Latar Belakang Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura 2008 1 komoditi unggulan pada tanaman sayuran selain bawang merah adalah cabai. Di Indonesia secara umum masyarakat mengenal dua jenis cabai yakni cabai besar dan cabai kecil rawit. Cabai rawit merupakan salah satu jenis cabai yang banyak dikonsumsi sebagai bahan bumbu masakan sehari-hari. Beragamnya jenis masakan nusantara yang menggunakan cabai rawit sebagai bahan baku membuat kebutuhan akan cabai rawit pada masyarakat Indonesia semakin besar. Cabai rawit dipercaya dapat meningkatkan selera makan bagi sebagian orang Setiadi, 2005. Di Indonesia terjadi peningkatan konsumsi cabai rawit dari tahun 2004 hingga 2010. Besar konsumsi cabai rawit pada tahun 2004 yang mencapai 1,147 kgkapita dan mengalami peningkatan menjadi 1,298 kgkapita pada tahun 2010 dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya mencapai 2,49 persen 2 . Namun, tingkat konsumsi cabai rawit dari tahun ke tahunnya cenderung mengalami fluktuasi. Peningkatan konsumsi cabai rawit diprediksi masih akan terjadi pada tahun 2011. Besar peningkatan tersebut diperkirakan mencapai 1,307 kgkapita atau naik 0,66 persen dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2012 juga diperkirakan konsumsi cabai rawit akan kembali meningkat sebesar 0,66 persen dari besar konsumsi 2011 Lampiran 1. Pemenuhan kebutuhan konsumsi cabai rawit nasional yang semakin meningkat dapat ditunjang oleh peningkatan produksi cabai rawit. Kemampuan produksi cabai rawit dipengaruhi oleh perkembangan luas lahan dan tingkat produktivitas cabai rawit pada daerah tertentu. Provinsi Jawa Barat merupakan 1 http:hortikultura.go.iddownload6_Pilar.pdf [diakses tanggal 22 Januari 2012] 2 BPS. 2012 . Perkembangan Konsumsi Cabai Rawit Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2004- 2012 2 provinsi dengan tingkat produktivitas cabai rawit tertinggi se-Indonesia 3 . Namun, produktivitas cabai rawit Jawa Barat mengalami fluktuasi dari tahun ke tahunnya Tabel 1. Tabel 1 . Luas Panen, Produktivitas Dan Produksi Cabai Rawit Jawa Barat, 2006- 2010 Tahun Luas Panen ha Produktivitas tonha Produksi ton 2006 6,66 11,00 73,30 2007 6,62 12,04 79,71 2008 6,77 10,82 73,26 2009 7,11 14,96 106,30 2010 8,47 9,32 78,90 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2011 Diolah Kegiatan usahatani cabai rawit pada umumnya memiliki risiko yang sering dihadapi oleh petani. Permasalahankendala utama antara lain risiko gagal panen, tidak adanya kepastian jual, harga yang berfluktuasi, kemungkinan rendahnya margin usaha, dan lemahnya akses pasar. Musim penghujan merupakan salah satu faktor pada budidaya yang menyebabkan penurunan jumlah produksi cabai rawit. Air hujan yang sangat lebat dapat menyebabkan bunga sebagai bakal buah menjadi berguguran Harpenas dan Dermawan 2011. Pada musim penghujan tanaman cabai rawit lebih rentan terhadap penyakit seperti layu fusarium dan layu bakteri pseudomonas sedangkan pada musim kemarau tanaman cabai rawit rentan terhadap serangan hama. Serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi sehingga berisiko pula menurunkan besar penerimaan yang diperoleh petani. Salah satu upaya mencegah serangan hama dan penyakit adalah menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida dapat meningkatkan biaya usahatani cabe rawit terutama pada penggunaan fungisida dan bakterisida guna menanggulangi layu fusarium dan bakteri pseudomonas. 4 Cabai rawit memiliki sifat perishable atau mudah rusak terutama kerusakan terjadi pada saat 3 Deptan. 2010. Produktivitas Cabai Rawit http:www.deptan.go.id [diakses pada 2 Februari 2012] 4 Forum Kerjasama Agribisnis. 2008. Budidaya Cabai Rawit Pada Musim Penghujan http:foragri.blogsome.com [diakses pada 17 September 2012] 3 pengemasan dan pengangkutan. Risiko-risiko tersebut akan secara langsung mempengaruhi jumlah pendapatan petani. Terdapat dua jenis cabai rawit yang banyak di konsumsi masyarakat yaitu cabai rawit hijau yang termasuk ke dalam spesies C.annum dan cabai rawit merah yang termasuk spesies C. frutescens. Cabai rawit merah memiliki rasa lebih pedas dibandingkan dengan jenis cabai rawit hijau sehingga lebih digemari masyarakat Setiadi 1999. Tingginya tingkat konsumsi cabai rawit khususnya cabai rawit merah menunjukkan tersedianya peluang pasar bagi produsen cabai rawit merah Lampiran 2. Cabai rawit merah memiliki harga yang sangat fluktuasi bila dibandingkan dengan jenis cabai lainnya termasuk cabai rawit hijau. Banyaknya jumlah pasokan over supply cabai rawit merah di pasar menyebabkan rendahnya harga jual cabai rawit di pasaran. Harga cabai rawit merah akan meningkat signifikan ketika pasokan cabai rawiit merah di pasar tidak dapat memenuhi permintaan konsumen 5 . Berdasarkan data dari Pasar Induk Kramat Jati sebagai Pasar Acuan Nasional dapat diketahui bahwa harga rata-rata cabai rawit merah tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 yang mencapai Rp 75.964kg. Akan tetapi, harga terendah cabai rawit merah hingga mencapai Rp 8.957kg pada delapan bulan kemudian. Ketidakpastian harga yang didapat oleh petani dapat menyebabkan banyak petani mengalami kesulitan dalam menjaga kesinambungan produksinya akibat kekurangan modal Lampiran 5. Dibutuhkan sebuah sistem pemasaran yang dapat memberikan jaminan harga tetap kepada petani, salah satunya adalah melalui kemitraan. Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra penghasil cabai rawit merah terbesar di Propinsi Jawa Barat. Luas areal tanam cabai rawit Kabupaten Garut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat. Potensi luas lahan sebesar 1.314 hektar pada tahun 2005 yang mengalami peningkatan menjadi 1.463 hektar pada tahun 2009 berbanding terbalik dengan salah satu penghasil cabai rawit di Jawa Barat yaitu Kabupaten Cianjur. Luas areal Kabupaten Cianjur mengalami penurunan menjadi 921 hektar pada tahun 2009 5 Redaksi Agromedia. 2011. Petunjuk Praktis Bertanam Cabai. Jakarta : PT Agromedia Pustaka 4 yang semula memiliki luas arela tanam sebesar 1.061 hektar pada tahun 2005 serta belum menjalin kemitraan Lampiran 6. Desa Cigedug Kecamatan Cigedug adalah salah satu daerah yang membudidayakan cabai rawit merah di Kabupaten Garut dan telah menjalankan kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur. Petani mitra adalah petani cabai rawit merah yang menjalin kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur karena lebih memilih untuk tidak mengambil risiko dalam menjalankan usahatani cabai rawit merah dengan harga jual yang berfluktuasi di pasar. Beberapa manfaat yang ditawarkan oleh PT indofood Fritolay Makmur dalam menjalin proses kemitraan antara lain adalah harga jual yang tetap, pasar yang tetap serta sarana berupa bantuan pinjaman modal dalam bentuk benih serta adanya pembinaan selama menjalankan usahatani cabai rawit merah. Sedangkan petani nonmitra adalah petani cabai rawit merah yang lebih memilih untuk mengambil risiko untuk menjalankan usahatani cabai rawit merah dengan tetap berharap pada peningkatan drastis harga cabai rawit merah di pasar pada waktu yang belum dapat ditentukan. Petani yang menjalankan kemitraan bersama PT Indofood Fritolay Makmur tergabung kedalam Gabungan Kelompok Tani Cabai Garut Intan Gapoktan Cagarit yang berfungsi sebagai salah satu unit usaha pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug. Gapoktan Cagarit juga berperan sebagai vendor bagi PT. Indofood Fritolay Makmur yaitu merupakan sebuah lembaga dalam rantai pemasaran yang berfungsi mengumpulkan hasil produksi dari petani Desa Cigedug, menyortir dan melakukan pengiriman, serta membuat kesepakatan harga dengan PT. Indofood Fritolay Makmur.

1.2. Rumusan Masalah