kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok adat penuh. Sama halnya dengan acara paulak une, acara ini telah digabung
pada saat akhir acara marunjuk.
2.4.2 Marhata
Pada hakekatnya marhata selalu terintegrasi dalam upacara adat, dan merupakan bagian dalam setiap upacara adat. Marhata ialah membicarakan serta
mewujudkan tujuan setiap upacara adat dengan menggunakan bahasa tutur parhataan, Pardede, dkk., 1981:7.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap upacara adat akan diakhiri dengan acara „marhata‟.
Dalam upacara perkawinan Batak Toba, acara marhata
‟bicara adat‟ merupakan bagian dari upacara inti yang harus dilakukan.
Acara marhata ialah dialog secara resmi di antara dua pihak yaitu pihak orangtua mempelai wanita dan pihak orangtua mempelai pria yang biasanya
didahului dengan acara makan bersama. Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak, maka acara marhata dapat dimulai.
Marhata dapat dikatakan sebuah percakapan sebab percakapan baru dapat disebut sebagai peristiwa tutur kalau memenuhi delapan komponen atau yang
disingkat dengan SPEAKING yaitu S Setting and Scene, P Participants, E Ends: Porpose and Goal, A Act Sequences, K Key: tone or Spirit of act, I
Instrumentalities, N Norms of Interaction and Interpretation, dan G Genre. Setting waktu dan tempat marhata berlangsung dengan situasi formal di
rumah dan ruangan gedung. Situasi tutur marhusip berlangsung di rumah,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan situasi tutur marpudunsaut dan marunjuk berada di ruangan gedung. Jarak waktu antara situasi tutur marhusip ke marpudunsaut dan marunjuk bervariasi
sesuai dengan kesepakatan waktu keluarga kedua belah pihak. Acara marhusip ke marpudunsaut bisa berjarak satu, dua, atau tiga bulan, sedangkan acara
marpudunsaut ke marunjuk biasanya berjarak dua minggu. Partisipan yang terlibat dalam peristiwa marhata terdiri dari unsur-unsur
DNThula-hula, dongan tubu,dan boru. Keterlibatan partisipan dalam marhata dimulai dari hula-hula, dongan tubu, dan juga boru. Dalam acara marhata selalu
ada dua pihak, yaitu pihak suhut baik dari pihak laki-laki maupun perempuan dengan unsur DNT. Di samping itu, selalu ada juga raja panise raja penanya dan
raja pangalusi raja penjawab. Pelaksanaan acara adat baik di rumah maupun di gedung biasanya dikoordinir oleh Raja Parhata Juru bicara adat yang terdiri dari
raja panise dan juga raja pangalusi. Seorang Raja Parhata yang dipilih oleh barisan semarganya harus memahami hukum adat serta penerapannya, segala
seluk-beluk adat Batak pada umumnya dan adat yang berlaku bagi rumpunnya semarga pada khususnya.
Mengapa disebut sebagai Raja?. Dalam hal ini Raja bukanlah dimaksudkan sebagai penguasa tertinggi pada suatu kerajaan yang biasanya
merupakan warisan turun-temurun, atau orang yang mengepalai dan memerintah suatu bangsa atau negara atau suatu daerah seperti sultan, melainkan hanyalah
karena orang yang disebut “raja” dalam adat –istiadat Batak itu adalah “ pemuka” yang memiliki keistimewaan khusus termasuk kepandaiannya mengelola
mengendalikan jalannya upacara adat, baik skala kecil, menengah maupun pesta
Universitas Sumatera Utara
adat skala besar. Menurut kamus bahasa Batak Toba – Indonesia adalah siboto
uhum siboto adat yang artinya paham mengenai hukum adat serta penerapannya dengan benar.
Dalam masyarakat Batak Toba ada beberapa kelompok atau perorangan yang panggilannya bergelar raja, yaitu :
1. Raja ni dongan tubu pemuka-pemuka dari barisan semarga
2. Raja ni Hula-hula pemuka-pemuka dari barisan marga Hula-hula atau
marga istri. 3.
Raja ni boru para pemuka dari barisan boru yang mengawini saudara perempuan
4. Raja naginokhon para pemuka dari kelompok undangan yang tidak
termasuk di luar DNT. 5.
Raja na roRaja Nijou tamu yang tidak direncanakan datang 6.
Raja panungkun seseorang yang ditugasi bersama orang yang dirajakan untuk menanyakan pihak paranak misalnya dalam pesta perkawinan yang
disebut juga Raja panise. 7.
Raja pangalusi seseorang yang ditugasksan bersama atau dirajakan untuk menjawab atau memberikan penjelasan kepada yang bertanya Raja
panungkun. Berikut ini contoh bahasa tutur marhata antara juru bicara raja panise dan
raja pangalusi dalam upacara adat mangariritmanjalo tandamarhori-hori dinding marhusip .yang dikutip dari Pardede, dkk. 1981
Raja Panise: Ipe nuaeang bere..., porsea do hami dihata ni Ama ni Anu nagkin,
Universitas Sumatera Utara
penanya alai asa umpos rohanami denggan do paboaonmu manang naung sian roham do naeng manopot borunami. Jala asa tangkas botoon
nami laos paboa ma jolo hira ise ma nuaeng na tumubuhon hamu, sian huta dia jala anak paipiga ma ho anak ni lae i?
Terjemahan: Maka sekarang bere… kami percaya akan perkataan Bapak si A
tadi. Agar kami lebih percaya, baiklah kau katakana, apakah memang engkau sungguh-sungguh ingin memperistri anak kami
ini. Agar lebih jelas kami mengetahui, jelaskanlah siapa nama ayahmu, dari kampong mana, dan engkau anak ke berapa.
Pangoro: Ianggo ahu tulang, siahaan dope ahu anak ni damang Ama ni…
sang pria sian huta ………….: 5 do hami marhaha-maranggi. Ia marga ni
dainang pangintubu ima marga… Ba naung parbinoto do nasida diparlangkanghon , jala las roha nasida gabe helamu ahu. Jala pos
ma rohamu ndang adong bogashu manang didia na asing. Terjemahan: Kalau saya, Paman, sayalah anak pertama, anak ayah Ama ni
…..berasal dari kampong ….; kami adalah lima orang bersaudara Ibu kandung saya bermarga … Rencana ini adalah sepengetahuan
mereka dan mereka sangat setuju apabila saya menjadi menantu Paman. Percayalah, saya tidak mempunyai hubungan dengan
perempuan lain.
Berikut ini contoh bahasa tutur marhata antara juru bicara raja panise dan raja pangalusi dalam upacara adat marunjuk .yang dikutip dari Pardede, dkk.
1981
Raja Panise: Olo ba raja ni boru. Ba haroan ni panggabean dohot parhorasondo hape. Ba
sitiptip ma sihompa godang palu-palu na, palu-palu nai to ho tu ogung oloan, manumpak ma Ompunta Debata godang pasu-pasuna, jala pasu-pasuna i
ganup taon marharoan; gabe ma hamu na mangalehon sipanganon i gabe nang hami na manganhon. Bagot na ginjang ma na tubu di robean, gabe na
mala, horas na nilean. Gabe ma hamu na hugabei hami, gabe nang hami na manggabei hamu, horas hita on saluhutna. Ba marangkup do na uli,
mardongan na denggan, ba siangkupna songon na mardalan, sihombarna songon na hundul, ba dipaboa raja ni boru.
Terjemahan :
Universitas Sumatera Utara
Baiklah raja ni boru. Ya, rupanya pesta kegembiraan dan keselamatan. Ya, sitiptip dan sihompa banyak pembunyinya. Pembunyinya itu tepat ke ogung
oloan, mengasihilah
Tuhan Debata
banyaklah berkatnya,
yang memungkinkan kita tiap tahun berpesta. Selamatlah kamu yang menyajikan
makanan dan selamatlah kami yang menikmati. Semoga kamu beroleh gantinya; kami gemuk yang makan. Pohon enau yang tinggi tumbuh di tanah
yang curam; kayalah yang bermurah hati; selamat yang menerima. Selamatlah kamu yang kami selamati; selamat kami yang memberi selamat, selamatlah
kita semua. Berkawan yang baik, berteman yang bagus, ya, iringan bagai orang berjalan, bergandengan bagai orang duduk, hendaknyalah diterangkan
raja ni boru.
Raja Pangalusi: Olo ba raja nami, raja ni hula-hula. Di hata ni panggabean parhorasan
naung nidokmu: Eme sitamba binahen baen boni, ima didok hatanta ima dioloi tondi, jujung ma i disambubu, tuak di abara, amou dohot diampuan,
gabe ma hamuna manggabei hami, ganang hami na ginabeanmu. Sian na manungkun hamu disiangkupna songan na mardalan sihombar songanna
hundul, paboan ma tutu: Ba ompu raja ijolo do martungkot siala gundi adat ni na dijolo diihuthon hita na dipudi, ba na martinopot do anak nami tu
borumu, jadi dibahen na olo do hamu parsijangkit-jangkitan songon si hapor eme. Ba i do dalan rajanami umbahen na ro hami mangusung jual nami , ba
na laho mangalap borumu do hami rajanami umbahen na ro. Baima di alusi raja i.
Terjemahan : Baiklah tuan raja, raja ni hula-hula. Mengenai ucapan kegembiraan dan
keselamatan yang telah disampaikan: Padi sitamba dipilih untuk benih. Apa yang kita katakan semogalah berterima oleh roh, terletak di atas kepala, di
bawa di atas bahu, berterima di haribaan, selamatlah kamu yang memberi selamat kepada kami dan selamat kami yang menerimanya. Menjawab
pertanyaan tentang iringan bagai orang berjalan, berbarengan bagai orang duduk, baiklah kami beritahukan: Ya, nenek raja yang dahulu bertongkat
siala gundi. Adat yang dahulu diikuti orang belakangan, ya anak kami mendatangi putri tuan raja. Kami bersyukur, kami beroleh tempat berlindung.
Kami datang membawa persembahan kami. Jadi, kami datang untuk menjemput putri tua. Demikian kami beritahukan tuan raja.
Universitas Sumatera Utara
Ketika acara marhata pada situasi tutur marhusip dilaksanakan, partisipan yang ikut terlibat dalam marhata terdiri atas juru bicara pihak laki-laki dan juru
bicara pihak perempuan, penatua kampung pihak laki-laki dan penatua kampung pihak perempuan, borumantu, pariban, dongan tubu semarga pihak perempuan,
sedangkan pihak hula-hula tulang dari kedua belah pihak belum hadir dalam acara ini sebab acara marhusip dapat dikatakan acara yang masih belum resmi
sehingga belum perlu dihadiri oleh hula-hula dari kedua belah pihak. Posisi duduk partisipan ketika marhata sedang berlangsung pada situasi tutur marhusip dapat
dilihat dalam bagan berikut :
Penatua Kampung
BoruMantu Dongan Tubu
Semarga BoruMantu
Satu Pengambilan
Pariban Juru Bicara
Penatua Kampung
Orang Tua Pengantin
Laki-laki Dongan Tubu
Semarga Juru
Bicara
Pih ak
La ki
-la ki
Pih ak
Pe re
mp uan
Bagan 2.3 Posisi Duduk Acara Marhata Situasi Tutur Marhusip
Penutur yang terlibat dalam marhata dalam situasi tutur marhusip pihak pengantin perempuan adalah 1 Parsinabung ParboruJuru Bicara Pihak Perempuan JBPP,
2 Dongan Sahuta ParboruPenatua Kampung Pihak Perempuan PKPP, 3 SSPP, 4 Hela Pihak PerempuanMantu Laki-laki Pihak Perempuan MLPP, dan
Universitas Sumatera Utara
5 Kakak Ipar Pihak Perempuan KIPP. Penutur dari pihak pengantin laki-laki terdiri dari 1 Parsinabung Paranak Juru Bicara Pihak Laki-Laki JBPL dan 2
OTPL. Boru „putri‟, dongan tubu „teman semarga‟, dan dongan sahuta „penatua
kampungteman satu STM‟ pihak calon pengantin laki-laki hadir dalam acara marhusip namun tidak ikut marhata
„berbicara adat‟. Hal ini adalah salah satu petunjuk bahwa dalam acara marhusip ini sudah ada negosiasi awal antara orang
tua calon pihak pengantin perempuan dan orang tua calon pihak pengantin laki- laki tentang jumlah mahar yang akan disampaikan kepada pihak perempuan yang
dilaksanakan melalui percakapan tidak resmi sebelum acara marhusip dilaksanakan yang disebut dengan acara marhori-hori dinding.
Penutur yang hadir dalam acara marpudunsaut lebih banyak dari penutur acara marhusip. Hula-hula kedua belah pihak sudah ikut serta dalam
pembicaraan. Penutur dari pihak laki-laki terdiri dari 1 BHN, 2 PMR, 3 PRS, 4 HS, 5 HM, 6 Dongan SahutaPenatua Kampung Pihak Laki-laki PKPL, 7
Tulang Pihak Laki-laki TPL, dan 8 JBPL. Penutur dari pihak pengantin perempuan terdiri dari 1 BHS, 2 POM, 3 APS, 4 AN, 5 HPD, 6 HGT, 7
GGT, 8 PGM, 9 Pamarai, 10 Simolohon, 11 Hela, 12 PRS, 13 Penatua Kampung Pihak Perempua, 14 BS, 15 OTPP, 16 Dongan Tubu DT, dan 17
JBPP. Acara marhata dilaksanakan di gedung, di tempat pihak perempuan. Ketika marhata berlangsung, penutur-penutur tersebut duduk dengan posisi seperti dalam
bagan berikut.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 2.4 Posisi Duduk Marhata Situasi Tutur Marpudunsaut
Peristiwa tutur marhata dalam situasi tutur marunjuk dilaksanakan di Sopo Godang HKBP Jalan Gereja, Pematangsiantar di tempat pihak pengantin laki-laki.
Penutur yang hadir dalam acara marunjuk ini lebih banyak lagi dari penutur acara marpudunsaut. Penutur yang terlibat dalam acara marunjuk dari pihak pengantin
perempuan terdiri atas 1 GS, 2 BHS, 3 HOM, 4 HPD, 5 GGT, 6 HD, PGM,
8 AN, 9 RS, 10 DTSS, 11 JBPP, 12 HHS, 13 OH, 14 DSPPKPP, 15 TPS,
16 DTSS, 17 DTSM, dan 18 JBPP. Penutur dari pihak laki-laki terdiri atas 1 GRM, 2 GRS, 3 RS, 4 Bona BHN, 3 PMR, 4 PRS, 5 HS, 6 HM, 7 PKPL,
8 TPL, dan 9 JBPL. Posisi duduk penutur-penutur tersebut digambarkan seperti dalam bagan berikut.
Bagan 2.5 Posisi Duduk Marhata Situasi Tutur Marunjuk
Pihak Laki-laki
Dongan Tubu TulangHula-hula
BoruPariban Hela
Penatua Kampung
Penatua Kampung
TulangHula-hula Pihak
Perempuan Dongan Tubu
BoruHela Pariban
Pihak Laki-laki
Dongan Tubu TulangHula-hula
BoruPariban Hela
Penatua Kampung
Penatua Kampung
TulangHula-hula Pihak
Perempuan Dongan Tubu
BoruHela Pariban
Universitas Sumatera Utara
Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur marhata yang terjadi di rumah maupun di gedung bermaksud untuk mencapai suatu tujuan.
Peristiwa tutur marhata situasi tutur marhusip bermaksud untuk mengkonfirmasi keseriusan hubungan antara calon mempelai pengantin perempuan dan calon
pengantin laki-laki dan penentuan jumlah mahar yang akan diterima pihak calon pengantin perempuan.
Act sequence mengacu pada bentuk ujaran bagaimana ujaran itu disampaikan dan isi ujaran. Bentuk ujaran yang digunakan dalam percakapan
Bahasa Batak Toba sehari-hari berbeda dengan bentuk ujaran dalam acara pesta. Begitu juga dengan isi topik yang dibicarakan.
Key mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan; dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong,
dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada
kode ujaran seperti bahasa, dialek ragam atau register. Norm of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan
dalam berinteraksi dan norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicar. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya
Genre adalah suatu kategori komunikasi yang dapat berupa puisi, umpama, doa, lelucon, ungkapan, iklan, dan sebagainya. Status sosial partisipan
sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Tipe-tipe tuturan yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk berkomunikasi, aktivitas minimal dimediasi oleh tiga genre,
yaitu percakapan dalam ruang indoor conversation, percakapan luar ruang
outdoor conversation, dan percakapan melalui media conversation by media. Corak bahasa yang digunakan dalam marhata adalah bahasa tutur parhataan yang
berbeda dengan corak pemakaian bahasa Batak Toba di luar upacara adat. Pemakaian tersebut termasuk di dalamnya penggunaan umpama dan umpasa yang
merupakan ciri khas dalam marhata pada upacara adat Batak Toba. Penggunaan umpama dan umpasa merupakan salah satu ciri-ciri bahasa
tutur parhataan adat Batak Toba karena penggunaan umpama dan umpasa
merupakan salah satu ciri khas yang membuat acara menjadi khusus dalam acara marhata
„bicara adat‟. Apakah seorang parhata haruslah orang yang benar-benar bisa
menggunakan umpama dan umpasa? Sihombing 1997:15 mengatakan bahwa
orang Batak sangat penting sekali mengetahui umpama dan umpasa, khususnya berbahasa tutur dalam acara adat agar apa yang akan disampaikan itu dapat lebih
meresap diterima oleh pendengar. Apabila hendak menasehati seseorang, umpasa sangat baik disampaikan dan akan lebih berkesan lagi dan efektif apabila
dibarengi dengan umpama. Keindahan untaian kata bahasa pantun atau umpasa tidak hanya menambah indahnya rangkaian kata-kata tetapi juga pesan yang
hendak disampaikan. Penggunaan umpama dan umpasa merupakan keharusan dalam bahasa
tutur parhataan pada setiap upacara adat Batak Toba karena hal ini merupakan ciri khas dalam bahasa tutur adat Batak Toba. Oleh karena itu tanpa kehadiran
Universitas Sumatera Utara
umpama dan umpasa, acara kegiatan adat bagi masyarakat Batak Toba khususnya dan masyarakat Batak umumnya akan terasa tidak seperti bahasa tutur acara adat.
Umpama dan umpasa merupakan dua istilah yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, umpama
dapat disamakan dengan „pepatah‟, sedangkan umpasa adalah sama dengan „pantun‟. Umpasa terdiri dari dua baris maupun empat baris. Bila
umpasa terdiri dari dua baris, baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi dan jika umpasa terdiri dari empat baris, baris pertama dan kedua
merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi. Umpama bersifat statis sedangkan umpasa sifatnya dinamis. Sihombing
1997:18 mengatakan bahwa umpama tidak dapat diubah bentuknya, misalnya : “Tedek songon indahan di balanga”, tidak dapat diganti seperti misalnya, “Tedek
songon juhut di balanga.”, sedangkan umpasa dapat diubah sesuai dengan jenis upacara adatnya.
Berikut ini contoh umpasa pada acara adat marhata sinamot Pardede, 1981:71-72 .
Sahat-sahat ni solu ma „Sesampai sampan‟
Sahat tu bontean „Sampai ke pelabuhan
Nunga sahat ro raja ni pamoruonta
„Penghormatan
adat sudah disampaikan
boru‟
Sai sahat ma hita on saluhutna gabean „Semoga kita semuanya selamat-selamat‟ Solu adalah perahu kecil atau sampan. Bontean
berarti „pelabuhan, tempat sampan-
sampan berlabuh‟. Dengan naik sampan kita dapat bepergian dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain.
Universitas Sumatera Utara
Panggabean berasal dari kata dasar gabe artinya „sejahtera dan bahagia‟.
Kebanyakan orang Batak Toba menurut pikiran yang diwariskan para nenek moyang, ialah berumur panjang, mudah mendapat rejeki, beroleh keturunan anak
laki-laki dan anak perempuan; lebih sempurna lagi kalau bercucu, bercicit, bahkan berbuyut. Untuk memperoleh kebahagiaan itu diwajibkan setiap orang berbuat
kebajikan terhadap orang tua, antara hula-hula dengan boru, dan sesama dongan tubu. Cara-cara penghormatan seperti dimaksud ini dapat dianggap merupakan
sarana untuk memperoleh sarana untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan, ibarat sarana solu untuk dapat menyinggahi bontean.
Berikut ini contoh umpasa pada acara adat marunjuk Pardede, 1981:80- 81 .
Purba ma tondong ni angkola „Timur berlawanan arah dengan angkola‟
Simonang-monang di julu ni tapian „Pemenang di udik sungai‟
Saut maduma ma hita jala mamora „Jadilah kita kaya dan makmur‟
Sai monang ma hita ditahi-tahian „Selalu menang dalam rencana‟
Purba timur selalu merupakan tempat matahari bercahaya pada waktu pagi. Udik atau hulu sungai dianggap tempat pemenang sebab tempat permulaan
banjir. Keadaan ini telah merupakan sesuatu ketetapan. Ketetapan ini dijadikan sebagai perbandingan dengan penghargaan semoga masing-masing yang hadir
tetap makmur dan kaya, serta menjadi pemenang pada setiap rencana yang dibuat. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa upacara adat dihadiri oleh unsur
DNT Hula-hula, Boru, Dongan Sabutuha serta unsur lainnya, yang masing-
Universitas Sumatera Utara
masing ikut berpartisipasi aktif dalam upacara tersebut. Corak bahasa tutur parhataan yang dipakai juga akan berbeda khususnya dalam pemakaian umpasa.
Berikut ini jenis umpasa yang diucapkan oleh hula-hula: Bintang na rumiris
„Bintang yang berarak‟ Ombun na sumorop
„Embun yang mencercah‟ Anak pe riris
„Putera banyak‟ Boru pe torop
„Puteripun banyak Umpasa
tersebut mengandung arti „semoga keturunan kalian sebanyak bintang dan embun di langit‟.
Berikut ini jenis umpasa yang diucapkan oleh boru : Eme sitamba ma
Binahen gabe boni, Ima didok hatanta sahat ma i dioloi tondi, jujunma i disimanjujung nami,
Tuak di abara nami, ampu dohot di ampuan nami gabe nang hami na ginabeanmu
Umpasa tersebut mengandung arti semoga berkat yang kita katakan diterima oleh badan, banyak keturunan, kaya dan panjang umur kami semuanya.
Seorang pembicara sering menyesuaikan kedudukan dan fungsinya di dalam peristiwa adat sehingga perlu membuat variasi penggunaan umpasa sesuai
dengan tujuan pembicaraan. Berikut ini contoh umpasa umum yang dapat dikatakan oleh siapapun.
Nunga sampulu pitu lili di tanganhu Pasampulu ualuhon jugianami
Universitas Sumatera Utara
Nunga uli nipi nami Adong hamu pangalu-aluan nami
Menurut Pardede, dkk. 1981:90-91, penggunaan umpasa itu masih sangat umum. Kalau pihak hula-hula memakainya, akan dibuat variasinya sebagai
berikut : Nunga sampulu pitu lili di tanganhu
Pasampulu ualuhon jugianami Nunga uli nipi nami
Adong hamu pangalu-aluanhu Ba pagodang hamu ma sinamotmuna
Kemudian, kalau pihak boru menggunakan umpasa tersebut, maka dapat dibuat variasinya seperti berikut :
Nunga sampulu pitu lili di tanganhu Pasampulu ualuhon jugianami
Nunga uli nipi nami rajanami
Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat seperti yang disebutkan di atas. Berdasarkan kriteria
tersebut di atas acara marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba termasuk suatu peristiwa tutur sebab seluruh komponen SPEAKING seperti yang dijelaskan
di atas dicakup dalam acara marhata. Sehingga dengan demikian pemahaman marhata dimaknai sama dengan percakapan
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian kerangka pikir di atas yang membahas peristiwa tutur marhata dalam 3 situasi tutur upacara adat perkawinan Batak Toba marhusip,
marpudunsuat, dan marunjuk dalam kaitannya dengan pengenalan topik-topik marhata, pola gilir bicara marhata, dan pola pasangan berdekatan marhata
dengan mengaplikasikan teori pengenalan topik marhata oleh Sibarani 1997, yang menggunakan pendekatan analisis percakapan untuk menemukan pola gilir
bicara dan pasangan berdekatan oleh Sacks, dkk 1974 dalam perspektif pragmatik dengan model analisis oleh Yule 1996, maka konstruk analisis yang
digunakan dalam penelitian yang berjudul Marhata Dalam Upcara Adat Perkawinan Batak Toba diringkas dan digambarkan dalam bagan berikut.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 2.6 Konstruk Analisis
Marhata
Upacara Adat Perkawinan Batak Toba
Marhusip Marunjuk
Marpudunsaut
Pengenalan Topik Marhata
Sibarani, 1997 Pengenalan
Topik Marhata Sibarani, 1997
Pengenalan Topik Marhata
Sibarani, 1997
Pola Gilir Bicara Sacks, 1964-1975,
Yule, 1996
Komponen Konstruksi Gilir Bicara
Komponen Alokasi Gilir Bicara
Pola Pasangan Berdekatan Sacks, 1964-1975,
Yule, 1996 Penyelesaian unit
dalam komponen kata, frasa, klausa
dan kalimat
Pasangan Respon yang DisukaiBerdekatan
Pasangan Respon yang tidak Disenangi Tidak Berdekatan
1. Penutur Merujuk Penutur Berikutnya 2. Penutur Berikutnya Melanjutkan
Tanpa Rujukan 3.Penutur Sebelumnya Melanjutkan
Tanpa Rujukan
Makan Bersama
Menerima kedatangan
suhut Penyerahan tudu-tudu ni
sipanganon dengke Tanda Makanan adat
Membagi Tanda
Makanan Adat
Menerima Sumbangan
Tanda Kasih
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif yang bersifat induktif, yaitu data yang digunakan murni dan
alamiah dengan melihat pola-pola yang ada pada percakapan acara marhata perkawinan Batak Toba, sehingga diperoleh hasil penelitian yang menjelaskan
kenyataan yang sebenarnya. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menemukan makna dan struktur atau pola marhata upacara perkawinan Batak Toba
Menurut Berg 1989:2, penelitian deskriptif mengacu kepada makna, konsep, definisi, ciri-ciri bahasa, metafor, simbol dan deskripsi sesuatu hal.
Penelitian deskriptif
merupakan penelitian
yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala sosial yang ada, yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Oleh karena itu, metode ini diharapkan memberikan analisis secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena dalam data yang akhirnya menunjukkan gambaran yang ilmiah tentang hasil penelitian itu. Dalam
penelitian ini fenomena-fenomena penggunaan bahasa yang muncul dalam acara marhata pada acara adat perkawinan Batak Toba dideskripsikan. Fenomena yang
menjadi fokus penelitian ini adalah topik percakapan dan struktur percakapan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan analisis
percakapan yang dipelopori oleh Sack, Schegloff, and Jefferson 1974.
Universitas Sumatera Utara