kunjungan  maningkir  tangga  ini  maka  selesailah  rangkaian  pernikahan  adat  na gok adat penuh. Sama halnya dengan acara paulak une,  acara ini telah digabung
pada saat akhir acara marunjuk.
2.4.2 Marhata
Pada  hakekatnya  marhata  selalu  terintegrasi  dalam  upacara  adat,  dan merupakan bagian dalam setiap upacara adat. Marhata ialah membicarakan serta
mewujudkan  tujuan  setiap  upacara  adat  dengan  menggunakan  bahasa  tutur parhataan,  Pardede,  dkk.,  1981:7.
Sebagaimana  diketahui  bahwa  dalam  setiap upacara  adat  akan  diakhiri  dengan  acara  „marhata‟.
Dalam  upacara  perkawinan Batak Toba, acara marhata
‟bicara adat‟ merupakan bagian dari upacara inti yang harus dilakukan.
Acara  marhata  ialah  dialog  secara  resmi  di  antara  dua  pihak  yaitu  pihak orangtua  mempelai  wanita  dan  pihak  orangtua  mempelai  pria  yang  biasanya
didahului  dengan  acara  makan  bersama.  Setelah  ada  kesepakatan  kedua  belah pihak, maka acara marhata dapat dimulai.
Marhata  dapat  dikatakan  sebuah  percakapan  sebab  percakapan  baru  dapat disebut  sebagai  peristiwa  tutur  kalau  memenuhi  delapan  komponen  atau  yang
disingkat  dengan  SPEAKING  yaitu  S  Setting  and  Scene,  P  Participants,  E Ends:  Porpose  and  Goal,  A  Act  Sequences,  K  Key:  tone  or  Spirit  of  act,  I
Instrumentalities, N Norms of Interaction and Interpretation, dan G Genre. Setting waktu dan tempat  marhata berlangsung dengan situasi formal di
rumah  dan  ruangan  gedung.  Situasi  tutur  marhusip  berlangsung  di  rumah,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan  situasi  tutur  marpudunsaut  dan  marunjuk  berada  di  ruangan  gedung. Jarak waktu antara situasi tutur marhusip ke marpudunsaut dan marunjuk bervariasi
sesuai dengan kesepakatan waktu keluarga kedua  belah pihak. Acara  marhusip  ke marpudunsaut  bisa  berjarak  satu,  dua,  atau  tiga  bulan,  sedangkan  acara
marpudunsaut ke marunjuk biasanya berjarak dua minggu. Partisipan  yang  terlibat  dalam  peristiwa  marhata  terdiri  dari  unsur-unsur
DNThula-hula,  dongan  tubu,dan  boru.  Keterlibatan  partisipan  dalam  marhata dimulai dari  hula-hula, dongan tubu,  dan juga boru. Dalam  acara  marhata  selalu
ada  dua  pihak,  yaitu  pihak  suhut  baik  dari  pihak    laki-laki  maupun  perempuan dengan unsur DNT. Di samping itu, selalu ada juga raja panise raja penanya dan
raja pangalusi raja penjawab. Pelaksanaan acara adat baik di rumah maupun di gedung biasanya dikoordinir oleh Raja Parhata Juru bicara adat yang terdiri dari
raja  panise  dan  juga  raja  pangalusi.  Seorang  Raja  Parhata  yang  dipilih  oleh barisan  semarganya  harus  memahami   hukum  adat  serta  penerapannya,  segala
seluk-beluk  adat  Batak  pada  umumnya  dan  adat  yang  berlaku  bagi  rumpunnya semarga pada khususnya.
Mengapa  disebut  sebagai  Raja?.  Dalam  hal  ini  Raja  bukanlah dimaksudkan  sebagai  penguasa  tertinggi  pada  suatu  kerajaan  yang  biasanya
merupakan  warisan  turun-temurun,  atau  orang  yang  mengepalai  dan  memerintah suatu  bangsa  atau  negara  atau  suatu  daerah  seperti  sultan,  melainkan  hanyalah
karena orang yang disebut “raja” dalam adat –istiadat Batak itu adalah “ pemuka” yang  memiliki  keistimewaan  khusus  termasuk  kepandaiannya  mengelola
mengendalikan  jalannya  upacara  adat,  baik  skala  kecil,  menengah  maupun  pesta
Universitas Sumatera Utara
adat  skala  besar.  Menurut  kamus  bahasa  Batak  Toba –  Indonesia  adalah  siboto
uhum siboto adat  yang artinya paham mengenai  hukum adat serta penerapannya dengan benar.
Dalam  masyarakat  Batak  Toba  ada  beberapa  kelompok  atau  perorangan yang  panggilannya bergelar raja, yaitu :
1. Raja ni dongan tubu  pemuka-pemuka dari barisan semarga
2. Raja  ni  Hula-hula  pemuka-pemuka  dari  barisan  marga  Hula-hula  atau
marga istri. 3.
Raja  ni  boru  para  pemuka  dari  barisan  boru  yang  mengawini  saudara perempuan
4. Raja  naginokhon  para  pemuka  dari  kelompok  undangan  yang  tidak
termasuk di luar DNT. 5.
Raja na roRaja Nijou  tamu yang tidak direncanakan datang 6.
Raja panungkun seseorang yang ditugasi bersama orang yang dirajakan untuk menanyakan pihak paranak misalnya dalam pesta perkawinan  yang
disebut juga  Raja panise. 7.
Raja pangalusi seseorang yang ditugasksan bersama atau dirajakan untuk menjawab  atau  memberikan  penjelasan  kepada  yang  bertanya  Raja
panungkun. Berikut ini contoh bahasa tutur marhata antara juru bicara raja panise dan
raja  pangalusi  dalam  upacara  adat  mangariritmanjalo  tandamarhori-hori dinding marhusip .yang dikutip dari Pardede, dkk. 1981
Raja Panise:   Ipe nuaeang bere..., porsea do hami dihata ni Ama ni Anu nagkin,
Universitas Sumatera Utara
penanya      alai asa   umpos rohanami denggan do paboaonmu manang naung sian roham do naeng manopot borunami. Jala asa tangkas botoon
nami laos paboa  ma jolo hira ise ma nuaeng na tumubuhon hamu, sian huta dia jala anak paipiga ma ho anak ni lae i?
Terjemahan:      Maka  sekarang bere…  kami  percaya  akan  perkataan  Bapak  si  A
tadi.  Agar  kami  lebih  percaya,  baiklah  kau  katakana,  apakah memang  engkau  sungguh-sungguh  ingin  memperistri  anak  kami
ini.  Agar  lebih  jelas  kami  mengetahui,  jelaskanlah  siapa  nama ayahmu, dari kampong mana, dan engkau anak ke berapa.
Pangoro: Ianggo   ahu tulang, siahaan  dope ahu anak ni damang Ama ni…
sang pria sian huta ………….: 5 do hami marhaha-maranggi. Ia marga ni
dainang pangintubu ima marga… Ba naung parbinoto do nasida diparlangkanghon , jala las roha nasida gabe helamu ahu. Jala pos
ma rohamu ndang adong bogashu manang didia na asing. Terjemahan:   Kalau  saya,  Paman,  sayalah  anak  pertama,  anak  ayah  Ama  ni
…..berasal dari kampong ….; kami adalah lima orang bersaudara Ibu kandung saya bermarga … Rencana ini adalah sepengetahuan
mereka  dan  mereka  sangat  setuju  apabila  saya  menjadi  menantu Paman.  Percayalah,  saya  tidak  mempunyai  hubungan  dengan
perempuan lain.
Berikut ini contoh bahasa tutur marhata antara juru bicara raja panise dan raja  pangalusi  dalam  upacara  adat  marunjuk  .yang  dikutip  dari  Pardede,  dkk.
1981
Raja Panise: Olo ba raja ni boru. Ba haroan ni panggabean dohot parhorasondo hape. Ba
sitiptip ma sihompa godang palu-palu na, palu-palu nai to ho tu ogung oloan, manumpak  ma  Ompunta  Debata  godang  pasu-pasuna,  jala  pasu-pasuna  i
ganup  taon  marharoan;  gabe  ma  hamu  na  mangalehon  sipanganon  i  gabe nang hami na manganhon. Bagot na ginjang ma na tubu di robean, gabe na
mala, horas na nilean. Gabe ma hamu na hugabei hami, gabe nang hami na manggabei  hamu,  horas  hita  on  saluhutna.  Ba  marangkup  do  na  uli,
mardongan  na  denggan,  ba  siangkupna  songon  na  mardalan,  sihombarna songon na hundul, ba dipaboa raja ni boru.
Terjemahan :
Universitas Sumatera Utara
Baiklah  raja  ni  boru.  Ya,  rupanya  pesta  kegembiraan  dan  keselamatan.  Ya, sitiptip  dan  sihompa  banyak  pembunyinya.  Pembunyinya  itu  tepat  ke  ogung
oloan, mengasihilah
Tuhan Debata
banyaklah berkatnya,
yang memungkinkan  kita  tiap  tahun  berpesta.  Selamatlah  kamu  yang  menyajikan
makanan  dan  selamatlah  kami  yang  menikmati.  Semoga  kamu  beroleh gantinya; kami gemuk  yang makan. Pohon enau yang tinggi tumbuh di tanah
yang curam; kayalah yang bermurah hati; selamat yang menerima. Selamatlah kamu  yang  kami  selamati;  selamat  kami  yang  memberi  selamat,  selamatlah
kita  semua.  Berkawan  yang  baik,  berteman  yang  bagus,  ya,  iringan  bagai orang  berjalan,  bergandengan  bagai  orang  duduk,  hendaknyalah  diterangkan
raja ni boru.
Raja Pangalusi: Olo  ba  raja  nami,  raja  ni  hula-hula.  Di  hata  ni  panggabean  parhorasan
naung  nidokmu:  Eme  sitamba  binahen  baen  boni,  ima  didok  hatanta  ima dioloi  tondi,  jujung  ma  i  disambubu,  tuak  di  abara,  amou  dohot  diampuan,
gabe  ma  hamuna  manggabei  hami,  ganang  hami  na  ginabeanmu.  Sian  na manungkun  hamu  disiangkupna  songan  na  mardalan  sihombar  songanna
hundul, paboan ma tutu: Ba ompu raja ijolo do martungkot siala gundi adat ni  na  dijolo  diihuthon  hita  na  dipudi,  ba  na  martinopot  do  anak  nami  tu
borumu, jadi dibahen na olo do hamu parsijangkit-jangkitan songon si hapor eme. Ba i do dalan rajanami umbahen na ro hami mangusung jual nami , ba
na laho mangalap borumu do hami rajanami umbahen na ro. Baima di alusi raja i.
Terjemahan : Baiklah  tuan  raja,  raja  ni  hula-hula.  Mengenai  ucapan  kegembiraan  dan
keselamatan  yang  telah  disampaikan:  Padi  sitamba  dipilih  untuk  benih.  Apa yang  kita  katakan  semogalah  berterima  oleh  roh,  terletak  di  atas  kepala,  di
bawa  di  atas  bahu,  berterima  di  haribaan,  selamatlah  kamu  yang  memberi selamat  kepada  kami  dan  selamat  kami  yang  menerimanya.  Menjawab
pertanyaan  tentang  iringan  bagai  orang  berjalan,  berbarengan  bagai  orang duduk,  baiklah  kami  beritahukan:  Ya,  nenek  raja  yang  dahulu  bertongkat
siala  gundi.  Adat  yang  dahulu  diikuti  orang  belakangan,  ya  anak  kami mendatangi putri tuan raja. Kami bersyukur, kami beroleh tempat berlindung.
Kami  datang  membawa  persembahan  kami.  Jadi,  kami  datang  untuk menjemput putri tua. Demikian kami beritahukan tuan raja.
Universitas Sumatera Utara
Ketika  acara  marhata  pada  situasi  tutur  marhusip  dilaksanakan,  partisipan yang  ikut  terlibat  dalam  marhata  terdiri  atas  juru  bicara  pihak  laki-laki  dan  juru
bicara  pihak  perempuan,  penatua  kampung  pihak  laki-laki  dan  penatua  kampung pihak  perempuan, borumantu, pariban, dongan tubu semarga pihak perempuan,
sedangkan  pihak  hula-hula  tulang  dari  kedua  belah  pihak  belum  hadir  dalam acara  ini  sebab  acara  marhusip  dapat  dikatakan  acara  yang  masih  belum  resmi
sehingga belum perlu dihadiri oleh  hula-hula dari kedua belah pihak.  Posisi duduk partisipan  ketika  marhata  sedang  berlangsung  pada  situasi  tutur  marhusip    dapat
dilihat dalam bagan berikut :
Penatua Kampung
BoruMantu Dongan Tubu
Semarga BoruMantu
Satu Pengambilan
Pariban Juru Bicara
Penatua Kampung
Orang Tua Pengantin
Laki-laki Dongan Tubu
Semarga Juru
Bicara
Pih ak
La ki
-la ki
Pih ak
Pe re
mp uan
Bagan 2.3 Posisi Duduk Acara Marhata Situasi Tutur Marhusip
Penutur yang terlibat dalam marhata dalam situasi tutur marhusip pihak pengantin perempuan adalah 1 Parsinabung ParboruJuru Bicara Pihak Perempuan JBPP,
2  Dongan  Sahuta  ParboruPenatua  Kampung  Pihak  Perempuan  PKPP,  3 SSPP, 4 Hela Pihak PerempuanMantu Laki-laki Pihak Perempuan MLPP,  dan
Universitas Sumatera Utara
5  Kakak  Ipar  Pihak  Perempuan  KIPP.  Penutur  dari  pihak  pengantin  laki-laki terdiri  dari  1  Parsinabung  Paranak  Juru  Bicara  Pihak  Laki-Laki  JBPL  dan  2
OTPL.  Boru „putri‟, dongan tubu „teman semarga‟, dan dongan sahuta „penatua
kampungteman  satu  STM‟  pihak  calon  pengantin  laki-laki  hadir  dalam  acara marhusip  namun  tidak  ikut  marhata
„berbicara  adat‟.  Hal  ini  adalah  salah  satu petunjuk bahwa dalam acara marhusip ini sudah ada negosiasi awal  antara orang
tua  calon  pihak  pengantin  perempuan  dan  orang  tua  calon  pihak  pengantin  laki- laki tentang jumlah mahar yang akan disampaikan kepada pihak perempuan yang
dilaksanakan  melalui  percakapan  tidak  resmi  sebelum  acara  marhusip dilaksanakan yang disebut dengan acara marhori-hori dinding.
Penutur yang hadir dalam acara marpudunsaut  lebih banyak dari penutur acara  marhusip.  Hula-hula  kedua  belah  pihak  sudah  ikut  serta  dalam
pembicaraan. Penutur dari pihak laki-laki terdiri dari 1 BHN, 2 PMR, 3 PRS, 4 HS,  5  HM,    6  Dongan  SahutaPenatua  Kampung  Pihak  Laki-laki  PKPL,  7
Tulang  Pihak  Laki-laki  TPL,  dan  8  JBPL.  Penutur  dari  pihak  pengantin perempuan  terdiri  dari  1  BHS,  2  POM,  3  APS,  4  AN,  5  HPD,  6  HGT,  7
GGT,  8  PGM,  9  Pamarai,  10  Simolohon,  11  Hela,    12  PRS,  13  Penatua Kampung  Pihak Perempua, 14  BS, 15  OTPP, 16 Dongan Tubu DT,  dan 17
JBPP. Acara marhata dilaksanakan di gedung, di tempat pihak perempuan. Ketika marhata berlangsung, penutur-penutur tersebut duduk dengan posisi seperti dalam
bagan berikut.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 2.4 Posisi Duduk Marhata Situasi Tutur Marpudunsaut
Peristiwa  tutur  marhata  dalam  situasi  tutur  marunjuk  dilaksanakan  di  Sopo Godang HKBP Jalan Gereja, Pematangsiantar di tempat pihak pengantin laki-laki.
Penutur yang hadir dalam acara marunjuk ini lebih banyak lagi dari penutur acara marpudunsaut. Penutur yang terlibat dalam acara  marunjuk dari pihak pengantin
perempuan terdiri atas 1 GS, 2 BHS, 3 HOM, 4 HPD, 5  GGT, 6 HD, PGM,
8 AN, 9 RS,  10 DTSS,  11 JBPP, 12 HHS, 13 OH, 14 DSPPKPP, 15 TPS,
16 DTSS, 17 DTSM,  dan 18 JBPP.  Penutur dari pihak laki-laki terdiri atas 1 GRM, 2 GRS, 3 RS, 4  Bona BHN, 3 PMR, 4 PRS, 5 HS, 6 HM,  7 PKPL,
8 TPL, dan 9 JBPL. Posisi duduk penutur-penutur tersebut digambarkan seperti dalam bagan berikut.
Bagan 2.5 Posisi Duduk Marhata Situasi Tutur Marunjuk
Pihak Laki-laki
Dongan Tubu TulangHula-hula
BoruPariban Hela
Penatua Kampung
Penatua Kampung
TulangHula-hula Pihak
Perempuan Dongan Tubu
BoruHela Pariban
Pihak Laki-laki
Dongan Tubu TulangHula-hula
BoruPariban Hela
Penatua Kampung
Penatua Kampung
TulangHula-hula Pihak
Perempuan Dongan Tubu
BoruHela Pariban
Universitas Sumatera Utara
Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.  Peristiwa tutur marhata yang terjadi di rumah maupun di gedung bermaksud untuk mencapai suatu tujuan.
Peristiwa  tutur  marhata  situasi  tutur  marhusip  bermaksud  untuk  mengkonfirmasi keseriusan  hubungan  antara  calon  mempelai  pengantin  perempuan  dan  calon
pengantin  laki-laki  dan  penentuan  jumlah  mahar  yang  akan  diterima  pihak  calon pengantin perempuan.
Act  sequence  mengacu  pada  bentuk  ujaran  bagaimana  ujaran  itu disampaikan  dan  isi  ujaran.  Bentuk  ujaran  yang  digunakan  dalam  percakapan
Bahasa  Batak  Toba  sehari-hari  berbeda  dengan  bentuk  ujaran  dalam  acara  pesta. Begitu juga dengan isi topik yang dibicarakan.
Key  mengacu  pada  nada,  cara  dan  semangat  di  mana  suatu  pesan disampaikan; dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong,
dengan  mengejek,  dan  sebagainya.  Hal  ini  dapat  ditunjukkan  dengan  gerak  tubuh dan isyarat.
Instrumentalities  mengacu  pada  jalur  bahasa  yang  digunakan  seperti  jalur lisan, tertulis,  melalui telegraf atau telepon.  Instrumentalities  juga mengacu pada
kode ujaran seperti bahasa, dialek ragam atau register. Norm  of  interaction  and  interpretation  mengacu  pada  norma  atau  aturan
dalam  berinteraksi  dan  norma  penafsiran  terhadap  ujaran  dari  lawan  bicar. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya
Genre  adalah  suatu  kategori  komunikasi  yang  dapat  berupa  puisi, umpama,  doa,  lelucon,  ungkapan,  iklan,  dan  sebagainya.  Status  sosial  partisipan
sangat  menentukan  ragam  bahasa  yang  digunakan.  Tipe-tipe  tuturan  yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan  untuk  berkomunikasi,  aktivitas  minimal  dimediasi  oleh  tiga  genre,
yaitu  percakapan  dalam  ruang  indoor  conversation,  percakapan  luar  ruang
outdoor conversation, dan percakapan melalui media conversation by media. Corak bahasa yang digunakan dalam marhata adalah bahasa tutur parhataan yang
berbeda  dengan  corak  pemakaian  bahasa  Batak  Toba  di  luar  upacara  adat. Pemakaian tersebut termasuk di dalamnya penggunaan umpama dan umpasa yang
merupakan ciri khas dalam marhata pada upacara adat Batak Toba. Penggunaan  umpama  dan  umpasa  merupakan  salah  satu  ciri-ciri  bahasa
tutur  parhataan  adat  Batak  Toba  karena  penggunaan  umpama  dan  umpasa
merupakan salah satu  ciri khas yang membuat acara menjadi khusus dalam acara marhata
„bicara adat‟. Apakah  seorang  parhata  haruslah  orang  yang  benar-benar  bisa
menggunakan  umpama  dan  umpasa?  Sihombing  1997:15  mengatakan  bahwa
orang  Batak  sangat  penting  sekali  mengetahui  umpama  dan  umpasa,  khususnya berbahasa tutur dalam acara adat  agar apa yang akan disampaikan itu dapat lebih
meresap diterima oleh pendengar. Apabila hendak menasehati seseorang, umpasa sangat  baik  disampaikan  dan  akan  lebih  berkesan  lagi  dan  efektif  apabila
dibarengi  dengan  umpama.  Keindahan  untaian  kata  bahasa  pantun  atau  umpasa tidak  hanya  menambah  indahnya  rangkaian  kata-kata  tetapi  juga  pesan  yang
hendak disampaikan. Penggunaan  umpama  dan  umpasa  merupakan  keharusan  dalam  bahasa
tutur  parhataan  pada  setiap  upacara  adat  Batak  Toba  karena  hal  ini  merupakan ciri  khas  dalam  bahasa  tutur  adat  Batak  Toba.  Oleh  karena  itu  tanpa  kehadiran
Universitas Sumatera Utara
umpama dan umpasa,  acara kegiatan adat bagi masyarakat Batak Toba khususnya dan masyarakat Batak umumnya akan terasa tidak seperti bahasa tutur acara adat.
Umpama dan umpasa merupakan dua istilah yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, umpama
dapat disamakan dengan „pepatah‟, sedangkan umpasa adalah sama dengan „pantun‟.  Umpasa terdiri dari dua baris maupun empat baris. Bila
umpasa terdiri dari dua baris, baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi dan jika umpasa terdiri dari empat baris, baris pertama dan kedua
merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi. Umpama  bersifat  statis  sedangkan  umpasa  sifatnya  dinamis.  Sihombing
1997:18 mengatakan bahwa  umpama tidak dapat  diubah bentuknya, misalnya : “Tedek songon indahan di balanga”, tidak dapat diganti seperti misalnya, “Tedek
songon juhut di balanga.”, sedangkan umpasa dapat diubah sesuai dengan jenis upacara adatnya.
Berikut  ini  contoh  umpasa  pada  acara  adat  marhata  sinamot  Pardede, 1981:71-72 .
Sahat-sahat ni solu ma „Sesampai sampan‟
Sahat tu bontean „Sampai ke pelabuhan
Nunga sahat ro raja ni pamoruonta
„Penghormatan
adat sudah disampaikan
boru‟
Sai sahat ma hita on saluhutna gabean „Semoga kita semuanya selamat-selamat‟ Solu adalah perahu kecil atau sampan. Bontean
berarti „pelabuhan,  tempat sampan-
sampan  berlabuh‟.  Dengan  naik  sampan  kita  dapat  bepergian  dari  satu pelabuhan ke pelabuhan lain.
Universitas Sumatera Utara
Panggabean berasal dari kata dasar  gabe artinya „sejahtera dan bahagia‟.
Kebanyakan  orang  Batak  Toba  menurut  pikiran  yang  diwariskan  para  nenek moyang, ialah berumur panjang, mudah mendapat rejeki, beroleh keturunan anak
laki-laki dan anak perempuan; lebih sempurna lagi kalau bercucu, bercicit, bahkan berbuyut.  Untuk  memperoleh  kebahagiaan  itu  diwajibkan  setiap  orang  berbuat
kebajikan terhadap orang tua, antara hula-hula dengan boru, dan sesama dongan tubu.  Cara-cara  penghormatan  seperti  dimaksud  ini  dapat  dianggap  merupakan
sarana  untuk  memperoleh  sarana  untuk  memperoleh  kebahagiaan  dan kesejahteraan, ibarat sarana solu untuk dapat menyinggahi bontean.
Berikut  ini  contoh  umpasa  pada  acara  adat  marunjuk  Pardede,  1981:80- 81 .
Purba ma tondong ni angkola „Timur berlawanan arah dengan angkola‟
Simonang-monang di julu ni tapian „Pemenang di udik sungai‟
Saut maduma ma hita jala mamora „Jadilah kita kaya dan makmur‟
Sai monang ma hita ditahi-tahian „Selalu menang dalam rencana‟
Purba  timur  selalu  merupakan  tempat  matahari  bercahaya  pada  waktu pagi.  Udik atau hulu sungai dianggap tempat pemenang sebab tempat permulaan
banjir.  Keadaan  ini  telah  merupakan  sesuatu  ketetapan.  Ketetapan  ini  dijadikan sebagai  perbandingan  dengan    penghargaan  semoga  masing-masing  yang  hadir
tetap makmur dan kaya, serta menjadi pemenang pada setiap rencana yang dibuat. Sebagaimana  dijelaskan  diatas  bahwa  upacara  adat  dihadiri  oleh  unsur
DNT  Hula-hula,  Boru,  Dongan  Sabutuha  serta  unsur  lainnya,  yang  masing-
Universitas Sumatera Utara
masing  ikut  berpartisipasi  aktif  dalam  upacara  tersebut.  Corak  bahasa  tutur parhataan yang dipakai juga akan berbeda khususnya dalam pemakaian umpasa.
Berikut ini jenis umpasa yang diucapkan oleh hula-hula: Bintang na rumiris
„Bintang yang berarak‟ Ombun na sumorop
„Embun yang mencercah‟ Anak pe riris
„Putera banyak‟ Boru pe torop
„Puteripun banyak Umpasa
tersebut  mengandung  arti  „semoga  keturunan  kalian  sebanyak  bintang dan embun di langit‟.
Berikut ini jenis umpasa yang diucapkan oleh boru : Eme sitamba ma
Binahen gabe boni, Ima didok hatanta sahat ma i dioloi tondi, jujunma i disimanjujung nami,
Tuak  di  abara  nami,  ampu  dohot  di  ampuan  nami  gabe  nang  hami  na ginabeanmu
Umpasa tersebut mengandung arti semoga berkat yang kita katakan diterima oleh badan, banyak keturunan, kaya dan panjang umur kami semuanya.
Seorang  pembicara  sering  menyesuaikan  kedudukan  dan  fungsinya  di dalam peristiwa adat sehingga perlu membuat variasi penggunaan umpasa sesuai
dengan  tujuan  pembicaraan.  Berikut  ini  contoh  umpasa  umum  yang  dapat dikatakan oleh siapapun.
Nunga sampulu pitu lili di tanganhu Pasampulu ualuhon jugianami
Universitas Sumatera Utara
Nunga uli nipi nami Adong hamu pangalu-aluan nami
Menurut  Pardede,  dkk.  1981:90-91,  penggunaan  umpasa  itu  masih sangat umum. Kalau pihak hula-hula memakainya, akan dibuat variasinya sebagai
berikut : Nunga sampulu pitu lili di tanganhu
Pasampulu ualuhon jugianami Nunga uli nipi nami
Adong hamu pangalu-aluanhu Ba pagodang hamu ma sinamotmuna
Kemudian,  kalau  pihak  boru  menggunakan  umpasa  tersebut,  maka  dapat  dibuat variasinya seperti berikut :
Nunga sampulu pitu lili di tanganhu Pasampulu ualuhon jugianami
Nunga uli nipi nami rajanami
Sebuah  percakapan  baru  dapat  disebut  sebagai  sebuah  peristiwa  tutur kalau  memenuhi  syarat  seperti  yang  disebutkan  di  atas.  Berdasarkan  kriteria
tersebut di atas acara marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba termasuk suatu peristiwa tutur sebab seluruh komponen SPEAKING  seperti yang dijelaskan
di  atas  dicakup  dalam  acara  marhata.  Sehingga  dengan  demikian  pemahaman marhata dimaknai sama dengan percakapan
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian kerangka pikir di atas yang membahas peristiwa tutur marhata dalam  3  situasi  tutur  upacara  adat  perkawinan  Batak  Toba  marhusip,
marpudunsuat,  dan  marunjuk  dalam  kaitannya  dengan  pengenalan  topik-topik marhata,  pola  gilir  bicara  marhata,  dan  pola  pasangan  berdekatan  marhata
dengan  mengaplikasikan  teori  pengenalan  topik  marhata  oleh    Sibarani  1997, yang  menggunakan  pendekatan  analisis  percakapan  untuk  menemukan  pola  gilir
bicara  dan  pasangan  berdekatan  oleh  Sacks,  dkk  1974  dalam  perspektif pragmatik  dengan model analisis oleh Yule  1996, maka konstruk analisis  yang
digunakan  dalam  penelitian  yang  berjudul  Marhata  Dalam  Upcara  Adat Perkawinan Batak Toba diringkas dan digambarkan dalam bagan  berikut.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 2.6 Konstruk Analisis
Marhata
Upacara Adat Perkawinan Batak Toba
Marhusip Marunjuk
Marpudunsaut
Pengenalan Topik Marhata
Sibarani, 1997 Pengenalan
Topik Marhata Sibarani, 1997
Pengenalan Topik Marhata
Sibarani, 1997
Pola Gilir Bicara Sacks, 1964-1975,
Yule, 1996
Komponen Konstruksi Gilir Bicara
Komponen Alokasi Gilir Bicara
Pola Pasangan Berdekatan Sacks, 1964-1975,
Yule, 1996 Penyelesaian  unit
dalam  komponen kata, frasa, klausa
dan kalimat
Pasangan Respon yang DisukaiBerdekatan
Pasangan Respon yang tidak Disenangi Tidak  Berdekatan
1. Penutur Merujuk Penutur Berikutnya 2. Penutur Berikutnya Melanjutkan
Tanpa Rujukan 3.Penutur Sebelumnya Melanjutkan
Tanpa Rujukan
Makan Bersama
Menerima kedatangan
suhut Penyerahan tudu-tudu ni
sipanganon  dengke Tanda Makanan adat
Membagi Tanda
Makanan Adat
Menerima Sumbangan
Tanda Kasih
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian  ini  adalah  penelitian  deskriptif  kualitatif  dengan  menggunakan metode  deskriptif  yang  bersifat  induktif,  yaitu  data  yang  digunakan  murni  dan
alamiah  dengan  melihat  pola-pola  yang  ada  pada  percakapan  acara  marhata perkawinan  Batak  Toba,  sehingga  diperoleh  hasil  penelitian  yang  menjelaskan
kenyataan yang sebenarnya. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menemukan makna dan struktur atau pola marhata upacara perkawinan Batak Toba
Menurut  Berg  1989:2,  penelitian  deskriptif  mengacu  kepada  makna, konsep,  definisi,  ciri-ciri  bahasa,  metafor,  simbol  dan  deskripsi  sesuatu  hal.
Penelitian deskriptif
merupakan penelitian
yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan  informasi  mengenai  status  gejala  sosial  yang  ada,  yaitu  keadaan
gejala  menurut  apa  adanya  pada  saat  penelitian  dilakukan.  Oleh  karena  itu, metode  ini  diharapkan  memberikan  analisis  secara  sistematis,  faktual  dan  akurat
mengenai  data,  sifat-sifat  serta  hubungan  fenomena-fenomena  dalam  data  yang akhirnya menunjukkan gambaran yang ilmiah tentang hasil penelitian itu.  Dalam
penelitian  ini  fenomena-fenomena  penggunaan  bahasa  yang  muncul  dalam  acara marhata pada acara adat perkawinan Batak Toba dideskripsikan. Fenomena yang
menjadi  fokus  penelitian  ini  adalah  topik  percakapan  dan  struktur  percakapan. Pendekatan  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  pendekatan  analisis
percakapan yang dipelopori oleh  Sack, Schegloff, and Jefferson 1974.
Universitas Sumatera Utara