4.1.4 Pembahasan Peralihan Topik
Pemilihan topik yang dikembangkan dalam percakapan dipengaruhi oleh normabudaya yang berlaku dalam masyarakat. Selain ditentukan oleh norma
budaya, topik percakapan yang dipilih juga ditentukan oleh faktor situasional. Situasi yang terjadi di sekitar terjadinya percakapan itu mempunyai peranan
penting dalam pemilihan topik. Dalam budaya Batak Toba pemilihan topik-topik marhata khususnya topik-topik marhata dalam upacara adat perkawinan Batak
Toba yang dimulai dari acara pra-nikah sampai nikah penuh memiliki koherensi wacana. Beberapa topik marhata menjadi bahan percakapan dalam setiap wacana
marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk, berganti-ganti sesuai dengan tujuan penutur ketika setiap acara itu berlangsung. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Sack 1971 yang mengatakan bahwa dalam sebuah percakapan yang sedang berjalan percakapan dapat beralih topik ke topik yang
lain dan pengenalan topik yang tidak lazim menunjukkan kualitas sebuah percakapan. Pengenalan topik
Penutur juru bicara dalam acara marhata upacara perkawinan Batak Toba haruslah juru bicara yang memiliki kualitas agar acara marhata berjalan
sesuai dengan tujuan. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan topik yang berkoherensi dengan pemilihan topik-topik sebelumnya. Topik atau materi yang dibicarakan
dalam acara marpudunsaut tidak jauh berbeda dengan materi dalam acara marhusip. Situasi tutur marhusip adalah acara pematangan rencana menjadi
konsep ke jenjang marpudunsaut. Sedangkan acara situasi tutur marunjuk adalah penerapan konsep yang dibicarakan dalam acara marhusip dan marpudunsaut.
Universitas Sumatera Utara
Materi yang dibicarakan dalam acara mahusip adalah ancang-ancang menjadi konsep ke jenjang acara marpudunsaut. Jenis topik yang dibicarakan adalah topik
yang sedang berjalan 12 dan topik yang akan berlangsung 88. Acara marpudunsaut merupakan pengesahan atau penguatan hasil perundingan pada saat
acara marhusip. Bentuk topik yang dibicarakan adalah topik yang sedang berjalan 40, dan topik yang akan berjalan 60. Sedangkan jenis topik marunjuk
seluruhnya 100 adalah bentuk topik sedang berjalan. Terdapat beberapa pengulangan topik percakapan dalam acara marhusip,
marpudunsaut, dan marunjuk dengan nama yang bersinonim. Contoh : Topik sipasahaton
„mahar‟ dalam topik percakapan nomor 2 pada acara marhusip bersinonim dengan somba ni uhum
„mahar‟ dalam topik percakapan nomor 3 pada acara marpudunsaut, dan bersinonim dengan pasahathon adat nagok
„penyelesaian adat penuh‟ dalam topik percakapan nomor 2 acara marunjuk. Ketika acara marhusip dilaksanakan topik sipasahaton disebut dengan topik yang
akan berjalan atau berlangsung karena dilihat dari kegiatantindakan action, topik ini masih bentuk wacana yang belum dilaksanakan. Ketika acara marunjuk
dilaksanakan topik tersebut dengan istilah yang bersinonim yaitu somba ni uhum menjadi topik yang sedang dilaksanakan karena pemberian mahar setengah 12
atau tiga perempat 34 sedang berjalan, dan ketika acara marunjuk, istilah tersebut berubah namun artinya sama, topik tersebut disebut dengan topik yang
sedang berjalan karena pemberian mahar yang penuh sedang dilaksanakan . Pengenalan topik sipasahaton, somba ni uhum, dan pasahathon adat na
gok yang memiliki rujukan yang sama pada ketiga situasi tutur tersebut
Universitas Sumatera Utara
direalisasikan dengan kalimat Perintah yang mengandung makna suruhan pada acara marhusip, kalimat Pernyataan yang bermakna konfirmasi pada acara
marpudunsaut, dan kalimat Pernyataan yang mengandung arti konfirmasi. Demikian juga halnya pada acara marunjuk, seperti dilihat dalam contoh berikut.
JBPP Paboa hamu ma na solot di roha muna na naeng sipasahaton muna tu
hami 2
JBPL Raja nami raja bolon, tung pos do roha nami molo hami pamoruan muna, ai ndang sipsip nilangkophon imbulu sinuanhon olat ni natolap
nami patupahon nami do sibahenon nami songon somba-somba ni uhum tu Rajai. 3
JBPL Rajanami raja bolon di son ma hami pamoru- on muna ianakhon muna
pasahathon adat nagok tu raja i 2
Ketiga topik marhata ini memiliki makna yang sama namun penutur yang mengenalkan topik tersebut berubah. Dalam situasi tutur marhusip topik tersebut
dikenalkan oleh JBPP dengan bentuk kalimat perintah yang fungsinya sebgai suruhan, sedangkan dalam situasi tutur marpudunsaut dan marunjuk topik ini
dikenalkan oleh
JBPL dengan
bentuk kalimat
pernyataan. JBPL
menginformasikan dan menyerahkan mahar yang diminta oleh JBPP pada acara marhusip.
Dalam situasi tutur marhusip pengenalan topik marhata dengan realisasi bentuk kalimat perintah dengan fungsi suruhan lebih dominan digunakan dan
diikuti oleh bentuk kalimat pertanyaan. Kalimat perintah tersebut adalah kalimat perintah yang bermakna suruhan dan saran. Kalimat tanya yang digunakan
direalisasikan dengan bentuk kalimat tanya ajektival, kalimat tanya berekor, dan
Universitas Sumatera Utara
kalimat tanya paduan urutan-intonasi yang bermakna tawaran dan pertanyaan. Dalam situasi tutur marpudunsaut dan marunjuk bentuk kalimat pernyataan lebih
dominan digunakan yaitu pernyataan yang menunjukkan konfirmasi. Sibarani 1997:183 mengatakan di dalam percakapan, semua kalimat pertanyaan dan
perintah merupakan pemula topik baru. Teori ini dapat diaplikasikan pada situasi tutur marhusip namun dalam situasi tutur marpudunsaut dan marunjuk teori ini
dikembangkan extended theory dengan penambahan bentuk kalimat pernyataan. Dalam situasi tutur marhusip dan marpudunsaut, JBPP lebih dominan
mengenalkan topik percakapan. Kedua situasi tutur ini diadakan di daerah pihak perempuan yaitu di Medan. JBPP adalah penutur dari pihak perempuan yang
memiliki kuasa mengendalikan jalannya percakapan mulai dari awal sampai akhir percakapan; orang yang mengontrol apa yang dibicarakan atau apa topik
percakapan. Sebaliknya, situasi tutur marunjuk diadakan di pihak pengantin laki- laki di daerah Pematangsiantar. Topik percakapan lebih dominan dikenalkan oleh
JBPL. JBPL adalah penutur dari pihak laki-laki yang memiliki kuasa mengendalikan jalannya percakapan mulai dari awal sampai akhir percakapan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa frekuensi dominan pengenalan topik percakapan ditentukan oleh siapa yang menjadi bolahan amak tuan rumah. Hal
ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Short
1996: 206- 7, “
The behaviour of a participa
nt at a TRP is closely associated with power: “powerful speakers in conversations have the most turns, have the longest turns, initiate conversational
exchanges, control what is talked about and who talks when, and interrupt others
”.
Universitas Sumatera Utara
Dalam acara marhusip pengenalan topik marhata lebih dominan dilakukan
oleh JBPP dalam kalimat perintah bentuk suruhan. Dilihat dari status sosial berdasarkan unsur DNT Dalihan na Tolu khususnya somba marhula-hula,
kedudukan JBPP adalah lebih tinggi dari JBPL. JBPL harus hormat dan menyembah kepada hula-hula. Memberikan perintah bentuk menyuruh kepada
orang yang lebih rendah status sosialnya yang dilihat dari unsur DNT atau memerintahmenyuruh pamoruon pihak laki-laki berdasarkan unsur DNT adalah
hal yang wajar atau lazim bagi budaya Batak Toba. Wacana marhata dalam situasi tutur marhusip dapat dikatakan memenuhi kualitas percakapan yang baik
karena pengenalan topik-topik marhata dikenalkan dominan dengan bentuk kalimat perintah oleh JBPP. Hal ini menggambarkan bahwa dalam budaya Batak
Toba, seberapa tinggi pun tingkat kehidupan sosial seseorang, kalau posisinsya sebagai boru atau pamoruon, maka pihak hula-hula sesuai dengan unsur DNT
dapat dan lazim memberi perintah atau suruhan kepada mereka untuk melakukan sesuatu.
Dalam situasi tutur marpudunsaut, pengenalan topik yang lebih dominan oleh JPPP adalah bentuk pernyataan yang menunjukkan konfirmasi. Topik-topik
yang dibicarakan dalam acara marhusip dinyatakan atau dikonfirmasikan dalam acara marpudunsaut oleh JBPP. Demikian halnya pada acara marunjuk,
pengenalan topik-topik yang sedang berlangsung yang dominan dilakukan oleh JBPL dikonfirmasikan dengan topik marhata yang sudah dibicarakan pada acara
marpudunsaut.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Deskripsi Gilir Bicara
Pemahaman terhadap pola gilir bicara sangat penting dalam keberhasilan berkomunikasi. Komunikasi harus berjalan dua arah ada yang mendengarkan dan
ada yang berbicara. Dengan adanya pola gilir bicara diharapkan komunikasi akan seimbang dan berjalan lancar karena adanya proses pergantian bicara sesuai topik
percakapan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Dalam acara marhata upacara adat perkawinan Batak Toba, ketika
interaksi berbicara terjadi, gilir bicara diantara penutur diaplikasikan dengan mengikuti kaidah gilir bicara seperti ditabulasikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.8 Rekapitulasi Pola Gilir Bicara
Marhata Upacara Perkawinan Batak Toba No
Situasi Tutur Komponen Alokasi Gilir Bicara
Kaidah I
PSMPB, PBMPS, PBMPB
Kaidah II PBM
Kaidah III PSM
1 Marhusip
74 13
13 2
Marpudunsaut 70
21 9
3 Marunjuk
67 24
9
Dalam setiap situasi tutur marhata, pola gilir bicara kaidah yang pertama lebih dominan muncul 74, 70, dan 67 ketika acara marhata berlangsung
yaitu kaidah yang menunjukkan bahwa penutur berikutnya mengambil gilir bicara karena penutur sebelumnya merujuknya PSMPB, penutur sebelumnya
mengambil gilir bicara karena merujuk penutur berikutnya PBMPS, dan penutur berikutnya merujuk penutur berikutnya. Namun dari ketiga angka persentasi
tersebut, alokasi gilir bicara yang paling dominan berada pada situasi tutur
Universitas Sumatera Utara