Subvariabel Frekuensi Konsumsi Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel
91 responden sebanyak 92 orang 92 persen dalam memengaruhi seseorang
mengkonsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator FREK1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Seringnya
mengkonsumsi produk kebab paling tidak 3 kali dalam satu bulan”. Pertanyaan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 dari tidak penting
hingga penting.
2 Indikator Subvariabel Frekuensi Konsumsi 2 FREK2
Konsumsi responden terhadap produk kebab cenderung rendah. Hal ini dilihat dari tingkat persetujuan responden apakah mereka mengkonsumsi kebab paling
tidak satu bulan sekali. Sebanyak 72 persen responden tidak setuju dengan pernyataan yang terdapat pada indikator FREK2 yang diwakili oleh pernyataan
dalam kuesioner yang berbunyi “Saya mengkonsumsi kebab satu bulan sekali”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 tidak
setuju hingga sangat setuju. Pernyataan pada indikator dengan kode FREK2 yaitu “Saya
mengkonsumsi kebab satu bulan sekali” sebanyak 72 responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sesuai dengan indikator pada subvariabel kebiasaan
konsumsi yang menyatakan bahwa responden jarang mengkonsumsi kebab, pernyataan pada indikator dengan kode FREK2 menyatakan tidak semua
responden mengkonsumsi kebab sekali dalam satu bulan. Frekuensi konsumsi merupakan subvariabel yang diukur melalui
indikator-indikator untuk mengetahui tingkat konsumsi konsumen dalam kurun waktu tertentu sehingga peneliti dapat melihat perbedaan konsumen dalam
92 mengkonsumsi kebab. Adam 2006, dalam disertasinya menggunakan
subvariabel frekuensi konsumsi dengan tujuan mengetahui budaya konsumen dalam mengkonsumsi sebagai penentu keinginan dan perilaku yang paling
mendasar.
Peter dan Olson 2010:278 menyatakan bahwa budaya merupakan sebuah kerangka dari mental dan makna yang dibagi bersama oleh kebanyakan orang
dalam kelompok sosial. Dalam arti luas, makna budaya termasuk perspektif secara umum, keyakinan yang khas, reaksi afektif, dan karakteristik pola dari perilaku.
Setiap masyarakat menetapkan pandangannya masing-masing dari budaya dengan menciptakan dan menggunakan makna untuk mewakili perbedaan budaya yang
penting. Perbedaan budaya menjadi faktor penting yang menjadi salah satu alasan
penggunaan variabel budaya konsumsi. Kebab sebagai makanan khas Timur Tengah memiliki perbedaan dibandingkan kebiasaan konsumsi masyarakat
Indonesia yang terbiasa mengkonsumsi nasi. Perbedaan budaya tersebut menjadikan masyarakat belum terbiasa untuk mengkonsumsi kebab sehingga
frekuensi konsumsi masyarakat terhadap produk kebab rendah. Perusahaan ingin menjadikan kebab sebagai alternatif makanan siap saji
yang memiliki fungsi sebagai camilan praktis dalam memenuhi kebutuhan konsumen terhadap rasa lapar. Banyaknya produk makanan siap saji di pasaran,
belum menjadikan kebab sebagai pillihan utama sebagai makanan siap saji yang berfungsi sebagai camilan bagi konsumen. Pembahasan sebelumnya dinyatakan
bahwa dari hasil pengisian kuesioner responden yang menyatakan kebab termasuk makanan siap saji pada pertanyaan pertama hanya sebanyak 25 orang saja 25
93 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa 75 persen responden lainnya tidak
mengingat kebab sebagai salah satu jenis makanan siap saji atau pun merek makanan siap saji.