4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Analisis acara marhata terhadap 3 tiga permasalahan penelitian ini telah diuraikan  dalam  bab  sebelumnya.  Yang  pertama  adalah  aspek  isi  topik  acara
marhata,  yaitu aspek  yang memperhatikan topik   yang didiskusikan dalam acara marhata,  bagaimana  topik  disampaikan  dalam  acara  marhata:  jenis  topik  apa
yang  mengarah  pada  topik  lain  dan  apa  alasan  yang  melatarbelakangi  hal semacam  ini  terjadi.  Selain  itu,  fokus  lain  dari  aspek  ini  adalah  organisasi  topik
dalam  acara  marhata  dan  bagaimana  topik  dikelola  atau  disampaikan  dalam bentuk tindak ujar. Isi acara marhata dimulai dari ancang-ancang yang terdiri dari
8  topik  marhata  marhusip,  konsep  yang  terdiri  dari  11  topik  marpudunsaut, sampai  pelaksanaan  yang  terdiri  dari  9  topik  marunjuk.  Seluruh  topik  marhata
ini  adalah  koheren  atau  berkesinambungan  dengan  ketiga  situasi  tutur  tersebut karena apa yang dibicarakan pada saat marhusip, 88 topik itu akan dibicarakan
atau  dilaksanakan  pada  acara  marpudunsaut,  sedangkan  12  lagi  adalah  acara manise  sedang  berlangsung  saat  marhusip.  Demikian  halnya  dengan  topik  pada
acara marpudunsaut, 64 dari topik itu akan dilaksanakan pada hari pesta unjuk, sedangkan  36  lagi  adalah  topik  yang  sedang  berjalan  saat  marpudunsaut.
Kemudian  topik  pada  acara  marunjuk,  seluruhnya  adalah  pelaksanaan  atau realisasi  dari  apa  yang  direncanakan  pada  saat  marhusip  dan  marpudunsaut.
Koherensi  topik  acara  marhata  ini  dapat  dilihat  dalam  contoh  topik  sipasahaton pada  acara  marhusip  berkoherensi  dengan  topik  somba  ni  uhum  pada  acara
marpudunsaut  dan  juga  berkoherensi  pada  topik  pasahathon  adat  na  gok  pada acara  marunjuk.  Struktur  topik  dalam  ketiga  situasi  tutur  ini  adalah  jenis  topik
Universitas Sumatera Utara
yang  sedang  berjalan  dan  topik  yang  akan  berjalan  sampai  pesta  unjuk,  namun yang  lebih  dominan  dalam  setiap  situasi  tutur  adalah  topik  yang  akan  berjalan.
Topik-topik marhata tersebut disampaikan atau direalisasikan dengan tindak ujar 1 perintah yang mengandung makna suruhan, nasehat, atau saran, 2 pertanyaan
yang  mengandung  makna  bertanya  dan  tawaran,  dan  3  pernyataan  yang  artinya adalah  menyatakan  informasi  atau  konfirmasi.  Tindak  ujar  perintah  dominan
artinya suruhan, tindak ujar pertanyaan dominan pada makna bertanya, dan tindak ujar  pernyataan  maknanya  dominan  pada  konfirmasi.  Sibarani  1997:183
mengatakan  di  dalam  percakapan,  semua  kalimat  pertanyaan  dan  perintah merupakan  pemula  topik  baru.  Teori  ini  dapat  diaplikasikan  pada  situasi  tutur
marhusip  namun  dalam  situasi  tutur  marpudunsaut  dan  marunjuk  teori  ini dikembangkan extended theory dengan penambahan bentuk kalimat pernyataan.
Dalam situasi tutur marhusip dan marpudunsaut, JBPP  lebih dominan berinisiatif untuk mengenalkan topik marhata yang baru. Kedua situasi tutur ini diadakan di
daerah  pihak  perempuan.  Sebaliknya,  marunjuk  dilaksanakan  di  tempat  pihak laki-laki,  pengenalan  topik  marhata  yang  baru  dominan  diprakarsai  oleh  JBPL.
Kedua penutur ini JBPP dan JBPL adalah juru bicara yang memiliki kekuasaan power  di  tempat  masing-masing  untuk  mengontrol  topik-topik  yang  akan
dibicarakan. Aspek  kedua  dari  struktur  acara  marhata  adalah  aspek  gilir  bicara.  Dari
hasil analisis data pada gilir bicara terdapat 3 pola atau kaidah alokasi gilir bicara acara  marhata  upacara  adat  perkawinan  Batak  Toba.  Teori  tentang  alokasi  gilir
bicara  yang  dipelopori  oleh  Sack  et.al  1974  terdiri  dari  3  komponen.  Teori  ini
Universitas Sumatera Utara
dapat diaplikasikan dalam alokasi gilir bicara marhata upacara perkawinan Batak Toba  namun  dalam  gilir  bicara  acara  marhata  terdapat  variasi  pola.  Pertama
adalah  penutur  merujuk  penutur  berikutnya.  Pola  pertama  ini  bervariasi,  yaitu Penutur Sebelumnya Merujuk Penutur Berikutnya PSMPB, Penutur Berikutnya
Merujuk  Penutur  Sebelumnya  PBMPS,  dan  Penutur  Berikutnya  Merujuk Penutur  Berikutnya  PBMPB.  Kedua  adalah  kaidah  Penutur  Berikutnya
Melanjutkan PBM tanpa ada rujukan. Ketiga adalah kaidah Penutur Sebelumnya Melanjutkan  PSM  tanpa  ada  rujukan  juga.  Dari  ketiga  kaidah  tersebut,  kaidah
pertama  dengan  variasi  kaidah  yang  pertama  adalah  paling  dominan  yaitu  74 pada  acara  marhusip  dan  70  pada  acara  marpudunsaut.  Kaidah  pertama  yang
paling  dominan  ini  menunjukkan  bahwa  dalam  acara  marhata  upacara  adat perkawinan  Batak  Toba  tidak  ditemukan  adanya  juru  bicara  atau  penutur  lain
yang  membuat  interupsi  dalam  gilir  bicara.  Hal  ini  sangat  berkaitan  erat  dengan peranan sosial masyarakat Batak Toba dalam berbicara yang melihat adanya unsur
DNT Dalihan na Tolu yaitu dengan melihat 3 posisi penting dalam kekerabatan orang  Batak,  yaitu  dongan  tubu,  hula-hula  dan  boru.    Fenomena  yang  dapat
dilihat dari hasil penelitian ini adalah penggunaan sistem kekerabatan Batak Toba dalam  memberikan  gilir  bicara  kepada  penutur  berikutnya.  Sistem  kekerabatan
orang  Batak  menempatkan  posisi  seseorang  secara  pasti  sejak  dilahirkan  hingga meninggal  dalam  3  posisi  yang  disebut  Dalihan  na  Tolu.  Misalnya  Juru  Bicara
Pihak  Laki-laki  JBPL  memberikan  gilir  bicara  kepada  Juru  Bicara  Pihak Perempuan  JBPP,  maka  JBPL  merujuknya  dengan  mengatakan  hula-hula
namiRaja  namiRaja  Bolon.  Demikian  juga  dengan  JBPP  yang  merujuk  JBPP
Universitas Sumatera Utara
untuk berbicara berikutnya dengan mengatakan amangboru. Tidak semua penutur yang  terlibat  dalam  acara  marhata  memiliki  gilir  bicara  pada  bagian  yang  sama.
JBPP  dan  JBPL  adalah  orang  yang  memiliki  kekuasaan  dalam  acara marhata yang mendapat gilir bicara yang lebih banyak. Hal ini senada dengan apa
yang  dikatakan  oleh  Short
1996:  206-7    yang  mengatakan  bahwa  penutur  yang memiliki  kekuasaan  pasti  memiliki  gilir  bicara  yang  paling  banyak.  Disamping
penutur  yang  mengambil  gilir  bicara  yang  terbanyak,  percakapan  yang  banyak mengambil gilir bicara terdapat pada topik kedua acara marhusip tentang sipasahaton
28  kali  ,  topik  ketiga  dalam  acara  marpudunsaut  tentang  somba  ni  uhum  32  kali dan  topik panandaion 49 kali dalam situasi tutur marunjuk.
Aspek  ketiga  struktur  acara  marhata  adalah  aspek  pasangan  berdekatan. Dalam setiap memulai acara  marhata upacara adat Perkawinan Batak Toba pada
ketiga  situasi  tutur  upacara  perkawinan  Batak  Toba,  juru  bicara  tidak  langsung mengutarakan  apa  yang  hendak  disampaikan  tetapi  selalu  dimulai  dengan
pembukaan  yang  disebut  dengan  urutan  awal,  inisiasi,  dan  sela.    Dalam  acara marhata  selapenundaan  respon  dengan  terimakasih,  peribahasa,  dan  konfirmasi
dianggap  sangat  bermakna.  Yule  1996:78  mengatakan  penundaan  respon menggambarkan  ketidaktersediaan  jawaban  yang  diharapkan  secara  otomatis
potential  unavailability  of  the  immediate  expected  answer.  Struktur  acara marhata upacara adat perkawinan Batak Toba terdiri dari rangkaian yang lengkap
dan tidak lengkap. Rangkaian yang lengkap terdiri dari urutan awal, inisiasi, sela, dan  respon.  Rangkaian  yang  lengkap  dominan  ditemukan  dalam  acara  marhusip
dan marpudunsaut. Rangkaian ini menjadi  suatu fenomena dalam acara  marhata upacara  adat  perkawinan  Batak  Toba.  Dalam  acara  marunjuk,  penggunaan  sela
Universitas Sumatera Utara
atau  penundaan  hanya  pada  2  topik  marhata.  Respon  yang  diberikan  terhadap inisiasi  terdiri  dari  pola  pasangan  yang  disukai  dan  pola  pasangan  tidak  disukai.
Walaupun  acara  marhata  pada  upacara  adat  perkawinan  Batak  Toba  adalah upacara resmi atau formal, respon yang diberikan terhadap sebuah ujaran inisiasi
tidak keseluruhannya selalu  disukai, khususnya pada situasi  tutur  marhusip  yang dominan  adalah  pola  pasangan  tidak  disukai  60  sedangkan  dalam  acara
marpudunsaut  dan  acara  marunjuk,  pola  pasangan  disukai  yang  lebih  dominan. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Schegloff 1977 yang mengatakan
bahwa penentuan pasangan berdekatan dalam sebuah ujaran tidak keseluruhannya tepat.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  seorang  raja  parhata  juru  bicara  haruslah
orang  yang  pintar  dan  professional  apalagi  ketika  menghadapi  marhata  dalam situasi tutur marhusip sebagai langkah awal pertemuan resmi antara kedua belah
pihak yang dihadiri oleh juru bicara kedua belah pihak. kepandaiannya mengelola mengendalikan  jalannya  acara  marhata  pada  upacara  adat,  baik  skala  kecil,
menengah maupun pesta adat skala besar.
Universitas Sumatera Utara
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan  analisis  dan  pembahasan  sebelumnya,  beberapa  simpulan dikemukakan sebagai berikut.
1.    Dalam  acara  marhata  pada  upacara  adat  perkawinan  Batak  Toba  pengenalan topik-topik baru marhata  direalisasikan dengan 3 tiga bentuk kalimat yaitu
1 kalimat perintah  yang mengandung makna suruhan, nasehat,  dan saran,  2 kalimat  pertanyaan  yang  mengandung  makna  bertanya  dan  tawaran,  dan  3
kalimat  pernyataan  yang  artinya  adalah  menyatakan  informasi  atau konfirmasi. Bentuk perintah yang dominan adalah suruhan, bentuk pertanyaan
yang  dominan  adalah  bertanya,  dan  kalimat    pernyataan  maknanya  dominan pada konfirmasi.  Pengenalan topik baru lebih dominan direalisasikan dengan
kalimat  perintah  pada  acara  marhusip,  kalimat  pernyataan  dalam  situasi marpudunsaut,  dan  juga  dalam  situasi  tutur  marunjuk..    Dilihat  dari  jumlah
topik  percakapan,  dalam  acara  marhusip  dan  marpudunsaut  JBPP  lebih dominan  memprakarsai  pengenalan  topik  percakapan  dan  dalam  acara
marunjuk  JBPL  lebih  dominan  mengenalkan  topik-topik  marhata. Pengenalan  topik  percakapan  upacara  adat  perkawinan  Batak  Toba  dalam
acara marhusip dan marunjuk dominan dilakukan oleh JBPP. Hal ini berkaitan dengan  tempat  dimana  acara  marhata  dilakukan  yaitu  di  tempat  mempelai
pengantin perempuan. Temuan ini memiliki hubungan erat dengan sikap orang Batak  Toba  terhadap  keluarga  pihak  mempelai  perempuan  yang  sangat
Universitas Sumatera Utara