41
cabai rawit merah dianggap sebagai usahatani yang kurang menguntungkan sebelum terjadinya ledakan harga di pasar. Kemitraan bukan merupakan alasan
para petani membudidayakan cabai rawit merah.
Tabel 5. Sebaran Petani responden berdasarkan pengalaman usahatani cabai
rawit merah di desa cigedug tahun 2012 Lama Berusahatani tahun
Jumlah jiwa Persentase
kurang dari 3 9
37,50 3 hingga 5
14 58,33
lebih dari 5 1
4,17 Total
24 100,00
5.3.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden
Inovasi dan teknologi baru yang berkembang dalam usahatani dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal dalam memperoleh dan
mengaplikasikannya. Baik dari sisi produksi, pemasaran, pengolahan, maupun keuangan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki
pendidikan yang beragam mulai dari jenjang SD, SMP SMA dan sarjana. Sebaran tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Namun, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap
kegiatan usahatani. Pengetahuan usahatani yang petani miliki berasal dari pengalaman bertani dan pengetahuan turun-temurun.
Menurut Soeharjo dan Patong 1973, tingkat pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur
yang muda menyebabkan petani lebih dinamis dalam mengadopsi inovasi baru. Salah satu petani responden yang memiliki pendidikan setingkat sarjana terlihat
lebih matang dalam melakukan perencanaan usahataninya. Hal tersebut dapat dilihat adanya sebuah perencanaan secara tertulis baik dalam mempersiapkan
faktor input maupun dalam hal pemasaran.
42
Tabel 6. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa
Cigedug tahun 2012 Tingkat Pendidikan
Jumlah jiwa Persentase
SD 9
37,50 SMP
6 25,00
SMA 8
33,33 Sarjana
1 4,17
Total 24
100,00
5.3.3. Luas dan Status Pengelolaan Lahan
Rata-rata petani responden memiliki dan menggarap lahan cabai rawitnya sendiri. Beberapa petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 ha memberikan
kepercayaan kepada orang lain untuk menggarap lahannya. Petani tersebut hanya mengawasi dan mengambil keputusan terhadap kegiatan usahatani pada lahannya.
Besar luas lahan yang dikelola untuk lahan cabai rawit merah sangat beragam. Namun, sebanyak 25 dari petani responden menjalankan usahatani
cabai rawit merah pada lahan yang relatif kecil yaitu kurang dari 0,2 ha. Besar luas lahan petani responden dalam menjalankan usahatani cabai rawit merah dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 . Perbandingan Luas Lahan Petani Responden
25.00
37.50 16.67
20.83
Persentase Luas Lahan
. 2.001
– 5.000 5.001 - 10.000
.
43
Sebagian besar petani di Desa Cigedug baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra memiliki lahan sendiri untuk menjalankan kegiatan usahatani cabai
rawit merah. Namun ada sebagian kecil petani yang menyewa lahan untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Petani yang tidak memiliki lahan sehingga
harus menyewa lahan untuk menjalankan usahatani cabai rawit merah hanya sebesar 29,17 persen dari 24 orang petani responden. Tabel 7 menunjukkan
perbandingan status kepemilikan lahan antara petani yang memiliki lahan sendiri dengan petani yang meyewa lahan.
Tabel 7. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
Tahun 2012 Status Kepemilikan
Jumlah jiwa Persentase
Milik 17
70,83 Sewa
7 29,17
Total 24
100,00
Hernanto 1996 menyatakan bahwa pengaruh status kepemilikan lahan terutama lahan milik sendiri terhadap pengelolaan usahatani antara lain :
a Petani bebas mengelola lahan pertaniannya. b Petani bebas merencanakan dan menentukan jenis tanaman yang akan ditanam.
c Petani bebas menggunakan teknologi dan cara budidaya. d Petani bebas memperjualbelikan lahan yang dimilikinya.
e Dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab petani terhadap apa yang dimilikinya.
5.3.4. Jenis dan Pola Tanam Tumpang Sari