yang terdiri dari kegiatan pengendalian hama penyakit, pengendalian kebakaran dan pengamanan
hutan. Tahapan kegiatan pembangunan HTR tersebut dan tata waktu
pelaksanaannya dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4 Tahapan dan tata waktu kegiatan HTR No Tahapan Kegiatan
Waktu Pelaksanaan 1 Perencanaanpenyiapan
lahan a. penataan
areal b.
pembukaan wilayah hutan c. pembersihan
lahan Ep-2
Ep-2 Ep-11
2 Penyiapan bibit
a. pengadaan benih
b. pengadaan bibit
Ep-12 s.d 1 Ep- 14 sd 23
3 Penanaman a. persiapan
lapangan b. pengangkutan
bibit c. pelaksanaan
penanaman Ep
Ep Ep
4 Pemeliharaan Tanaman
a. pemupukan b. penyulaman
c. pendangiran d. penyianganpengendalian
gulma e. pemangkasan
cabang f. penjarangan
EP + ¼ dan EP + ½ EP +1 s.d 2
Ep + 1 s.d 2 Ep + 1 sd 4
Ep + Pm Ep + Pm
5 Pemanenan Hasil Hutan
a. Inventarisasi tegakan
b. Penebangan c. Pengangkutan
kayu Ep + Pm
Ep + Pm Ep + Pm
6 Perlindungan dan pengamanan hutan
a. Pengendalian hama dan penyakit b. Pengendalian
kebakaran c. Pengamanan
hutan Ep + terus menerus
Ep + terus menerus Ep + terus menerus
Keterangan: Ep adalah waktu penanaman pada permulaan musim hujan
Pm adalah waktu pemanenan Sumber Ditjen BPK 2007
2.3.4 Hambatan-Hambatan Pembangunan HTR
Kementerian kehutanan sudah menetapkan target alokasi lahan untuk pembangunan IUPHHK-HTR sampai dengan tahun 2010 sebesar 5,4 juta hektar
dengan melibatkan 360.000 kepala keluarga Emilia Suwito 2007. Namun realisasi pencadangan lahan IUPHHK-HTR sampai dengan Bulan Juli 2009 baru
mencapai 310.542,73 hektar atau 5,75 dari target sampai dengan tahun 2010, sedangkan perizinan IUPHHK-HTR yang sudah dikeluarkan baru 8 izin pada 8
kabupatenkota yang tersebar pada 5 Provinsi dengan luas total ijin 155.305,95 ha atau sekitar 4,9 dari total areal pencadangan IUPHHK-HTR Ditjen BPK
2009.
Realisasi pembangunan HTR yang sangat kecil menunjukkan adanya beberapa permasalahan dalam pembangunan HTR. Van Noordwijk et al. 2007
mengidentifikasi beberapa hambatan dalam pembangunan HTR di Indonesia diantaranya: 1 status dan kepemilikan lahan HTR, 2 akses kepada modal
produksi, 3 permasalahan dalam penguasaan teknologi produksi dan menghasilkan produk-produk kehutanan yang dibutuhkan pasar, 4 pengaturan
pasar hasil hutan yang terlalu ketat, 5 kurangnya penghargaan terhadap jasa lingkungan yang dihasilkan oleh petani HTR, dan 6 lemahnya institusi HTR
serta kurangnya dukungan dari institusi formal. Lebih lanjut Noordwijk et al. 2007 menambahkan bahwa untuk
meningkatkan keberhasilan program HTR ini diperlukan beberapa langkah strategis diantaranya: 1 Kejelasan dalam pembuatan kontrak dengan petani
lokal untuk menjamin status dan kepemilikan lahan, 2 Pemberian insentif yang lebih luas terhadap petani HTR dengan memberikan kebebasan dalam memilih
jenis tanaman, teknologi dan pemasaran serta pendampingan oleh tenaga teknis yang memadai, 3 Deregulasi dalam pemasaran hasil hutan dan pengangkutan
hasil hutan, dan 4 meningkatkan kerjasama antar sektor kehutanan, pertanian, industri dan perdagangan serta pemerintahan lokal untuk mendukung program
HTR. Sedangkan Hakim 2009 memandang permasalahan dalam
pembangunan HTR terbagi dalam lima aspek yaitu aspek teknologi, aspek ketersediaan lahan, aspek jaminan pasarindustri pengguna hasil HTR, aspek
kelembagaan dan aspek pembiayaan HTR. Untuk menghadapi berbagai aspek permasalah dalam pembangunan HTR maka dalam melaksanakan
Pembangunan HTR harus didasarkan kepada pengalaman keberhasilan di bidang teknologi, manajemen dan kelembagaan yang sudah tumbuh di
masyarakat dalam mengelola lahan kawasan hutan. Oleh sebab itu disarankan agar seluruh jajaran pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan, Dinas
Kehutanan Provinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten berjalan secara sinergis dan bersama-sama memanfaatkan kelembagaan pengelolaan hutan tanaman
yang melibatkan masyarakat yang sudah tumbuh di lapangan dengan memperkuat kapasitas dan kualitas manajemen yang lebih profesional.
III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lokasi pencadangan pembangunan HTR di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang yang secara administratif terletak di
Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten Ogan Komering Ilir OKI Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan bahwa kawasan tersebut dicadangkan menjadi areal pembangunan HTR sejak tahun 2009 namun sampai sekarang baru terdapat 1
ijin HTR sehingga diperkirakan terdapat permasalahan yang menghambat pembangunan HTR di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang tersebut.
Selain itu di areal tersebut terdapat permasalahan perambahan yang sudah terjadi sejak tahun 1997 sampai sekarang dan belum mendapatkan solusi yang
memadai. Penelitian lapangan dilakukan selama 3 bulan yaitu bulan Maret sampai Mei 2012.
3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk dalam kelompok penelitian deskriptif yang menurut Nazir 2009 digunakan dalam meneliti status sekelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk
memperoleh deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diteliti. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yaitu metode
penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan data Irawan 2007. Metode survey ini digunakan untuk
memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan- keterangan secara aktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari
suatu kelompok ataupun suatu daerah. Selain itu metode juga dapat digunakan untuk mengenal secara mendalam, mengevaluasi dan perbandingan dalam
mengatasi permasalan yang dihadapi Nazir 2009.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik yaitu.
1. Pengamatan secara langsung melalui observasi lapangan dan partisipatif 2.
Interview atau wawancara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur dan kuisioner yang telah disusun
3. Focus group discussion FGD yang digunakan untuk mengidentifikasi akar
permasalahan, mencari alternatif-alternatif strategi pemecahan masalah dan merumuskan strategi pemecahan masalah yang efektif dan efisien
4. Pencatatan data sekunder dari dokumentasi data pada instansi yang terkait
dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
3.3 Jenis Data dan Instrumen Penelitian
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek
penelitian yang dikumpulkan melalui observasi secara langsung di lapangan, kuisioner dan melalui wawancara mendalam terhadap pihak-pihak yang terlibat
dalam pembangunan HTR. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari: 1. Kondisikarakteristik sosial ekonomi masyarakatkomunitas
2. Karakteristik individu
3. Persepsi masyarakat terhadap pembangunan HTR 4. Unsur modal sosial masyarakat yang diadopsi dari konsep unsur modal
sosial Uphoof 2000 dan Hasbullah 2006. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari institusi atau lembaga
tertentu. Data sekunder ini diperoleh melalui studi literatur dan studi data-data dari hasil-hasil penelitian dan instansi terkait, lembaga informal dan sebagainya.
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Kondisi umum lokasi penelitian
2. Dukungan infrastruktur dalam pembangunan HTR 3. Kebijakan dan dukungan program pembangunan hutan tanaman rakyat.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner modifikasi Social Capital Asessment Tool atau SCAT Krishna dan Shrader 1999
dengan Measuring Social Capital an Integrated Questionnaire atau SC-IQ Grootaert et al. 2004, kuisioner untuk mengidentifikasi persepsi masyarakat
terhadap pembangunan HTR serta pedoman wawancara untuk analisis SWOT
dan QSPM. SCAT menilai unsur modal sosial melaui penelitian pada tiga komponen yaitu komunitas, rumah tangga dan organisasi.
SCAT Menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif untuk melakukan pengukuran dimensi modal sosial yang kompleks. Unit analisa SCAT adalah
rumah tangga dan komunitas, serta variabel yang berhubungan dengan modal sosial yang mungkin diciptakan dan diakses individu, rumah tangga dan institusi
lokal. SCAT mengukur modal sosial pada tiga level yang menghasilkan profil komunitas, profil rumah tangga dan profil organisasi karena SCAT tidak
mengukur modal sosial pada level makro nasional tapi pada level mikro komunitas.
a. Profil Komunitas
Profil komunitas ditentukan dengan melakukan FGD yang diadakan dalam komunitas selama awal masa penelitian, studi pustaka, observasi lapangan
dan metode partisipatory. Profil komunitas yang digali dalam penelitian ini yaitu kondisi karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya komunitas, modal
sosial komunitas, data lapangan identitas aset komunitas, aksi kolektif dan kesetiakawanan, pengambilan keputusan dalam komunitas, organisasi
dalam komunitas, hubungan organisasi dengan komunitas, jaringan kelembagaan dan kepadatan organisasi dan permasalahan dalam
komunitas. b. Survey Rumah Tangga
Survey rumah tangga dimaksudkan untuk memformulasikan indikator yang bersifat kognitif dan struktural dari dimensi modal sosial sehingga mampu
mengukur potensi rumah tangga, stok pada tingkat individu dan serta akses pada modal sosial. Untuk survey rumah tangga ini data dikumpulkan dari
responden yang jumlahnya ditentukan dengan rumus slovin dengan metode wawancara, observasi lapangan dan partisipatif. Data yang diambil adalah
data karakteristik individu dan tingkatan unsur modal sosial yang diukur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang dimodifikasi dari SCAT dan
SC-IQ. C. Profil Organisasi
Profil organisasi menggambarkan hubungan dan jaringan yang ada diantara institusi lokal formal maupun informal serta untuk mengukur karakteristik
internal organisasi yang mungkin mendukung atau menghalangi pembentukan modal sosial. Profil organisasi ini di tentukan dengan