Parameter Pencemaran Pencemaran Perairan Danau
penurunan kelarutan gas dalam air O
2
, CO
2
dan N
2,
, peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air yang selanjutnya meningkatkan
konsumsi oksigen, serta peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba Vigil 2003.
b. Padatan Tersuspensi Total Total Suspended Solid, TSS dan Padatan Terlarut Total Total Dissolved Solid, TDS
Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi diamet er 1μm
yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter 0. 45 μm. TSS terdiri atas
lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa kebadan air. Padatan terlarut total
adalah bahan-bahan terlarut diameter 10
-3
μm yang tidak tersaring dalam kertas saring dengan diameter 0.
45 μm. TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa yang ditemukan di perairan Effendi
2003. Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat
toksik, namun apabila berlebihan terutama TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan dan selanjutnya akan menghambat peneterasi cahaya matahari ke
kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis perairan. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu
angka batas maksimum TSS adalah 50 mgliter dan TDS 1 000 mgliter.
c. Kecerahan dan Kekeruhan Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi disk EPA 2001. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Menurut Nevers Whitman 2002, pembacaan
Secchi disk dapat memberikan informasi tentang kejernihan air yang berhubungan dengan parameter lainnya seperti kekeruhan dan produktivitas. Semakin tinggi
kelimpahan fitoplankton atau sedimentasi di danau, maka tingkat kecerahan juga semakin semakin. Menurut Effendi 2003 besar kecerahan suatu perairan sangat
tergantung pada warna dan kekeruhan. Semakin gelap warnanya akan semakin keruh, maka kecerahannya semakin rendah.
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut maupun plankton dan mikroorganisme
lain.
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan 1 mgliter SiO
2
. Kekeruhan diukur dengan alat turbidity meter menggunakan metode nephelometric. Pada metode ini, sumber cahaya dilewatkan pada sampel
dan intensitas cahaya dipantulkan oleh bahan-bahan. Penyebab kekeruhan diukur dengan menggunakan suspesi polimer formazing sebagai larutan standar. Satuan
kekeruhan dinyatakan dalam Nephelometric Turbidity Unit NTU EPA 2001.
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat
menghambat peneterasi cahaya kedalam air. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit proses penjernihan air.
d. Warna Warna perairan dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya
true color dan warna tampak apparent color. Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Warna tampak
adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut tetapi juga oleh bahan tersuspensi Effendi 2003.
Warna dapat diamati secara secara visual maupun diukur berdasarkan skala Platinum Kobalt PtCo dengan membandingkan warna air sampel dengan
warna standart EPA 2001. Penentuan warna sesungguhnya dilakukan dengan memisahkan bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan.
Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Untuk permukaan, warna sebaiknya tidak
melebihi 20 PtCo EPA 2001.
e. Derajat Keasaman pH Derajat keasaman merupakan singkatan mewakili aktivitas atau
konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan Vigil 2003. Air murni terdiri dari ion H
+
dan OH
-
dalam jumlah berimbang hingga pH air murni biasa 7. Makin banyak ion OH
+
dalam cairan maka pH makin tinggi. Sebaliknya, makin banyak H
+
makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat asam. Derajat keasaman mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada
suasana alkalis pH tinggi banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik. Umumnya sungai, danau dan badan air memiliki nilai pH sekitar
6-8.5 Vigil 2003. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misal proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Senyawa karbonat,
bikarbonat dan hidroksida dapat meningkatkan pH suatu perairan sedangkan amonium dan H
2
S banyak ditemukan di perairan dengan pH rendah. Menurut. f. Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen, DO
Oksigen terlarut merupakan elemen paling penting dalam sistem kehidupan di perairan, karena berperan pada proses metabolisme di dalam tubuh
organisme Vigil 2003. DO dibutuhkan untuk oksidasi bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat
mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota sehingga menurunkan kemampuannya untuk hidup normal dalam lingkungan perairan. Konsentrasi
kejenuhan DO di perairan apabila terdapat 9.2 mgl pada suhu 20
C EPA 2001. Menurut Sastrawijaya 2000, oksigen merupakan faktor pembatas dalam
penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Oksigen terlarut di perairan danau berasal dari udara dan fotosintesis organisme yang hidup di danau. Pergantian
oksigen dari udara berjalan lambat. Menurut Vigil 2003 kepekatan oksigen terlarut dalam air bergantung kepada; 1 suhu, 2 kehadiran tanaman
fotosintesis, 3 tingkat penetrasi cahaya, 4 tingkat kederasan aliran air, dan 5 jumlah bahan organik yang diuraikan air.
Peningkatan suhu sebesar 1 C akan meningkatkan konsumsi oksigen
sekitar 10 Brown 1987 dalam Effendi 2003. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mgliter pada suhu 0
C dan 8 mgliter pada suhu 25 C.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas minimum DO adalah 6 mgliter.
g. Kebutuhan Oksigen Biokimia Biochemical Oxygen Demand, BOD Kebutuhan oksigen biokimia adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik. BOD menunjukkan jumlah bahan organik yang ada di dalam air yang dapat didegradasi
secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, glukosa, aldehida, ester dan lain-lain. Secara tidak langsung, BOD menggambarkan kadar bahan
organik yang berada di perairan Effendi 2003.
Dekomposisi bahan organik pada dasarnya terjadi dua tahap. Pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Kedua, bahan anorganik yang
tidak stabil, seperti amonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan nitrat. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas
maksimum BOD adalah 2 mgliter.
h. Kebutuhan Oksigen Kimia Chemical Oxygen Demand, COD Kebutuhan oksigen kimia adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi Vigil 2003. baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun sukar didegradasi menjadi CO
2
dan H
2
O. Nilai COD juga dapat dikatakan banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk
mengoksidasi bahan organik di dalam air. Penambahan oksidator kalium dikromat K
2
Cr
2
O
7
pada suasana asam kuat di dalam sampel air, menyebabkan semua bahan organik dapat dioksidasi
menjadi karbondioksida dan air. Hal ini menyebabkan nilai COD lebih tinggi dari pada BOD. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air
kelas satu angka batas maksimum COD adalah 10 mgliter.
i. Amonia, Nitrit dan Nitrat Nitrogen hadir di danau dalam berbagai bentuk organik dan anorganik,
dan ketersediaannya sangat penting untuk proses biologis Nevers Whitman 2002. Nitrogen organik terdiri atas protein, asam amino NH
2
dan urea. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia NH
3
, amonium NH
4 +
, nitrit NO
2 -
, nitrat NO
3 -
dan molekul nitrogen N
2
dalam bentuk gas Effendi 2003. Amonia NH
3
sebagai salah satu sumber utama nitrogen di perairan bersifat mudah terlarut dalam air. Amonia dapat berasal dari limbah organisme air
Nevers Whitman 2002. Sumber lainnya berasal dari reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses defusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amonia
dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan.
Amonia yang terukur di perairan berupa amonium total NH
3
dan NH
4 +
. Persentase amonia bebas akan meningkat apabila pH dan suhu perairan
meningkat. Pada pH 7 atau kurang, sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi. Sebaliknya pada pH lebih besar dari 7, amonia yang tak terionisasi
terdapat dalam jumlah yang banyak dan bersifat toksik. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas maksimum
amonia adalah 0,5 mgliter.
Nitrit NO
2 -
merupakan peralihan antara amonia dan nitrat. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik
yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kandungan nitrit di perairan
biasanya lebih sedikit dari pada nitrat, hal ini disebabkan nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen, sehingga segera dioksidasi menjadi nitrat.
Nitrit bersumber dari limbah industri dan domestik. Kadar nitrit yang melebihi 0.05 mgliter dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang bersifat
sensitif Moore 1991 dalam Effendi 2003. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas maksimum nitrit
adalah 0.05 mgliter.
Nitrat NO
3 -
adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat bersifat
mudah larut dalam air dan stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses
oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas yang menghasilkan nitrit dan bakteri Nitrobacter menghasilkan
nitrat.
Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari pada kardar amonium. Kadar lebih dari 5 mgliter menggambarkan terjadinya
pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan Effendi 2003. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas maksimum nitrat adalah 10 mgliter.
j. Fosfor Di perairan unsur fosfor diperlukan untuk proses biologis Nevers
Whitman 2002
.
Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut ortofosfat dan
polifosfat dan senyawa organik yang partikulat Effendi 2003. Fosfor berasal dari batuan, tanah, buangan hewan dan pelapukan tumbuhan, meskipun berlimpah
di bumi, biasanya merupakan nutrisi pembatas dalam sistem danau Nevers Whitman 2002
.
Sebagai limbah antopogenik, fosfor berasal dari limbah domestik,
industri dan pertanian. Fosfor banyak terdapat dalam pupuk, sabun, deterjen, bahan industri keramik, minyak pelumas.
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara alami oleh tumbuhan akuatik Nevers Whitman 2002. Polifosfat harus mengalami
hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yng
mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya pH. Pada air limbah yang
mengandung bakteri perubahan polifosfat menjadi ortofosfat juga berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih Effendi
2003.
Perairan yang mengandung banyak fosfor dapat mengakibatkan terjadinya proses eutrofikasi. Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0.001
– 0.024 mgliter Meybeck 1982. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa
untuk mutu air kelas satu angka batas maksimum fosfor adalah 0.2 mgliter.
k. Deterjen Deterjen adalah campuran berbagai bahan yang digunakan untuk
membantu proses pembersihan. Produk deterjen saat ini sudah digunakan oleh
hampir semua penduduk untuk berbagai keperluan seperti mencuci pakaian dan perabotan serta sebagai bahan pembersih lainnya.
Menurut Achmad 2004, unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau surface active agents atau wetting agents merupakan bahan organik yang
berperan sebagai bahan aktif. Menurut Effendi 2003 surfaktan dapat menurukan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel
pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air.
Komposisi surfaktan dalam deterjen berkisar antara 10 - 30 disamping polifosfat dan pemutih. Kadar surfaktan 1 mgliter dapat
mengakibatkan terbentukya busa di perairan. Surfaktan tidak bersifat toksik bagi biota perairan, namun keberadaannya dapat menimbulkan rasa pada air dan
menurunkan absorbsi oksigen di perairan dan mengurangi keindahan Suastuti 2010. Selain itu, surfaktan juga berintraksi dengan sel dan membran sel sehingga
menghambat pertumbuhan sel.
Menurut Effendi 2003 hingga tahun 1965, jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah alkylbenzene suphonate ABS yang bersifat
resisten terhadap dekomposisi biologis. Kemudian jenis surfaktan ini diganti dengan linear alky sulphonate LAS yang dapat diuraikan secara biologis.
Permasalahan yang ditimbulkan deterjen tidak hanya menyangkut surfaktan, akan tertapi juga berkaitan dengan banyaknya polifosfat sebagai
penyusun deterjen. Polifosfat dari deterjen diperkirakan memberikan kontribusi sekitar 50 dari seluruh fosfat yang terdapat di perairan Effendi 2003.
Keberadaan fosfat yang berlebihan di perairan merupakan salah satu penyebab terjadinya eutrofikasi perairan. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001,
bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas maksimum deterjen adalah 200 ugliter.
l. Timbal Timbal atau lead atau timah hitam atau plumbum Pb pada perairan
ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga kadar timbal di dalam air relatif sedikit. Kadar dan toksisitas timbal
dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas, dan kadar oksigen Effendi 2003.
Timbal adalah metal kehitaman. Terdapat di dalam cat dan bensin. Timbal organik tetra ethyl lead, TEL sengaja ditambahkan kedalam bensin untuk
meningkatkan nilai oktan Slamet, 2007. Timbal juga banyak digunakan dalam industri baterai Eckenfelder 1989.
Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Timbal bersifat toksik bagi
perairan. Timbal dapat menutupi lapisan mukosa pada organisme akuatik dan selanjutnya menyebabkan sufokasi. Perairan tawar alami biasanya memiliki kadar
timbal 0.05 mgliter Effendi 2003. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas maksimum timbal adalah 0.03
mgliter.
m. Total Coliform dan Escerichia coli Menurut Nevers Whitman 2002, bakteri sebagai bagian utama dari
komunitas pembusuk terdapat dalam jumlah ribuan di perairan danau, sehingga kehadiran sangat penting untuk daur ulang nutrisi. Selain itu, komunitas bakteri
merupakan sumber makanan untuk beberapa organisme di danau. Salah satu jenis bateri tersebut adalah kelompok bakteri coliform yang terdiri atas Eschericia coli,
Enterobacter aerogenes, Citrobacter fruendii, dan bakteri lainnya. Menurut Fardiaz 1993, bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua grup yaitu 1 Fecal
coliform misalnya Escherichia coli, merupakan bakteri yang berasal dari kotoran manusia atau hewan. 2 Non fecal coliform misalnya Enterobacter aerogenes
merupakan bakteri yang ditemukan pada hewan dan tanaman yang telah mati.
Indikator utama yang dipakai dalam menentukan kualitas perairan berdasarkan parameter biologi adalah keberadaan bakteri E.coli. Bakteri ini
biasanya sebagai indikator adanya bakteri patogen lebih berbahaya. Jenis bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tertentu secara langsung, namun keberadaannya
di dalam air menunjukkan tingkat sanitasi rendah. E.coli melimpah di saluran pencernaan manusia, mamalia lain dan burung, jika E.coli hadir di danau, ada
kemungkinan Bakteri patogen juga dapat hadir. Bakteri patogen yang mungkin hadir adalah Salmonella, Shigella, Klebsiella, Pseudomonas, dan Vibrio Nevers
Whitman 2002. Bakteri Shigella dapat menyebabkan gejala diare, deman, kram perut, dan muntah-muntah.yang dapat menyebabkan penyakit mulai dari
ringan sampai serius APHA 1998.
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 907 Tahun 2002 untuk persyaratan kualitas air minum, kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0 jumlah per 100
ml sampel. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, bahwa untuk mutu air kelas satu angka batas maksimum parameter mikrobiologi untuk fecal coliform
adalah 100 jumlah100 ml dan total coliform adalah 1 000 jumlah100 ml.