Karakteristik Masyarakat Pesisir atau Nelayan

atau pendapatan, kesehatan, pendidikan, perumahan dan pemukiman, sosial budaya, kesejahteraan rumah tangga dan kriminalitas. Klasifikasi tingkat kesejahteraan atau kemiskinan menurut Sajogyo 1996 diacu dalam Sobari dan Suswanti 2007 adalah sebagai berikut: 1 Tidak miskin apabila nilai per kapita per tahun lebih tinggi dari nilai tukar 320 beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota; 2 Miskin apabila nilai per kapita per tahun lebih rendah dari pada nilai tukar 320 beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota; 3 Miskin sekali apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg beras untuk daerah kota; 4 Paling miskin apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah nilai tukar 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg untuk daerah kota. Menurut Sobari dan Suswanti 2007, konsep kemiskinan menurut Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah didasarkan pada kebutuhan sembilan bahan pokok dalam setahun, yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik kasar. Kriteria kemiskinan berdasarkan parameter di atas adalah: 1 Tidak miskin apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 200 dari total 9 bahan pokok; 2 Hampir miskin apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 126-200 dari total 9 bahan pokok; 3 Miskin apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 75-125 dari total 9 bahan pokok; dan 4 Miskin sekali apabila konsumsi per kapita per tahun di atas 75 dari total 9 bahan pokok. Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, dan perlengkapan rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan BPS 1991. Tingkat kesejahteraan sosial ini berkaitan langsung dengan tingkat pendapatan nelayan dan merupakan bentuk yang nampak dari tingkat kesejahteraan yang disandangnya. Misalkan, orang yang memiliki rumah berubin atau berkeramik, bisa dikatakan memiliki tingkat kesejahteraan yang layak. Pendekatan tingkat kesejahteraan berdasarkan kesehatan dapat dilihat dari kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, mencuci, dan kakus BPS 1991. Kemiskinan terkait erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Orang dikatakan miskin jika pendapatannya sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan minimum rumah tangga Sumodiningrat 1999. Kemiskinan yang ada dapat diukur dari tingkat pendapatan dan pengeluaran; dimana kebutuhan dibatasi hanya kebutuhan minimum saja. Purbayanto 2003 menyatakan sebagian besar atau sekitar 80 kegiatan perikanan tangkap di Indonesia dilakukan oleh nelayan tradisonal. Sementara itu, hanya kurang dari 20 sisanya adalah usaha penangkapan ikan padat modal atau lebih dikenal dengan sebutan industri penangkapan ikan yang melibatkan nelayan- nelayan terdidik. Kondisi ini telah menyebabkan ketimpangan ekonomi yang cukup besar antara nelayan industri dan nelayan tradisional. Nelayan tradisional inilah yang sebagian besar berada pada garis kemiskinan. Menurut Karunia et al. 2008 peningkatan kesejahteraan nelayan skala kecil dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Gunawan 2007 diacu dalam Karunia et al. 2008 salah satu faktor tersebut adalah kebijakan khusus pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat guna menanggulangi kemiskinan merupakan bagian integral pembangunan nasional yang harus mempunyai arah pembangunan yang jelas. Menurut BPS 1991 kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat komplek dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan, sehingga indicator yang digunakan disesuaikan dengan indikator kesejahteraan rumah tangga yang telah ditetapkan oleh BPS. Modifikasi diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di daerah penelitian. Dahuri 2000 menyatakan bahwa tidak adanya akses ke sumber modal, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah alasan-alasan terjadinya