2.3  Kerangka Pikir dan Konstruk Analisis
Penelitian ini mengikuti dan menerapkan kerangka pikir pragmatik dengan menggunakan model analisis percakapan yang mengkaji urutan, struktur dan pola
interaksi dalam berbagai situasi percakapan yang dikembangkan oleh Sacks  dan teman-temannya seperti  Schegloff  dan Jefferson 1974, dan Yule 1996.
Teori  yang  dipakai  dalam  menganalisis  organisasi  dan  struktur  marhata pada  upacara  adat  perkawinan  Batak  Toba  adalah  analisis  percakapan  yang
mengkaji tentang topik-topik marhata yang terdapat dalam situasi tutur marhusip, marpudunsaut,  dan  marunjuk.  Analisis  topik  percakapan  berfokus  pada
pengenalan topik-topik marhata yang dibedah dengan  menggunakan  analisis tipe kalimat  berdasarkan  wacana  percakapan  oleh  Sibarani  1997.    Di  samping  itu
ketika  terjadi  perpindahan  topik  terdapat  perpindahan  gilir  bicara  dan  penutur memberikan respon ujaran-ujaran  yang bervariasi  yang disebut dengan pasangan
berdekatan. Kedua fenomena ini dianalisis berdasarkan sekuensi oleh Sacks, dkk 1974, dan Yule 1996
2.3.1 Percakapan
Percakapan  tidak  hanya  sekadar  memproduksi  tuturan  yang  mengacu kepada  rangkaian  kalimat,  tetapi  terdapat  proses  internal  untuk  dapat
menggunakan rangkaian kalimat itu dalam sebuah tuturan yang sesuai language appropriateness.  Tuturan  yang  disampaikan  dan  bagaimana  menyampaikan
tuturan merupakan upaya kecakapan kemampuan yang dimiliki seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Percakapan adalah interaksi antar individu dalam masyarakat secara timbal balik  yang  dinyatakan  dengan  pertukaran  dalam  pemakaian  bahasa.  Pelaku
percakapan  adalah  anggota  dari  suatu  komunitas  sosial,  berbagai  ketentuan  dan kebiasaan dari komunitas  tersebut.  Hal  ini  senada  dengan  yang  dikemukakan
Pridham  2001:2  yang  mengungkapkan  bahwa  conversation  is  any  interactive spoken  exchange  between  two  or  more  people
, yang  berarti‟  percakapan  adalah pertukaran bicara secara aktif antara dua orang atau lebih‟.
Sacks 1974 menguraikan percakapan sebagai rangkaian percakapan yang sedikitnya  terdiri  atas  dua  gilir  bicara.  Dengan  kata  lain,  percakapan  merupakan
rangkaian  ujaran  di  antara  dua  interlokutor.  Berdasarkan  definisi  tersebut  dapat disimpulkan  bahwa  percakapan  merupakan  suatu  hal  yang  sangat  penting  dalam
kehidupan  manusia  untuk  berkomunikasi.  Manusia  sebagai  mahluk  sosial  tidak dapat  hidup  tanpa  orang  lain  yang  harus  berinteraksi  dan  berkomunikasi  dalam
menjalin  hubungan  sosial.  Sebagai  aktivitas  sosial,  Rees  1992:11    mengatakan bahwa  Conversations  are  seen  first  and  foremost  as  a  social  activitiy,  yang
artinya „percakapan pada hakikatnya dianggap sebagai suatu kegiatan sosial‟. Pengertian  perbincangan  sering  disamakan  dengan  percakapan.  Ada
beberapa kriteria  yang dipakai agar suatu perbicangan dapat dikatakan percakapan ataupun  bukan  perbincangan.  Cook  1989:51  mengatakan  perbincangan  dapat
dikatakan percakapan apabila perbincangan itu dilakukan tidak hanya ketika pelaku perbincangan  itu  mempunyai  kepentingan  saja.  Pelaku  percakapan  tidak  terlalu
banyak pihak di dalamnya. Pembicaraan diperuntukkan untuk mitra tutur saja, tidak untuk orang lain di luar percakapan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini percakapan dimaknai dengan penggunaan bahasa yang dilakukan  oleh  manusia  untuk  berinteraksi  menjalin  hubungan  antara  yang  satu
dengan  yang  lain.  Interaksi  dalam  percakapan  mampu  menggambarkan  hubungan sosial  dasar  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Yule  1996:71  mengatakan  istilah
interaksi  merupakan  manifestasi  penggunaan  bahasa  untuk  berinteraksi  verbal dalam  beberapa  konteks  linguistik,  sosial,    fisik  yang  melibatkan  dua  sisi
pembicara, seperti interaksi guru dan murid di dalam kelas, dokter dan pasien  di klinik,  hakim dan terdakwa di pengadilan, dan sebagainya.
Seorang pembicara dalam satu interaksi pada gilirannya akan menjadi pendengar
dalam  suatu  peristiwa  tutur.  Chaer  dan  Agustina  1995:62  mengatakan  bahwa percakapan  dapat  disebut  dengan  peristiwa  tutur  apabila  pokok  percakapannya
tertentu,  ada  tujuan,  dilakukan  oleh  orang-orang  yang  sengaja  hendak  bercakap- cakap.  Sebuah  percakapan  baru  dapat  disebut  peristiwa  tutur  kalau  memenuhi
syarat tersebut. Atau seperti yang dikatakan oleh Hymes  dalam  Chaer  dan
Agustina 1995:62-64 mengatakan bahwa sebuah percakapan harus memenuhi 16 enambelas  komponen  dan  kalau  diringkas  dapat  menjadi  8  delapan  komponen
tutur atau bila huruf-huruf awalnya dirangkai maka  menjadi akronim SPEAKING. Sebuah  percakapan  baru  dapat  disebut  sebagai  peristiwa  tutur  kalau  memenuhi
delapan  komponen  tersebut.  Kedelapan  komponen  tersebut  adalah    S  Setting: berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan Scene  mengacu
pada  situasi  tempat  dan  waktu,  misalnya  situasi  formal  atau  santai  informal,  P Participants:  penutur  yang  terlibat  dalam  percakapan,  E  Ends  :yaitu  tujuan,  A
Act Sequences yaitu bentuk dan isi ujaran, K Key: tone or Spirit of act: nada, cara
Universitas Sumatera Utara
pesan disampaikan, I Instrumentalities: jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan, tertulis,  melalui telegraf atau telepon.  Instrumentalities  juga mengacu pada
kode ujaran seperti bahasa, dialek ragam atau register, N Norms of Interaction and Interpretation yaitu mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan norma
penafsiran  terhadap  ujaran  dari  lawan  bicara,  dan  G  Genre  kategori  komunikasi yang dapat berupa puisi, umpama, doa, lelucon, ungkapan, iklan, dan sebagainya.
2.3.2 Topik