17
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia dapat mempengaruhi produksi tomat. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petani yang berusahatani
tomat secara organik memperoleh pendapatan atas biaya tunai pada luasan lahan 0,18 ha sebesar Rp. 6.280.275,85 sedangkan pada luasan lahan 1 ha pendapatan
atas biaya tunai sebesar Rp. 34.890.421,39. Pendapatan atas biaya total yang diperoleh pada luasan lahan 0,18 ha untuk tomat organik sebesar Rp. 5.728.221,46
sedangkan pendapatan total pada luas lahan 1 ha sebesar Rp. 31.823.452,55. Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh dari tomat anorganik untuk lahan 0,15
dan 1 ha masing-masing adalah Rp. 4.083.678,56 dan Rp. 27.224.490,96 sedangkan pendapatan atas biaya total yang diperoleh pada lahan 0,5 dan 1 ha
masing-masing adalah Rp. 3.579.549,60 dan Rp. 23.863.631,23. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa terdapat
persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis tentang pendapatan yang
dihasilkan oleh petani, baik pada komoditas cabai ataupun komoditas lainnya seperti tomat dan wortel. Ada juga yang bertujuan melihat pendapatan usahatani
dari organik dan organik sedangkan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat pendapatan usahatani kemitraan dan non-kemitran. Untuk perbedaanya yaitu
lokasi penelitian yang berbeda, komoditi yang berbeda dan responden petani yang digunakan juga berbeda, sehingga hasil yang diharapkan juga berbeda
dengan penelitian lainnya.
2.5.2. Penelitian Kemitraan
Penelitian tentang kemitraan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Achmad 2008 meneliti tentang manfaat kemitraan agribisnis bagi
petani kasus: kemitraan PT Pupuk Kujang dengan kelompok tani Sri Mandiri yang berlokasi di Desa Majalaya, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang,
Provinsi Jawa Barat. PT Pupuk Kujang melakukan kemitraan dengan petani khususnya yang dekat dengan lokasi PT Pupuk Kujang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola kemitraan yang dilakukan perusahaan dengan petani yaitu kemitraan saham. Hasil analisis kuantitatif menggunakan regresi berganda
dengan bantuan sofware SPSS 13, menunjukkan bahwa variabel-variabel yang
18
sangat kuat mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra yaitu luas lahan, jarak tempuh rumah ke lahan, sumber informasi yang digunakan, ketersediaan
modal kredit, dan proses manajemen kemitraan. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan
yang lebih tinggi, harga produk yang lebih baik dan meningkatkan teknologi pertanian pangan melalui penggunaan pupuk yang merupakan produk
perusahaan mitra. Manfaat sosial yang diperoleh petani yaitu keberlanjutan kerjasama antara perusahaan dengan petani, dan juga pola kemitraan yang
dilaksanakan berhubungan dengan kelestarian lingkungan. Penelitian mengenai kemitraan yang dilakukan oleh Purnaningsih dan
Sugihen 2008 dengan judul “Manfaat Keterlibatan Petani Dalam Pola Kemitraan
Agribisnis Sayuran Di Jawa Barat” menyimpulkan bahwa keterlibatan petani dalam pola kemitraan terbukti merupakan salah satu peubah yang berpengaruh
terhadap penggunaan teknologi yang lebih baik yang berpengaruh terhadap pendapatan petani dengan memberi manfaat baik secara teknis maupun secara
ekonomi. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari keterlibatannya dalam pola
kemitraaan selain pendapatan yang lebih tinggi, adalah harga yang lebih pasti, produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih
tinggi, dan resiko usaha ditanggung bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah penggunaan teknologi yang lebih baik dalam
rangka mencapai mutu produk yang lebih baik sesuai harapan konsumen. Manfaat sosial yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah ada
kesinambungan kerjasama antara petani dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola kemitraan mempunyai kontribusi terhadap
kelestarian lingkungan. Keterlibatan petani dalam pola kemitraan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani, di mana pendapatan yang diperoleh dari
usahatani kemitraan memberi sumbangan yang sangat signifikan terhadap pengeluaran total.
Saptana et al 2009 yang meneliti mengenai “ Strategi Kemitraan Usaha
Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Cabai Merah Di Jawa Tengah” menyimpulkan bahwa salah satu prinsip dasar dari sebuah kemitraan adalah
19
Keterbukaan tranparancy diantara pihak-pihak yang bermitra. Keterbukaan tersebut iterutama dalam hal pembagian hak dan kewajiban, penetapan kontrak
atau penetapan harga, dan penegakkan kontrak berdasarkan prisisp kesetaraan. Selain itu kemampuan dalam menembus dan memperluas jaringan pasar oleh
perusahaan mitra dan kemampuan pendalaman industry pengolahan melalui pengembangan produk juga dapat menjadi manfaat dari sebuah pola kemitraan.
Menurut penenlitian Nurdiniyawati 1997 disimpulkan bahwa jalinan hubungan kemitraan membawa banyak manfaat antara lain adanya jaminan pasar,
jaminan keberlanjutan, jaminan harga dan keuntungan. Hal tersebut juga tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Marliana 2008 yang meneliti
tentang “Analisis Manfaat Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce
Di PT Saung Mirwan”. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa petani yang bermitra akan
mendapatkan banyak manfaat diantaranya adalah Manfaat yang dirasakan petani diantaranya yaitu kemudahan dalam pemasaran, harga lebih baik, keuntungan
lebih tinggi, bantuan budidaya, serta memiliki ikatan kuat atau jalinan kekeluargaan dengan petani. Manfaat teknis lainnya dengan menjadi mitra yaitu
adanya penyediaan bibit, sehingga petani mitra tidak perlu melakukan pembibitan sendiri.pendapatan usahatani yang lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak
bermitra. Hal itu berdasarkan analisis pendapatan usahatani lettuce yang dilihat dari pendapatan tunai dan non tunai serta RC rasio.
Berdasarkan beberapa contoh penelitian terdahulu diatas terlihat bahwa salah satu manfaat dari kemitraan adalah adanya jaminan harga dan pasar
sehingga mampu menjamin penerimaan petani. Oleh karena itu, pendapatan petani tidak akan berfluktuasi akibat harga yang didapat oleh petani bermitra telah tetap.
Jaminan keberlanjutan bagi petani juga menjadi sebuah kepastian bagi petani yang bermitra sedangkan yang tidak bermitra sewaktu-waktu bisa tidak mendapat
jaminan keberlanjutan.
20
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis