Seni dan Budaya Indonesia Eksploitasi Seni Budaya Tradisional

Seni Budaya 109 kameramen, pesunting penyunting, editor, pelaku editing, penata laku sutradara, pemusik ilustrasi musik pengiring ilm, pecahaya penata cahaya, pesuara penata suara, peanimasi animator, dan lain-lain. Di bidang ilmu pengetahuan seni, “pencipta” dapat berarti peteliti seni peneliti seni, pesejarah seni sejarahwan seni, peilmu seni ilmuwan seni, sosiolog seni, psikolog seni, antropolog seni, pekritik seni kritikus seni, dan lain-lain. Dari paparan di atas dapat dilihat betapa luas profesi seni yang harus mendapatkan perlindungan hak cipta, dan masing-masing profesi ini secara ideal memerlukan jaminan perlindungan hukum atas kreativitas dan hasil ciptaannya yang unik dalam undang-undang keunikan ini dihargai sebagai hak eksklusif sebagai seniman. Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun. Di sini tidak kita lihat faktor “pemalsuan” karya seni yang menjadi masalah yang merisaukan di kalangan perupa, terutama pemalsuan karya seni lukis di tingkat nasional maupun internasional. Jadi, undang-undang hak cipta memerlukan pengembangan untuk dapat menampung semua keluhan tentang “pemalsuan” itu. Di samping perlu menampung kecenderungan seni dalam era posmodernisme yang telah menjungkirbalikkan semua kriteria seni modernisme. Sudahkah karya-karya posmodernisme mendapat perlindungan hukum? Atau sudahkah para seniman conseptual art mendapatkan perlindungan hak cipta? Yang terakhir ini kiranya perlu dipertimbangkan, mengingat dalam undang-undang disebutkan “perlindungan hak cipta hanya diberikan pada perwujudan suatu ciptaan dan bukan pada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep-konsep matematis semacamnya”. Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya seni harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Dengan demikian, conseptual art lebih mementingkan makna konsep sebagai seni dibandingkan dengan karya jadinya, jelas menjadi persoalan yang memerlukan pengkajian lebih lanjut. Dalam hal ini mendengar dan mempertimbangkan nilai kreativitas atau “ciptaan” seni konseptual merupakan tindakan yang arif. Agar kehadiran UUHC benar-benar memberikan perlindungan kepada seniman, dan bukan sebaliknya.

2. Seni dan Budaya Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari kekayaan intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan penciptanya. Dengan demikian kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Artinya, warisan seni budaya Indonesia adalah aset bangsa yang wajib dilindungi keberadaannya. 110 Buku Guru kelas XI SMAMASMKMAK Undang-Undang Hak Cipta berlaku bagi semua ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia. Semua penciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan: a. Negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan hak cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau b. Negaranya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan hak cipta. Jadi jelas bahwa UUHC tidak hanya berlaku dalam tataran nasional, melainkan berlaku juga dalam tataran internasional.

3. Eksploitasi Seni Budaya Tradisional

Pengarang, seniman dan pencipta dari masyarakat tradisional atau pedesaan jarang menerima imbalan inansial yang memadai untuk kekayaan intelektual berupa Pengetahuan Tradisional yang dieksploitasi. Sebagai contoh misalnya, seorang Achim Sibeth antropolog memasuki wilayah masyarakat desa di Tanah Batak dan kemudian menulis buku Living with Ancestors he Batak People of Island of Sumatra. Sebuah buku Antropologi kebudayaan yang lengkap, termasuk Art and Craft, Batak Script and Literature, Black-smith’s work, Bronze Work, Works of goldsmiths and silversmiths, Textil, Ulos, Dance and Music, Domestic Architecture Toba and Karo Batak, dan dengan bebas memotret karya-karya itu untuk ilustrasi penerbitan buku 239 halaman itu. Fenomena pemberlakuan hak cipta pada kasus ini paling tidak menyajikan dua masalah: a Achim Sibeth, memperoleh untung dari penjualan buku, sementara mas- yarakat desa tidak mendapatkan imbalan inansial apapun. b Karena buku itu mempunyai nilai budaya atau spiritual untuk seluruh masyarakat Batak, maka pemanfaatan komersial seperti itu dapat menyinggung perasaan masyarakat, misalnya, cerita adat yang kerahasiaannya dijaga ketat dan bersifat sangat penting dan dipelihara secara turun temurun oleh masyarakat Batak secara terbuka diungkapkan kepada dunia. Adakah perlindungan hukum bagi kasus seperti ini? Dalam hal ini Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. Negara memegang hak cipta atas folkor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreograi, tarian, kaligrai, lukisan, patung, topeng, wayang, ornamen, arsitektur, batik, reog, tari, drama, dan banyak lagi karya seni lainnya. Namun pelaksanaan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak dikenal seperti ini diatur dengan peraturan pemerintah. Dan kita berharap peraturan itu akan segera “diciptakan” dengan memperhatikan kepen-tingan masyarakat banyak yang menjadi subjek dan objek penerapan Hak Cipta.

4. Undang-Undang Desain Industri